Semua Bertetangga, Bendera Kuning Berderet di Rumah Korban
Tamasya peserta rapat anggota tahunan (RAT) Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Permata, Ciputat, berujung duka. Bus yang ditumpangi rombongan mengalami kecelakaan maut di tanjakan Emen, Subang. Suasana mengerikan dirasakan penumpang.
HALAMAN belakang RSUD Tangerang Selatan di Pamulang riuh begitu rombongan mobil ambulans dari Subang tiba. Lebih dari 40 ambulans membawa jenazah korban meninggal dan luka parah maupun ringan kemarin pagi. Ada 26 ambulans yang masing-masing membawa satu jenazah. Sisanya membawa korban luka parah maupun ringan yang berjumlah 18 orang.
Ketika korban meninggal dike- luarkan dari ambulans untuk dibawa ke ruang jenazah, tangis keluarga pecah. Beberapa orang sampai histeris dan ditenangkan oleh petugas. Setelah itu, secara bergantian jenazah disalati di masjid rumah sakit
Wali Kota Tangerang Selatan Airin Rachmi Diany beberapa kali menenangkan keluarga korban. Sejumlah keluarga korban sampai memeluk wali kota 42 tahun itu. Airin pun sesekali meneteskan air mata.
Direktur RSUD Tangerang Selatan Suhara Manullang mengatakan, 2 di antara 18 korban luka dibawa ke RS Sari Asih, Pamulang. Sebab, luka mereka tidak terlalu parah. ”Total, ada 20 orang petugas medis yang menangani di RSUD Tangerang Selatan,” katanya. Kebanyakan korban luka parah mengalami patah tulang. Baik itu di bagian tangan, kaki, maupun wajah. Perlu dilakukan pemeriksaan intensif untuk memastikan apakah korban perlu dirujuk ke rumah sakit lain dengan fasilitas yang lebih komplet.
Salah seorang korban luka adalah Sadiyah. Bibir dan bagian bawah mata perempuan 49 tahun tersebut terluka gara-gara terkena pecahan kaca. Selain itu, tangannya terluka karena impitan badan bus. Warga Kelurahan Pisangan, Kecamatan Ciputat Timur, Tangerang Selatan, tersebut mengaku terkejut saat kecelakaan terjadi. ”Saya nggak tahu (persisnya kejadian kecelakaan, Red). Mobilnya mental-mental. Saya di tengah juga mental sana-sini,” katanya.
Ketika kecelakaan terjadi, dia mendengar banyak jeritan dan teriakan minta tolong. Tetapi, dia tidak bisa berbuat apa-apa. Sebab, tangannya terjepit badan bus yang terguling. ”Saya nggak bisa ngebayangin. Semalaman saya nggak bisa tidur. Masih keingetan aja sampai sekarang,” tuturnya. Sadiyah bersyukur karena masih selamat dari kecelakaan maut itu.
Ketua KSP Permata Purwani Yuli Astuti menceritakan bahwa dirinya berada di bus nomor 3. Sedangkan yang celaka adalah bus nomor 1. Ketika kecelakaan terjadi, bus yang dia tumpangi berada di belakang bus nomor 1. Purwani menyatakan, seluruh korban meninggal adalah tetangganya. Di sepanjang jalan dari kantor koperasi sampai Tempat Pemakaman Umum (TPU) Legoso, bendera kuning simbol kematian nyaris berderet di rumah para korban meninggal. Antara satu rumah dan rumah lainnya tidak jauh.
Perempuan 62 tahun itu mengatakan, bus nomor 1 memang disiapkan untuk anggota koperasi dari RT 2, 8, dan 7. Rumah mereka berdekatan. Sedangkan bus nomor 2 berisi warga dari RT 4 dan peserta lain. Kemudian, bus nomor 3 berisi undangan dari kelurahan, Pemkot Tangsel, serta aparatur lain. Nah, seluruh pengurus koperasi disebar ke tiga bus tersebut sebagai pendamping.
Dia menceritakan, Siti Mulyamah selaku bendahara koperasi bertugas mendampingi peserta di bus nomor 1. Siti merupakan 1 di antara 27 korban meninggal dalam kecelakaan itu. Satu korban meninggal lain adalah pengendara Honda Beat. ”Dia itu luar biasa. Seperti belahan jiwa saya,” kenang Purwani saat ditemui di kediamannya sekaligus kantor koperasi. Perempuan kelahiran Solo tersebut menceritakan, tidak ada kejanggalan apa pun saat perjalanan tamasya itu dimulai. Dalam jadwal yang sudah dirancang, diperkirakan bus sampai di lokasi pertemuan pada pukul 10.00. Kemudian, pada pukul 12.00 acara bisa diakhiri, lalu peserta mengisi waktu dengan mengunjungi tempat wisata air panas Ciater, Subang. Tetapi, perkiraan waktu itu meleset.
”Karena terjebak macet di tol,” jelasnya. Akhirnya, rombongan baru tiba di lokasi acara pada pukul 13.00. Acara inti di Bakmi Setia Budi 369 tersebut berlangsung sekitar 2,5 jam. Kemudian, pada pukul 16.30, seluruh rombongan bertolak menuju Tahu Susu Lembang. Kegiatan santai di lokasi itu hanya berdurasi 30 menit. Dari Tahu Susu Lembang, rombongan berangkat menuju Ciater dan melewati tanjakan Emen.
Sempat ada diskusi apakah tetap ke Ciater atau tidak. Sebab, ada informasi bahwa lokasi pemandian air panas Ciater hanya buka sampai pukul 17.00. Tetapi, akhirnya diputuskan tetap sesuai jadwal, yakni berkunjung ke Ciater. Lalu, perjalanan berujung maut itu terjadi. Ketika bus yang dia tumpangi melewati tanjakan Emen, banyak penumpang yang terlelap. Dia mengakui tidak melihat persis kecelakaan bus pariwisata Premium Passion dengan nomor polisi F 7959 AA yang dikemudikan Amirudin, 32, itu. Dia terhenyak ketika melihat bus di depannya terguling di pinggir tebing. ”Saya hafal cat busnya. Itu rombongan saya,” tuturnya.
Purwani semakin terhenyak ketika melihat beberapa penumpang berbaju oranye duduk di luar bus. Dress code yang digunakan memang baju oranye. Setelah itu, bus yang ditumpangi Purwani berhenti sekitar 100 meter di depan tempat kejadian perkara (TKP). Dia pun bergegas turun dengan perasaan tidak keruan. Purwani sempat menolong dengan memberi minum korban luka yang sudah duduk di sekitar bus. Saat itu belum ada satu pun korban meninggal yang dikeluarkan dari dalam bus. Dia merasa pertolongan dari petugas medis tidak segera datang.
Setelah beberapa saat menolong, Purwani lemas. Dia pun dituntun seseorang untuk beristirahat di sebuah warung yang tak jauh dari lokasi kecelakaan. Baru kemudian datang petugas medis serta penolong lain untuk membantu evakuasi korban dari dalam bus. Dia mengaku tidak ada firasat khusus terkait dengan kecelakaan itu. Namun, ketika berbelanja baju oranye di pasar Tanah Abang Selasa lalu (6/2), dia mendadak ingin membeli baju berwarna hitam. ”Padahal dress code-nya oranye. Tetapi, entah kenapa saya ingin sekali membeli baju hitam. Saya beli dua potong, belum saya pakai sampai sekarang,” tuturnya.
Ibu tiga anak itu mengaku belum bisa bertakziah ke rumah korban. Sebab, dia harus menenangkan diri dulu. Dia berjanji segera berkunjung ke rumah setiap anggota koperasinya setelah merasa tenang. Dikatakan, baru kali ini RAT dilaksanakan di lokasi yang jauh. Itu berkat masukan beberapa anggota.
Sementara itu, prosesi pemakaman di TPU Legoso menyedot perhatian ratusan warga. Sarmidi, 50, terlihat sangat terpukul dan sempat histeris di pemakaman. Dia menangis sembari memeluk gundukan makam dua keluarganya yang meninggal dalam kecelakaan itu. Yakni adik kandungnya, Liliyanah, 48, dan kakak iparnya, Masiyah, 52. Sambil dituntun kerabat, dia meninggalkan pemakaman,
Sarmidi tinggal berdekatan dengan Liliyanah dan Masiyah. Sehari-hari Liliyanah mengurusi keluarga Sarmidi. Sebelum berangkat ke Subang, Liliyanah sempat menyiapkan makanan untuk keluarga Sarmidi. ”Ini sarapannya. Besok tidak masak lagi,” ucap Sarmidi, menirukan perkataan terakhir Liliyanah. Dia sama sekali tidak punya firasat aneh. Sarmidi hanya mengira, karena perjalanan jauh, Minggu pagi adiknya tidak bisa menyiapkan makanan. ”Ya saya bilang selamat jalan,” tutur Sarmidi.
Camat Ciputat Timur Durahman sibuk di pemakaman. Sejak Sabtu malam dia berkoordinasi dengan keluarga korban terkait dengan pemakaman. Dia menawarkan pembuatan liang kubur bersama. Jadi, dibuat liang kubur yang panjang, kemudian bagian bawahnya tetap disekat. ”Jadi, tetap nisannya satu-satu. Supaya cepat daripada gali makam satu-satu,” jelasnya. Untuk membuat lubang besar, disiapkan satu ekskavator.
Hasil koordinasi, keluarga 14 korban bersedia menggunakan pemakaman bersama. Sisanya, keluarga delapan korban, minta kerabat mereka dikubur sendiri-sendiri di bagian depan kompleks makam. Durahman menerima semua permintaan warganya. Baik yang bersedia untuk memakamkan korban secara bersama maupun terpisah.