Jawa Pos

Hakim Minta Jaksa Tuntut Kontraktor

Penyelewen­gan Pembanguna­n Kantor PPLP Tanjung Perak

-

SURABAYA – Vonis yang dijatuhkan kepada dua terdakwa penyelewen­gan pembanguna­n kantor Pangkalan Penjagaan Laut dan Pantai (PPLP) Tanjung Perak belum mengakhiri kasus tersebut. Majelis hakim yang dipimpin Tahsin memerintah­kan jaksa penuntut umum (JPU) memeriksa dan menuntut pelaksana proyek melalui amar putusannya kemarin (12/2).

Hakim menganggap kedua terdakwa Sujarwa (mantan kepala kantor PPLP Tanjung Perak) dan Budi Hartono (pejabat pembuat komitmen/PPK) terbukti dan bersalah melakukan korupsi. ”Secara fisik, bangunan sudah ada. Negara sudah mengakui dan tercatat sebagai aset negara senilai Rp 3,9 miliar,” ujar Tahsin

Fakta itu kemudian menjadi salah satu pertimbang­an hakim untuk menentukan kerugian negara yang ditimbulka­n. Sebelumnya, berdasar hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembanguna­n (BPKP), J P U menganggap kasus itu merugikan negara Rp 3,4 miliar sesuai dengan nilai aset saat itu alias total loss.

Namun, majelis hakim beda pendapat dengan perhitunga­n itu. ”Kerugian negara hanya pada selisih volume pengerjaan gedung, yaitu Rp 257 juta,” lanjut Tahsin.

Untuk itu, dia menganggap keduanya telah terbukti memperkaya orang lain. Yaitu, Tatang Yoga Endra sebagai direktur PT Karya Tunggal Mulya Abadi selaku kontraktor pelaksana.

Tahsin menganggap Tatang harus bertanggun­gjawab penuh terhadap perbuatann­ya lantaran hakim menganggap tidak ada uang yang mengalir ke kantong pribadi dua terdakwa itu. ”Memerintah­kan JPU untuk memeriksa, menyidik, dan menuntut ke pengadilan Saudara Tatang,” tegas Tahsin.

Meski begitu, terdakwa tetap tidak bisa lepas dari jerat hukum. Majelis berpendapa­t, pengerjaan pembanguna­n aset negara di Jalan Nilam Barat tersebut tidak sesuai dengan aturan yang berlaku. Mulai persiapan, perencanaa­n teknis, konstruksi, hingga serah terima aset.

Penyusunan kerangka acuan kerja (KAK), misalnya, dilakukan semenamena. Yakni, tanpa melibatkan jasa konsultan perencana atau tim ahli. Akibatnya, tidak dijelaskan secara perinci keadaan di lapangan. Pengerjaan jadi morat-marit.

Otoritas pelabuhan dan Pelindo III juga belum memberikan persetujua­n penggunaan lahan. Padahal, lahan tersebut masuk daerah rawan kebakaran.

Sujarwa tidak mengindahk­an larangan itu. Majelis hakim mengganjar­keduanyade­nganhukuma­n berbeda.Sujarwadiv­onishukuma­n penjara 4 tahun dan 8 bulan. Sementarai­tu,Budilebihr­endahempat bulan. Keduanya juga harus membayar denda Rp 200 juta.

Jika tidak dibayar, denda harus diganti dengan dua bulan kurungan. Mereka dianggap melanggar pasal 2 ayat 1 jo pasal 18 UU 31/1999 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Putusan itu lebih rendah daripada tuntutan JPU. Sebelumnya, keduanya dituntut masing-masing tujuh tahun penjara (Sujarwa) dan 6,5 tahun penjara (Budi).

 ?? FAJRIN MARHAINDRA/JAWA POS ?? DENGARKAN VONIS: Budi Hartono (kanan) dan Sujarwa dinyatakan bersalah dalam sidang di pengadilan tipikor kemarin.
FAJRIN MARHAINDRA/JAWA POS DENGARKAN VONIS: Budi Hartono (kanan) dan Sujarwa dinyatakan bersalah dalam sidang di pengadilan tipikor kemarin.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia