Uji Materi UU MD3 Tak Mudah
Ketua Langgar Kode Etik, Marwah MK Menurun
JAKARTA – Pengajuan gugatan uji materi UU MPR, DPR, DPRD, dan DPD (UU MD3) ke Mahkamah Konstitusi (MK) diprediksi bakal tidak mudah. Sebab, saat ini lembaga di bawah pimpinan Arief Hidayat itu juga sedang bermasalah. Arief terbukti dua kali melanggar kode etik dan kini sedang didesak mengundurkan diri.
Ketua Pusat Studi Hukum dan Hak Asasi Manusia (Pusham) Herlambang P. Wiratraman menuturkan, faktor pelanggaran etik dua kali oleh Ketua MK Arief Hidayat itu jelas sangat memengaruhi publik. Selain itu, publik menyoroti kinerja MK dari putusan terkait hak angket DPR terhadap KPK lantaran dianggap melemahkan independensi KPK.
”Diperkenankannya hak angket DPR justru membiarkan intervensi lembaga legislatif kepada KPK. Putusan itu juga memengaruhi pandangan publik atas konsistensi putusan dan marwah MK,” ujar Herlambang kemarin (17/2).
Akademisi dari Fakultas Hukum Unair itu mengungkapkan, ketidakpercayaan publik pada lembaga negara justru menguatkan upaya pembangkangan sipil dalam beragam bentuk. Seruan tersebut, antara lain, dilakukan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) pada Rabu (14/2). Publik haus akan pembelajaran politik yang beradab melalui penguatan integritas moral individual pejabat publik.
Anggota Komisi III DPR Arsul Sani mengakui, pasal-pasal baru dalam UU MD3 terlalu prematur. Sebab, pendapat-pendapat ahli hukum tata negara masih satu pihak. Belum ada pembanding ahli yang didengarkan DPR. ”Paling tidak satu masa sidang lagi dengarkan ahli hukum tata negara (pembanding), dan harus dibandingkan,” tuturnya kemarin.
Yang menuai kontroversi, salah satunya, adalah pasal 73 ayat (3). Disebutkan, DPR bisa melakukan panggilan paksa dengan bantuan polisi terhadap pihak yang dipanggil tiga kali berturutturut tidak hadir tanpa alasan jelas.
Putusan itu juga memengaruhi pandangan publik atas konsistensi putusan dan marwah MK.” HERLAMBANG P.W. Ketua Pusham