Jawa Pos

Sembuhkan Penyakit dan Gangguan Ilmu Hitam

Biaya Pengobatan Melejit, Penduduk Yaman Beralih ke Herbal

-

Perang, perebutan kekuasaan, dan blokade membuat pemerintah­an di Yaman lumpuh. Harga bahan pangan dan obat-obatan meroket. Tak mampu menjangkau, kini penduduk yang sakit beralih ke pengobatan herbal.

MOHAMMED Saif pasrah. Pria 40 tahun itu menderita iritasi di usus besarnya. Selama ini dia menjalani pengobatan di rumah sakit dan diberi antikoline­rgik. Tapi, semakin lama biaya perawatan ke dokter dan obat-obatan kian mahal.

Tak mampu membayar, tahun lalu dia akhirnya beralih ke pengobatan herbal. Dokter sudah memperinga­tkan bahwa pengobatan tersebut tidak efektif untuk menyembuhk­an penyakitny­a, pun tidak aman. Namun, Saif tak punya pilihan lain.

’’Saya tidak mampu membayar biaya dokter dan tidak ada seorang pun yang membantu biaya berobat saya,’’ terangnya sebagaiman­a dilansir Al Jazeera.

Saif adalah pencari nafkah tunggal di keluargany­a. Dia harus membiayai empat orang lainnya. Selama setahun mengonsums­i obat herbal, dia merasa baikbaik saja meski penyakitny­a tak sembuh sepenuhnya.

Saif bukan satu-satunya penduduk Yaman yang beralih ke pengobatan tradisiona­l. Sejak perang berkecamuk di negara itu pada Maret 2015, perekonomi­an penduduk terpuruk.

Bom yang dijatuhkan pasukan koalisi pimpinan Arab Saudi meluluhlan­takkan negara tersebut. Serangan balik dari pemberonta­k Houthi juga tak kalah brutalnya. Setidaknya nyawa 10 ribu penduduk sipil terenggut.

’’Mereka yang selamat biasanya mendapatka­n luka fisik dan psikologis seumur hidupnya,’’ ujar Meritxell Relano, perwakilan UNICEF di Yaman.

Blokade yang dilakukan Saudi kian memperpara­h situasi. Bantuan dari berbagai lembaga kemanusiaa­n tidak bisa masuk ke wilayah yang dikuasai Houthi. Padahal, di dalamnya ada 18 juta penduduk Yaman dan mereka kekurangan pangan. Banyak di antaranya yang kelaparan. Wabah kolera juga menjamur di manamana. Versi Komite Palang Merah (ICRC), jumlah penderita kolera mencapai 1 juta orang. Penyakit difteri juga mulai bermuncula­n.

PBB menyebut kejadian di Yaman sebagai krisis kemanusiaa­n terburuk di dunia. Makanan dan obat menjadi barang yang luar biasa langka. Kalaupun ada, harganya meroket. Rata-rata kenaikan obat mencapai 300 persen.

Sistem kesehatan di Yaman dalam kondisi genting. Saat ini hanya 45 persen fasilitas kesehatan yang masih berdiri. Itu pun pelayanann­ya terbatas. Sisanya rata dengan tanah karena serangan udara.

Nasib para dokter dan tenaga medis juga tak kalah tragis. Mereka tak lagi menerima gaji setelah pemerintah memindahka­n Bank Sentral dari Sanaa ke Aden pada akhir 2016 lalu, tepatnya ketika Houthi menguasai sebagian besar Sanaa. Sekitar 1,2 juta PNS mengalami nasib serupa.

Kondisi tersebut membawa ’’rezeki’’ bagi orang-orang yang membuka pengobatan tradisiona­l. Kian hari pasien mereka kian banyak. Antrean selalu mengular dan tak pernah sepi. Pemerintah abai dan tak pernah melakukan pengawasan. Siapa saja yang merasa mampu bisa membuka pengobatan herbal.

’’Orang-orang berdatanga­n dengan keluhan penyakit kulit. Saya memberikan mereka salep, sirup, maupun bubuk herbal dan hasilnya positif,’’ klaim Ahmed Al Sarori, salah seorang pemilik pusat kesehatan alternatif di Sanaa.

Dia mengaku juga memberikan pengobatan untuk orang-orang yang terkena ilmu hitam. Caranya, membaca ayat-ayat Alquran atau yang kerap disebut dengan rukyah.

Para dokter tentu saja tidak mendukung pengobatan alternatif itu. Naser Al Salahi, salah seorang dokter di Sanaa, mengungkap­kan bahwa untuk beberapa kasus pengobatan herbal memang memiliki dampak positif. Namun, yang jadi masalah adalah orang yang memberikan obat kerap tak memiliki ilmu kesehatan.

 ?? KHALED ABDULLAH /REUTERS ?? NESTAPA PASIEN: Seorang anak penderita kanker dirawat di sebuah rumah sakit di Sanaa, Yaman, 4 Februari lalu. Karena konflik, penanganan kesehatan di negara itu terhambat.
KHALED ABDULLAH /REUTERS NESTAPA PASIEN: Seorang anak penderita kanker dirawat di sebuah rumah sakit di Sanaa, Yaman, 4 Februari lalu. Karena konflik, penanganan kesehatan di negara itu terhambat.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia