Bangun Boezem Butuh Dana Besar
Pemkot Maksimalkan Fungsi Tambak
SURABAYA – Ketua Kelompok Kajian Bencana ITS Amien Widodo telah menyarankan pemkot untuk membangun boezem sepanjang belasan kilometer di kawasan pantai timur Surabaya (pamurbaya). Tujuannya, air laut bisa ditahan tak sampai ke tengah kota. Pemkot pun telah meresponsnya. Namun, hal itu tidak bisa direalisasikan dalam waktu dekat.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya Agus Imam Sonhaji menerangkan, barrier atau pembatas dalam bentuk boezem memang dibutuhkan. Air asin bakal tertahan di barrier yang berisi tampungan air hujan tersebut. Namun, realisasi pembangunannya bakal membutuhkan dana triliunan rupiah. Sebab, pamurbaya melintang hingga 16 kilometer lebih. ”Uangnya saat ini diprioritaskan untuk JLLB (jalan lingkar luar barat), JLLT (jalan lingkar luar timur), dan MERR (middle east ring road),” jelas Agus kemarin (17/2). Pemkot memang menganggarkan pengadaan lahan untuk pamurbaya. Namun, prioritas pembebasan saat ini bukan untuk membangun boezem itu.
Terdapat ratusan rumah di kawasan lindung tersebut. Tersebar di Gunung Anyar Tambak dan Medokan Ayu. Butuh anggaran besar untuk membebaskan rumah-rumah itu.
Karena pembangunan boezem tak bisa terlaksana dalam waktu dekat, pemkot pun menggariskan bahwa wilayah pertambakan tak boleh dialihfungsikan. Menurut alumnus ITS itu, wilayah pertambakan tersebut memiliki fungsi yang sama dengan barrier yang diusulkan. Sebab, setiap kali hujan turun, 2.500 hektare lahan pertambakan itu terisi air tawar.
Agus menerangkan bahwa saat ini pemkot juga memercayakan pelayanan PDAM kepada Dirut baru Mujiaman Sukirno. Meski belum setahun menjabat, Mujiaman telah menjanjikan seluruh wilayah Surabaya bakal teraliri PDAM. Tidak hanya memperbanyak jaringan, PDAM juga menambah tekanan agar air mengalir selama 24 jam. ”Jika semua pakai air PDAM, penggunaan air dalam tanah bisa ditekan,” jelasnya.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Surabaya Musdiq Ali Suhudi mengungkapkan, pemkot telah bersurat ke Pemprov Jatim bulan lalu. Isinya, izin pengambilan air bawah tanah tidak dikeluarkan untuk Surabaya. ”Kami masih menunggu balasannya. Sebab, dulu itu ada di kewenangan kami. Sekarang pindah ke provinsi,” jelasnya.
Pemkot tak lagi mengejar pendapatan pajak air bawah tanah sejak 2014. Saat itu ada seribu lebih perusahaan yang mengambil air bawah tanah. Namun, tahun lalu izin tersebut beralih dari DLH Surabaya ke Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Jatim.
Musdiq menambahkan, kawasan utara juga perlu diselamatkan dari intrusi air laut. Namun, penanganan wilayah utara berbeda dengan timur. Sebab, secara topografi, wilayah pesisir pantai tersebut berbeda. ”Di kawasan utara lebih banyak pembuatan sumur resapan dan mengintensifkan tanaman mangrovenya,” jelasnya.