Pengembang Rumah Subsidi Dituntut Kualitas
SURABAYA – Kebijakan penyederhanaan perizinan pembangunan rumah masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dinilai pengembang tidak sejalan dengan regulasi baru yang juga dikeluarkan. Peraturan baru tersebut terutama menuntut pengembang rumah subsidi untuk meningkatkan kualitas bangunan.
Ketua Asosiasi Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Jatim Soepratno menyatakan, tahun ini pengembang rumah subsidi diwajibkan menggunakan bahan bangunan besi berdiameter 10 mm. Sebelumnya, pengembang masih bisa menggunakan besi dengan diameter 6 mm dan 8 mm.
’’Kami sempat khawatir karena ada rumah produksi 2017 yang proses realisasi bank mundur menjadi tahun ini,’’ ujarnya kemarin. Namun, pengembang yang mengalami hal itu diberi kelonggaran dengan tidak mengikuti aturan terbaru soal pemakaian besi. Syaratnya menandatangani surat pernyataan tentang kualitas bangunan rumah.
Berdasar kalkulasi pengembang MBR, selisih harga pemakaian besi diameter 10 mm masih sesuai dengan harga jual rumah yang dipatok pemerintah. ’’Sebenarnya, kalau pakai besi dengan diameter di bawah itu, masih bisa. Karena rumah subsidi ini memiliki konsep rumah tumbuh,’’ ungkapnya. Namun, hal itu juga berpengaruh terhadap keuntungan yang didapat pengembang.
Karena itu, dia meminta pemerintah bisa menyesuaikan harga rumah lima tahun mendatang mulai 2019. Sebagaimana diketahui, kebijakan harga rumah subsidi lima tahun lalu berakhir pada 2018. Dengan demikian, pemerintah harus menyusun regulasi baru.
’’Di beberapa daerah, patokan harga rumah subsidi sudah tidak relevan. Harapan kami, pemerintah memperhitungkan itu,’’ jelasnya. Meski begitu, ada beberapa regulasi juga yang dinilai menguntungkan pengembang. Yakni, pembebasan PPN 10 persen dan pemangkasan PPh final dari 2,5 persen menjadi 1 persen.