Anggaran Rp 30,6 M untuk Bedah 1.038 Rumah
SURABAYA – Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya berusaha meningkatkan pelayanan kepada warga. Pada tahun ini, pemkot menentukan kuota perbaikan rumah tidak layak huni (RTLH) 1.038 unit. Rumah-rumah dengan kategori khusus sudah ditentukan. Kuota dapat diakses melalui usulan kelurahan. Juga melalui temuan anggota DPRD Kota Surabaya saat reses maupun laporan masyarakat.
Salah satunya terlihat kemarin (12/2). Anggota Komisi D DPRD Kota Surabaya Reni Astuti mendatangi rumah ambruk. Rumah yang berlokasi di Kelurahan Pakis, Kecamatan Sawahan, itu adalah milik Supenah. Seorang nenek berusia 58 tahun dengan empat anak dan satu cucu.
Dalam kunjungan tersebut, turut hadir pula Kasi Trantib dan Pembangunan Kelurahan Pakis Hajar Sulistiyono, Kasi Linmas Kelurahan Pakis Yuli Purwianto, Staf Kasi Pembangunan Kelurahan Pakis Musholli, Ketua RW VIII Sulthon, dan warga sekitar. Rombongan meninjau lokasi sekitar dan berkomunikasi dengan pemilik rumah.
Supenah, pemilik rumah, merasa senang. Dia mendapat perhatian dari warga dan pemerintah. Dia menceritakan, rumahnya ambruk sejak Jumat (9/2). Saat itu masih pagi. Supenah sangat kaget atap rumahnya jatuh. ’’Untungnya tidak sampai melukai anggota keluarga,’’ jelasnya.
Kondisi itu disebabkan rumah yang memang sudah lapuk. Bangunan yang
didirikan pada 1975 itu memang jarang sekali diperbaiki. Sebab, keluarga Supenah memang termasuk golongan menengah ke bawah. ’’Tidak ada dana,’’ ujarnya. Terlebih, cuaca ekstrem mengguyur Surabaya beberapa bulan ini. ’’Angin dan hujan beberapa hari lalu. Jadi, rumah ambruk,’’ terang Supenah.
Dia mengatakan, banyak atap rumah yang bolong. Beberapa dinding juga lapuk. Namun, dia tidak mempunyai dana untuk memperbaiki rumahnya. ’’Saya janda. Anak saya menganggur dan kalau kerja ya seadanya,’’ ungkap Supenah.
Karena ambruk, Supenah dan keluarganya indekos sementara di sekitar rumahnya. Lokasinya berada di barat. Tidak jauh dari rumah asli Supenah yang ambruk. Tentu saja, kondisi itu semakin mengimpit Supenah. Dia harus mengeluarkan biaya Rp 450 ribu per bulan untuk kos. Satu kamar terpaksa ditempati bersama anak dan cucunya. ’’Kadang salah satu anak saya tidur di bawah (teras kos, Red),’’ jelasnya. Meski begitu, dia bersyukur masih memiliki tempat berlindung. ’’Yang penting bisa buat taruh pakaian dan tidur anak saja. Itu cukup,’’ tambah perempuan yang sehari-hari berjualan minuman kopi itu.
Reni menjelaskan, pemkot menyediakan anggaran Rp 30,6 miliar untuk kuota yang telah ditentukan dalam program tersebut. Itu akan berlangsung selama setahun. Laporan terus masuk. Karena itu, selain pemerintah daerah, Reni berharap warga turut aktif berperan membantu sesama. Mereka juga dapat melaporkan kondisi rumah maupun tetangganya kepada pemerintah terdekat. Selanjutnya, laporanlaporan terkumpul ke Dinas Sosial Surabaya.