Konsumsi Tidak Tumbuh Signifikan
Konsumsi rumah tangga mengalami stagnasi. Meski begitu, kontribusinya tetap paling besar terhadap PDB. Pekerjaan rumah pemerintah adalah melindungi daya beli masyarakat.
JAKARTA – Pertumbuhan konsumsi rumah tangga masih menjadi penggerak ekonomi tahun ini. Namun, pertumbuhannya diperkirakan tidak signifikan.
Tahun lalu konsumsi rumah tangga tumbuh di bawah 5 persen, tepatnya 4,95 persen secara year-on-year (yoy). Angka tersebut melambat dari capaian pada 2016 sebesar 5,01 persen. Dengan pertumbuhan konsumsi 4,95 persen, pertumbuhan ekonomi 2017 tercatat 5,07 persen. Naik tipis dari pertumbuhan ekonomi 2016 sebesar 5,03 persen.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus D.W. Martowardojo memperkirakan, konsumsi rumah tangga tahun ini tumbuh 5 persen. Menurut dia, investasi pemerintah maupun swasta akan membaik meski tak sebaik peningkatan konsumsi.
’’Kalau kami lihat, investasi, baik bangunan maupun non bangunan, menunjukkan perkembangan yang baik. Tetapi, konsumsi ada di kisaran 5 persen dan tidak kami lihat meningkat secara berarti,’’ katanya.
Konsumsi rumah tangga memang mengalami stagnasi sejak tahun lalu. Jika dilihat per kuartal, pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada kuartal I 2017 tercatat 4,94 persen (yoy). Pada kuartal II, III, dan IV, konsumsi tumbuh 4,95 persen; 4,93 persen; dan 4,95 persen.
Keinginan pemerintah untuk meningkatkan investasi sebagai penggerak ekonomi memang terlihat hasilnya dari peningkatan investasi melalui sektor riil dan pasar modal. Namun, konsumsi rumah tangga punya kontribusi yang paling besar terhadap produk domestik bruto (PDB). Yakni, 56,13 persen.
’’Konsumsi rumah tangga masih stagnan di 4,9 sampai 5 persen. Pengaruh inflasi pangan dan tekanan harga minyak mentah yang tinggi dikhawatirkan memicu naiknya harga BBM dan tarif listrik,’’ ujar ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudistira Adhinegara.
Dengan pertimbangan tersebut, Indef memperkirakan bahwa pertumbuhan ekonomi tahun ini mencapai 5,1 persen. Di sisi lain, BI optimistis dapat mencapai pertumbuhan 5,5 persen.
Kepala Ekonom Bank Mandiri Anton Gunawan menyatakan, pemerintah harus mampu melindungi daya beli masyarakat dari inflasi komponen yang diatur pemerintah (administered prices). Misalnya, tarif listrik. Pemerintah juga perlu mengatasi masalah konsumsi dalam jangka pendek, terutama dari masyarakat kelas menengah.
Selama ini pemerintah sangat fokus pada masalah jangka panjang seperti infrastruktur dan bantuan modal serta belanja untuk masyarakat menengah ke bawah. ’’Untuk kelompok menengah ke bawah, mereka masih terbantu dana desa dan bantuan sosial. Sementara itu, kelas menengah dengan pendapatan tetap tersebut tidak bisa mengeluarkan uang untuk memenuhi keinginannya,’’ ungkapnya.
Hal itu, lanjut dia, dapat menahan belanja masyarakat. Padahal, jumlah masyarakat kelas menengah paling mendominasi.