Kontribusi Pesta Politik
Genderang pesta demokrasi 2019 resmi ditabuh. Penetapan calon peserta sudah diikuti pengundian nomor urut. Partai-partai politik pun dipastikan akan menggeber sosialisasi nomor urut dan mulai memanasi mesin politik masing-masing.
Peta kekuatan partai politik bisa diraba melalui hasil berbagai survei yang sudah dirilis. Pemilu 2019 kian menarik karena untuk kali pertama pemilu legislatif dan pemilu presiden dilaksanakan serentak.
PDIP, Partai Golkar, dan Partai Gerindra diproyeksikan masih menjadi tiga kekuatan terbesar politik nasional. Sementara itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto diprediksi kembali beradu kuat dalam pilpres.
Peta politik memang menarik. Namun, yang tak kalah penting dicermati adalah dampak pesta politik terhadap ekonomi. Politik dan ekonomi memang dua hal yang saling berkorelasi.
Kita semua tentu berharap korelasi yang dihasilkan bersifat positif. Secara teori, mesin politik yang sudah digerakkan mulai saat ini akan ikut mendorong perputaran ekonomi lebih kencang.
Catatan historis menunjukkan, pemilu bisa menyumbang pertumbuhan ekonomi 0,1–0,3 persen. Kontribusi itu muncul dari perputaran aktivitas konsumsi. Mulai belanja kampanye sampai belanja pemerintah yang cenderung menyasar target yang lebih besar. Misalnya, peningkatan jumlah penerima bantuan sosial.
Dengan begitu, ragam belanja tersebut diharapkan bisa mendorong kembali daya beli masyarakat yang sempat melemah. Jika daya beli bisa dibenahi, kontribusinya pada pertumbuhan ekonomi bakal kian terasa.
Namun, risiko tentu tetap membayangi. Gerak mesin politik yang ’’terlalu panas’’ berpotensi membuat gerah pelaku ekonomi. Kata-kata ’’wait and see’’ merupakan mantra yang mesti dihindari. Aktivitas ekonomi dan investasi harus terus berjalan di tengah ingar-bingar pesta demokrasi.
Karena itu, pemerintah harus memitigasi risiko tersebut. Pesta demokrasi ini harus berjalan dengan semarak, tetapi tetap sejuk. Kuncinya adalah kedewasaan dan kenegarawanan dalam berpolitik.
Pertanyaannya, mungkinkah kedewasaan dan kenegarawanan tersebut benar-benar muncul? Itulah yang harus kita dorong dan upayakan bersama.