Persaingan Ketat di Tiga Level
Pakar politik Centre for Strategic and International Studies (CSIS)
PARTAI politik peserta Pemilu 2019 beserta nomor urutnya sudah ditentukan. Empat partai pendatang baru masuk, mencoba peruntungan dengan bersaing melawan sepuluh partai penghuni parlemen. Lantas, bagaimana peta persaingan partai pada 2019?
Jika menilik hasil survei yang banyak dirilis sejumlah lembaga kredibel, secara garis besar, peta persaingan dalam pemilihan legislatif (pileg) terbagi menjadi tiga kategori
Yakni, partai papan atas, partai papan menengah ke bawah, dan partai baru.
Di papan atas, PDIP, Partai Golkar, dan Partai Gerindra, tampaknya, akan bersaing mendapatkan posisi tiga teratas. Hampir semua lembaga survei sepakat dengan hal itu.
Meski demikian, jika menilik angka yang didapat, PDIP memiliki kans terbesar untuk kembali bercokol. Sekaligus menghapus mitos yang menyebut tidak ada partai yang berturutturut memenangi pemilu pascareformasi. Posisi sebagai partai pemerintah dan adanya sosok Presiden Jokowi memberikan efek elektoral tersendiri.
Sementara itu, Partai Golkar dan Partai Gerindra memiliki peluang yang sama kuat untuk bisa merebut posisi kedua. Terbukti, hingga saat ini, dua partai itu saling salip dalam banyak survei. Kadang Golkar unggul, kadang juga Gerindra.
Namun, meski posisi tiga besar tampak sudah sangat kukuh, kans kejutan di papan atas masih bisa terjadi. Partai Demokrat menjadi kandidat potensial untuk menyodok dominasi itu. Selain pernah memenangi Pemilu 2009 dengan suara lebih dari 20 persen, struktur yang dimiliki masih sangat kuat di daerah. Jangan lupa, ada sosok Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang kini menjadi bintang baru.
Dengan fakta tersebut, persaingan tak kalah kencangnya juga akan terjadi di level papan tengah. PKB, PAN, PKS, Nasdem, PPP, dan Hanura harus bekerja keras mencari suara untuk bisa menyodok ke lima besar. Atau setidaknya bisa melampaui parliamentary threshold untuk bisa duduk di DPR.
Lagi-lagi, jika merujuk pada berbagai hasil survei, kans enam partai tersebut relatif setara. Hal itu terindikasi dari angka elektabilitasnya yang terpaut tidak terlampau jauh. Untuk itu, siapa yang bisa mengelola isu dengan baik saat kampanye, merekalah yang akan menyodok ke posisi lima besar.
Di level partai baru sendiri, kans membuat kejutan dimiliki Partai Perindo. Terbukti, dalam banyak survei, posisinya sudah cukup diperhitungkan. Hal itu tidak terlepas dari kepemilikan media dan sosialisasi yang sudah dilakukan jauh-jauh hari.
Keberhasilan Nasdem masuk parlemen dalam kesempatan pertama pemilunya menunjukkan bahwa peran media massa tidaklah kecil. