Steak dan Susu Segar buat Persija, Bali United Bagi Skuad Jadi Dua
Kalau Persija harus bermain tiga kali dalam lima hari, Bali United malah menjalani jumlah pertandingan serupa dalam durasi lebih pendek. Menghindari cedera dan kelelahan, pola latihan disesuaikan dan rotasi dimaksimalkan.
PELUIT panjang wasit Yudi Nurcahya di Stadion Manahan, Solo, kemarin seharusnya disambut luapan kegembiraan oleh para penggawa Persija Jakarta. Sebab, mereka memastikan diri lolos ke final Piala Presiden.
Tapi, ekspresi kegembiraan itu ternyata tak begitu terlihat di Stadion Manahan, Solo, kemarin sore (12/2). Hanya ada aplaus di tengah lapangan setelah menundukkan PSMS Medan 1-0 dalam semifinal kedua. Lantas, tergesa-gesa masuk ke ruang ganti.
Persija memang harus menunda pesta perayaan tersebut. Ismed Sofyan dkk dikejar waktu. Mereka mesti segera bergegas menuju Bandara Adi Soemarmo, Solo. Mengejar penerbangan menuju Jakarta.
’’Flight kami pukul 18.45, transit Jakarta, lalu transit Singapura, sebelum lanjut ke Johor, Malaysia,’’ jelas Eko Supriyono, media officer Persija
Persija harus sampai Johor sebelum tengah malam. Itu kalau mereka tidak ingin terkena denda AFC karena tidak datang H-2 sebelum pertandingan AFC Cup melawan tuan rumah Johor Darul Takzim pada Rabu besok (14/2). ”Kalau berangkat sekarang, kami sampai Johor insya Allah sebelum tengah malam.”
Itulah risiko yang harus dihadapi Persija karena terjun di dua ajang dengan jadwal berdempetan. Sepulang dari Johor pada Kamis lusa (15/2), otomatis mereka cuma punya waktu persiapan sehari sebelum berlaga di final Piala Presiden.
Tapi, Persija tak sendiri. Semifinalis Piala Presiden lainnya, Bali United, bernasib serupa. Tim yang menahan imbang Sriwijaya FC di first leg semifinal itu bahkan sudah mengalaminya lebih awal. Sejak kualifikasi Liga Champions.
Kemarin Persija bahkan sudah check out terlebih dahulu dari hotel tempatnya menginap pukul 12.00. Tim berlambang Monas di dada itu datang ke Stadion Manahan, Solo, sangat awal, satu jam sebelum PSMS datang. Tepatnya pukul 12.10. ”Kami meetingnya di stadion. Mau bagaimana lagi, harus begini untuk menyiasati waktu,” jelasnya.
Di semifinal saja, mereka harus main dua kali dalam tiga hari. Hanya ada jeda waktu sehari untuk istirahat.
Berangkat dari stadion pukul 17.05, Persija sampai di bandara 30 menit kemudian, setelah menempuh jarak sekitar 11 kilometer. Menembus padatnya lalu lintas Kota Solo di sore hari.
Selain kelelahan, risiko cedera jadi momok paling menakutkan bagi Persija. Pelatih Persija Stefano Cugurra Teco pun menyebut jadwal timnya sangat tidak ideal. ”Kasihan pemain, mereka harus bermain 3 kali dalam 5 hari,” tegasnya.
Tapi, nasi sudah menjadi bubur. Teco pun harus berkompromi dengan jadwal yang ada. Berbagai cara dilakukannya. Salah satunya adalah benar-benar menghemat tenaga para pemain inti.
Ya, dalam dua pertandingan semifinal melawan PSMS, Teco memakai semua jatah pergantian pemain untuk meminimalkan risiko kelelahan dan cedera. Di leg pertama pada 10 Februari lalu, enam pemain masuk menggantikan para starter.
Di leg kedua, sama. Enam pemain pengganti juga masuk. Dua pemain andalan, Riko Simanjuntak dan Marko Simic, tak dimainkan penuh selama 90 menit.
