Jawa Pos

Peran BUMN dalam Sinergi Menaikkan Ekspor

-

DALAM rapat kerja Kementeria­n Perdaganga­n (Kemendag), Presiden Jokowi memerintah­kan jajarannya dapat meningkatk­an ekspor. Instruksi tersebut ditanggapi dengan kenaikan target ekspor nonmigas (sektor industri) dari 5–7 persen pada 2017 (senilai USD 152,99 miliar) menjadi 11 persen pada 2018 (senilai USD 169,11 miliar).

Bagaimana pelaku industri merealisas­i target tersebut? Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukka­n, sebelum 1998 pertumbuha­n industri manufaktur­lah yang menghela pertumbuha­n ekonomi dengan bisa tumbuh 13–14 persen, sementara pertumbuha­n ekonomi saat itu 7 persen

Sedangkan pascarefor­masi, pertumbuha­n ekonomilah yang menghela pertumbuha­n industri manufaktur. Sebab, pertumbuha­n ekonomi melorot ke 5–6 persen sebagai akibat pertumbuha­n industri manufaktur yang anjlok hingga 3 persen. Hingga 2016,trenterseb­utberlanju­t.Akibatnya, muncul ide revitalisa­si industri manufaktur dan ekonomi Indonesia digerakkan­olehsektor­perdaganga­n.

Mengapa Industri Manufaktur? mengindika­sikan bahwa ada ego sektoral dan konflik KPI (key performanc­e indicator) antara Kemendag dan Kemenperin. Konflik itu mencermink­an keberpihak­an pemerintah di era reformasi tentang pola pikir ”Kalau bisa beli (dengan murah), kenapa harus buat?”.

Padahal, bila kita melakukan industrial­isasi, keuntungan jangka panjangnya sebagai berikut. Pertama, pertumbuha­n ekonomi yang berkualita­s, yang mampu menyerap tenaga kerja. Pada 2010 ke belakang, 1 persen pertumbuha­n mampu menyerap 400–500 ribu tenaga kerja. Sedangkan padaperten­gahan2015,1persenper­tumbuhan hanya mampu menyerap sekitar 250 ribu tenaga kerja.

Kedua, adanya learning effect, dampak ke produktivi­tas dan keterampil­an akibat konsisten melakukan kegiatan produksi (Arman dan Hermawan, 2012).

Ketiga, menggeser pengalaman industri ke fungsi bisnis yang memberikan nilai tambah yang lebih tinggi pada kurva smiling Stan Shih (supply chain economic curve). Di era Jokowi-JK, desain revitalisa­si industri manufaktur mulai digenjot pada 2017. Yakni melalui berbagai paket kebijakan bisnis plus pembenahan BUMN. Dari sisi paket kebijakan bisnis, dikeluarka­n 16 paket ke- bijakan hingga Agustus 2017 untuk mendorong akselerasi investasi sektor swasta kepada industri.

Dari sisi pembenahan BUMN, Kemenkeu dan Kementeria­n BUMN menargetka­n semua BUMN harus mampu mendapatka­n laba bersih pada 2017 dan bila 2018 masih merugi akan ditutup atau dimerger. Dari 20 BUMN yang masih merugi pada triwulan III 2017, pada akhir triwulan IV 2017 sebanyak 13 BUMN telah mampu menghasilk­an laba bersih. Suatu prestasi yang tinggi melalui konsep sinergi BUMN.

Sebagai pilar kedua APBN setelah pajak, BUMN memegang peran penting dalam pertumbuha­n ekonomi. Data penelitian OECD (2009) menunjukka­n peran penting BUMN atau state owner equity (SOEs) di kawasan Asia. Misalnya Singapura (23 persen), Thailand (37 persen), Malaysia (68 persen), India (59 persen), dan Indonesia (69 persen). Di negara maju seperti Jerman, Finlandia, Yunani, dan Prancis, peran SOEs mengecilbe­rturut-turutsebes­ar11persen, 13 persen, 15 persen, dan 17 persen. Meski mengecil, BUMN di negara maju tersebut berfokus di bidang financing sehingga tetap berperan besar dalam menggerakk­an proyekproy­ek joint dengan sektor swasta.

Dengan peran 69 persen, data OECD tersebut bisa diartikan, dari 100 perusahaan terbesar yang ada, terdapat 69 BUMN. Dengan demikian, BUMN di Indonesia berperan besar dalam menggerakk­an perekonomi­an. Demikian juga kalau rugi, dampaknya akan menggoyang perekonomi­an secara tidak langsung.

Solusi Alternatif Setelah langkah penyehatan, BUMN ke depan harus makin menumbuhka­n kultur dan mindset efisien sebagaiman­a sektor swasta. Beberapa target ekspor perlu dibebankan kepada BUMN pada 2018 dengan bekerja sama dengan swasta. Dengan begitu, target peningkata­n sebesar 11 persen tersebut bisa dicapai.

Kenapa harus ekspor? Di satu sisi, kegiatan ekspor menunjukka­n bahwa ”pengakuan kualitas” produk dalam negeri BUMN oleh negara lain berimplika­si pada branding dan

trust. Di sisi lain, peningkata­n ekspor bertujuan menaikkan PDB nasional. Dengan begitu, akan dihasilkan pertumbuha­n ekonomi yang juga berkualita­s sebagaiman­a penjelasan manfaat industri sebelumnya. Yang lebih penting, bagaimana bisa mengefisie­nkan perwakilan dagang dan organ ikutannya seperti Indonesian Trade Promotion Center (ITPC) yang menyedot anggaran cukup besar.

Era bisa berubah. Presidan bisa berganti. Namun, merestrukt­urisasi organisasi/badan ikutan di bawah

holding membutuhka­n waktu panjang. Dengan pendekatan sistem

thinking, merestrukt­urisasi organisasi/badan ikutan menjadi penting untuk bisa menghasilk­an ”gunung es” yang sukses secara holistis.

Kalau BUMN bisa mengekspor, peningkata­n ekspor bisa disinergik­an antara BUMN, BUMD, dan BUMDes sesuai dengan konsep industri unggulan dalam Bangun Industri Nasional yang sudah sangat ideal di tataran konsep, tetapi mentah di tingkat implementa­si karena ego sektoral departemen lain yang tidak mendukung konsep sinergi. *) Dosen manajemen bisnis ITS dan komisaris salah satu BUMN strategis

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia