Imunoterapi untuk Atasi Alergi
Rangsang Tubuh Kebal terhadap Alergen
SURABAYA – Alergi menjadi sebuah kondisi yang umum dialami setiap orang. Terutama mereka yang masih anak-anak. Reaksi tersebut muncul saat sistem kekebalan tubuh bereaksi terhadap benda atau zat asing yang masuk ke tubuh. Misalnya, makanan, debu, atau bulu hewan peliharaan. Jika salah penanganan, alergi membahayakan nyawa. Apalagi, alerginya banyak sebagaimana yang dialami Selfi Anindya Nur’aini.
Bocah asal Tulungagung itu memiliki multiple alergi. Artinya, dia alergi terhadap banyak hal. ’’Dulu awalnya ketahuan dia punya alergi saat usianya 2 tahun,’’ ujar sang ibu, Nur Siami. Kala itu Selfi yang baru berusia 2 tahun terluka dan harus mendapatkan jahitan. Saat dokter memasukkan obat, muncul reaksi alergi di tubuhnya. Tiga tahun kemudian Selfi mengalami patah tulang. Lagi-lagi, obat yang diberikan menimbulkan reaksi tidak biasa di tubuh kecilnya.
Tampaknya, bocah kelahiran 28 Mei 2010 itu sempat mengalami gejala alergi sejak kecil. ’’Dulu, bagian pantatnya sering ada luka bekas garukan. Tetapi, waktu itu dokter tidak menyebutkan bahwa luka tersebut akibat alergi,’’ lanjutnya. Selain itu, Selfi alergi terhadap debu. Jadi, dia harus mengenakan penutup tubuh dan wajah agar tidak muncul reaksi yang tidak diinginkan.
Setiap mengonsumsi obat, luka Selfi sembuh, tetapi akan kambuh lagi jika obatnya habis. Kejadian itu terus berulang. Bahkan, Selfi juga alergi terhadap parasetamol dan ibuprofen, dua obat yang biasa dimiliki ibu-ibu untuk penanganan pertama jika anaknya mengalami demam. Bagi Selfi, mengonsumsi satu di antara dua obat itu bisa membuat bocah 7 tahun tersebut terkena shock anafilaksis, kegagalan sirkulasi darah.
’’Sempat waktu itu dokter terpaksa memberikan parasetamol untuk menurunkan panasnya. Soalnya, kalau gak diturunkan, anak bisa kejang,’’ papar Nur. Dia pun diminta menandatangani surat pernyataan. Sebab, pemberian parasetamol itu juga dibarengi pemberian antihistamin sebagai penyeimbang. Efek sampingnya bisa mengenai organ, bahkan meninggal.
Karena sering keluar masuk rumah sakit, Selfi dirujuk ke RSUD dr Soetomo pada Maret 2017. Di sana dia menjalani beberapa tes. Hasilnya, dia mengalami alergi yang begitu banyak. Awalnya, dia harus berangkat ke RSUD dr Soetomo seminggu sekali untuk menjalani imunoterapi. Namun, kini kondisinya semakin membaik dan hanya menjalani perawatan setiap tiga minggu sekali.
’’Alergi ini harus dicari penyebabnya. Kalau memang makanan atau debu, ya sebaiknya dihindari,’’ kata dokter Zahrah Hikmah SpA (K). Jika tergolong parah seperti kasus Selfi, bisa dilakukan imunoterapi. Dokter RSUD dr Soetomo itu menjelaskan, imunoterapi merupakan terapi dengan cara memberikan alergen sedikit demi sedikit untuk melatih sistem kekebalan tubuh. Periodenya berbeda, bergantung kasus. ’’Imunoterapi merangsang tubuh jadi lebih toleran terhadap alergen,’’ lanjutnya.
Zahrah menganjurkan orang tua agar waspada terhadap alergi pada anak. Terutama pada reaksi yang muncul setelah minum obat. Jika terjadi satu di antara banyak gejala seperti biduran, bibir bengkak, lidah bengkak, kulit melepuh, kulit menghitam, sesak, atau shock anafilaksi, anak mungkin mengalami reaksi alergi. Manifestasinya bergantung kondisi setiap orang. Kalau sudah alergi obat, jenisnya harus dihafal. Selain itu, dokter wajib mempunyai catatan yang lengkap.
Dengan menggunakan terapi tersebut, kondisi Selfi pun semakin membaik. Dia tidak lagi keluar rumah dengan mengenakan pakaian tertutup dan masker. Pertahanan tubuhnya juga membaik. ’’Alhamdulillah sekarang sudah nggak terlalu gampang sakit lagi,’’ tutur Nur.
Kalau anak pernah alergi obat, ibu harus hafal jenisnya.’’
DOKTER ZAHRAH HIKMAH SPA (K)