”Sebelum pertandingan, saya diskusi kepada pemain. Siap atau tidak, lelah atau kuat. Saya tidak mau paksa,” ujarnya.
Dia juga tidak memberikan latihan yang keras selama di Solo. Saat jeda antarsemifinal, misalnya, Teco hanya memberikan latihan ringan bersifat recovery dan peregangan otot. Bahkan, untuk pemain yang turun di leg pertama, hanya ada senam ringan di pinggir lapangan.
Sebab, bagi Teco, dua turnamen yang diikuti Persija sama-sama penting. Jika juara Piala Presiden, bisa dibilang itu akan jadi gelar paling berarti Persija sejak menjuarai Liga Indonesia pada 2001.
Sedangkan di Piala AFC, sudah 16 tahun Persija tidak bermain dalam ajang itu. ”Saya tidak mau menunggu 16 tahun lagi untuk itu. Jadi, saya harus benar-benar serius.”
Selain mengatasinya dengan rotasi pemain, Teco yang dibantu staf pelatih juga memberikan berbagai suplemen khusus. Misalnya, larangan makan daging sebelum pertandingan. ”Terapi” penggantinya, sesudah pertandingan, skuad Persija diberi asupan steak daging merah. Itu bisa mengembalikan energi yang hilang saat pertandingan.
Selain itu, pemain wajib minum susu segar selama di Solo. Susu diberikan setelah makan besar. Pihaknya juga mengharuskan skuadnya banyak-banyak minum air putih dingin untuk mengganti cairan yang hilang. Dan, mengatur metabolisme tubuh agar normal. ”Mencegah kram otot juga,” lanjutnya.
Pemberian vitamin yang rutin pun dilakukan. ”Pemain juga harus benar-benar memanfaatkan waktu istirahat yang ada.”
Kalau Persija harus main tiga kali dalam lima hari, Bali United malah harus turun ke lapangan tiga kali dalam empat hari. Minggu lalu (11/2) mereka melawat ke Palembang, markas Sriwijaya FC, untuk melakoni first leg semifinal Piala Presiden. Baru kemarin pagi (12/2) mendarat di Denpasar, hari ini sudah harus menjamu Yangon United dalam laga perdana grup G AFC Cup 2018. Dan, besok (14/2) harus kembali turun ke lapangan meladeni Sriwijaya di second leg.
Beruntung bagi tim berjuluk Serdadu Tridatu itu, mereka punya stok pemain melimpah. Ada 36 orang. Karena itulah, sejak awal mereka membagi skuad menjadi dua. Satu untuk ajang di Asia, satunya lagi buat Piala Presiden.
Untuk tiap ajang, ada 25 pemain yang didaftarkan. Artinya, ada beberapa nama yang masuk daftar dua tim sekaligus.
Rata-rata mereka adalah pemain kunci. Di antaranya, Stefano Lilipaly, Ilija Spasojevic, Nick van der Velden, dan Taufiq. Masuknya mereka ke dua tim sekaligus memang bukan tanpa alasan. ”Kami ingin meraih hasil maksimal di dua kompetisi tersebut,” ungkap CEO Bali United Yabes Tanuri.
Maklum, Piala Presiden 2018 menjanjikan hadiah yang cukup besar, yakni Rp 3,3 miliar. Match fee-nya juga lumayan. Tim pemenang berhak mengantongi Rp 125 juta. Sementara itu, jika imbang mendapat Rp 100 juta. Kalah pun masih bisa meraup Rp 75 juta.
Sementara itu, untuk AFC Cup 2018, Yabes punya alasan sendiri. ”Tim kami masih muda, tapi sudah tampil di AFC Cup. Prestisenya cukup tinggi sehingga kami tak ingin tampil asal-asalan,” kata Yabes.
Bukan hanya skuad yang dibagi. Agar konsentrasi Widodo Cahyono Putro tak terbelah, manajemen merekrut Hans Peter Schaller khusus untuk menangani tim di Piala Presiden.