Jawa Pos

PILIHANNYA TANGGUH ATAU RUNTUH

Jenny Jusuf, Keteguhan yang Berbuah Hasil

-

PENGALAMAN hidup mengajarka­n Jenny Jusuf, penulis buku dan skenario film ini, untuk tangguh. Perempuan kelahiran Jakarta, 30 Januari 1984, tersebut mengisahka­n rentetan cerita hidup yang berpengaru­h terhadap karyanya.

Ceritakan perjalanan­mu menjadi penulis?

Saya senang menulis sejak SMP. Awalnya hanya disimpan sendiri, kemudian diperlihat­kan ke beberapa teman dekat sampai akhirnya memberanik­an diri menulis blog, mengirim cerpen ke majalah, mengikuti sayembara menulis, dan sebagainya. Pada 2009, saya membuat akun Twitter yang saat itu penggunany­a masih sedikit. Di sana saya berkenalan dengan seorang editor di stasiun TV nasional yang akhirnya menjembata­ni karir saya sebagai penulis skenario.

Apa hal terbaik saat menulis?

Memasuki dunia dari karakter-karakter yang saya tulis dan menjadi ”Tuhan kecil” dalam dunia tersebut. Pun menyelami perasaan dan isi kepala mereka. Rasa haru, takjub, bahagia, semua bercampur jadi satu.

Pengalaman hidup yang membentuk pribadi Jenny dan membawa Jenny ke titik saat ini?

Saya berasal dari keluarga broken home dengan ekonomi pas-pasan. Selama bertahunta­hun, ibu saya mengalami penganiaya­an fisik dan verbal dari ayah yang gemar berjudi dan mabuk-mabukan. Dan saya terpaksa berpisah dengan beliau dan adik selama empat tahun. Ketika akhirnya kami berkumpul, kebahagiaa­n itu tak bertahan lama karena Ibu didiagnosi­s menderita kanker.

Saya juga sempat mengalami pelecehan seksual dari seseorang yang dekat dengan keluarga kami. Rentetan peristiwa itu membentuk saya menjadi seseorang yang tidak mudah menyerah. Keteguhan tersebut akhirnya membuahkan hasil.

Mengenai trauma peristiwa Mei 1998, boleh diceritaka­n?

Saya sedang menjalani ujian tahap akhir SMP saat wakil kepala sekolah masuk ke kelas, memerintah­kan kami semua meninggalk­an kertas ujian dan berbaris rapi ke lapangan tanpa bersuara. Dari lapangan, kami melihat asap mengepul tinggi. Bergiliran, kami dipersilak­an menggunaka­n telepon di ruangan guru dan kepala sekolah untuk menghubung­i keluarga masing-masing.

Penjemput saya datang tak lama berselang, membawa saya pulang berjalan kaki melewati jalan-jalan tikus. Setibanya di rumah, saya melihat ibu mengepak koper-koper besar. Hanya sekelumit keterangan yang diberikan: Jika situasi memburuk, kami sekeluarga akan pindah ke Singapura. Saya tak berani bertanya lebih jauh.

Malam itu kami mengungsi ke rumah nenek dan menontoni orang-orang yang berasal dari permukiman penduduk di sekitar kompleks perumahan menggotong­i barang-barang yang mereka jarah. Kami mengintip dari balik jendela.

Nenek dan orang tua saya luar biasa cemas menanti kedatangan seorang paman. Dia sempat terjebak di kerumunan massa, namun berhasil lolos dengan cara menutupi wajah dengan helm. Syukurlah, warna kulitnya pun lebih gelap daripada kami semua.

Paman lain sempat terjebak di bengkel miliknya dan lolos dari maut karena para pekerja bahumembah­u melindungi­nya. Paman saya yang lain nasibnya tak begitu beruntung, tokonya di Glodok musnah dibakar. Selama dua minggu, kami tidak diperboleh­kan keluar rumah. Saat akhirnya saya dan adik diizinkan pergi ke minimarket, kami diteriaki pemuda sekitar yang mengancam akan memperkosa kami. Selama dua bulan berikutnya, saya hidup dalam teror dan rasa takut.

Melewati perjalanan hidup yang cukup ”terjal”, apa yang membuat Jenny tetap tangguh?

Saya tidak punya pilihan selain menjadi tangguh. Tangguh atau runtuh, hanya itu pilihannya. Saya memilih yang pertama. Jenny melihat ibu mengalami kekerasan dalam rumah tangga. Apakah hal itu mendorong Jenny menginisia­si penggalang­an dana untuk korban KDRT di Bali?

Hanya salah satu pendorong. KDRT di Indonesia bagaikan wabah penyakit yang banyak sekali terjadi, tapi jarang sekali disoroti. Saya ingin berdiri bersama para perempuan Indonesia untuk meningkatk­an kesadaran terhadap situasi itu. Apakah sampai sekarang masih merasakan kesulitan menjadi seorang Tionghoa di Indonesia?

Masih, bahkan memburuk selama 1–2 tahun terakhir. Sebelum Pilkada Jakarta tahun lalu, saya beberapa kali menerima ancaman perkosaan, penculikan, bahkan pembunuhan via media sosial. Ancaman kosong, memang, namun tetap ancaman.

 ?? FOTO-FOTO: JENNY JUSUF FOR JAWA POS ?? KEBANGGAAN: Jenny Jusuf dengan tiga penghargaa­n di bidang penulis skenario film.
FOTO-FOTO: JENNY JUSUF FOR JAWA POS KEBANGGAAN: Jenny Jusuf dengan tiga penghargaa­n di bidang penulis skenario film.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia