Prioritaskan Teliti Wajib Pajak Berisiko
Akses Data Nasabah Mulai April 2019
JAKARTA – Ditjen Pajak Kemenkeu tengah menyiapkan infrastruktur pendukung untuk bisa mengakses data perbankan pada April 2019. Dirjen Pajak Robert Pakpahan mengatakan, kewajiban pelaporan data nasabah domestik dengan saldo rekening paling sedikit Rp 1 miliar sudah sesuai dengan aturan yang telah disahkan tahun lalu.
Untuk batas waktu pelaporan oleh lembaga jasa keuangan terdaftar, waktunya paling lambat akhir April 2019. ”Ini untuk UU Nomor 9 Tahun 2017. Baguslah, supaya mulus, kami akan bicara dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) supaya menggunakan sistem yang tidak memberatkan perbankan,” ujarnya di gedung DPR, Jakarta, kemarin (12/2).
Selain akses data nasabah, Ditjen Pajak merencanakan untuk membuka data kartu kredit. Seperti diketahui, Menkeu Sri Mulyani Indrawati pun meneken Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 228/PMK.03/2017 tentang Rincian Jenis Data dan Informasi serta Tata Cara Penyampaian Data dan Informasi yang Berkaitan dengan Perpajakan pada 29 Desember 2017. PMK tersebut akan menjadi dasar bagi pemerintah untuk mengakses data transaksi kartu kredit per April 2019. Terkait hal tersebut, Robert menuturkan, pihaknya masih berkoordinasi dengan Himbara dan Perbanas.
Direktur Potensi, Kepatuhan, dan Penerimaan Pajak Ditjen Pajak Yon Arsal menambahkan, untuk mendukung pemberlakuan pertukaran akses informasi, Ditjen Pajak tengah mempersiapkan infrastruktur untuk menampung data nasabah dari lembaga jasa keuangan. Yakni, bank, asuransi, pasar modal, dan lainnya. Dia pun menyadari, dengan berlakunya aturan tersebut, Ditjen Pajak akan kebanjiran data nasabah.
”Kami belum melihat datanya, bentuknya seperti apa, tapi yang pasti infrastrukturnya sudah disiapkan. Kami berharap sebenarnya kalau melihat datanya, itu statusnya data dari pihak ketiga, jadi treatment-nya sama, kerahasiaannya dijaga,” ungkapnya.
Yon pun optimistis data nasabah tersebut dipastikan akan mampu meningkatkan kepatuhan wajib pajak (WP). ”Kami lihat berapa yang sudah masukin SPT (surat pemberitahuan, Red), siapa yang belum. Tapi, kami bisa yakinkan data ini dapat dijadikan tools utama untuk meningkatkan kepatuhan,” imbuhnya.
Pengamat perpajakan Yustinus Prastowo menuturkan, optimisme pemerintah terkait peningkatan kepatuhan itu bisa saja terealisasi. Namun, hal tersebut harus didukung infrastruktur yang memadai. Dia mengungkapkan, agar data tersebut mampu berdampak pada penerimaan negara jangka pendek, cara yang dilakukan harus efektif. Dia menyarankan, setidaknya pemerintah menetapkan skala prioritas, WP mana saja yang dinilai berisiko. ”Jangan semua data perbankan asal diambil,” ujarnya kemarin.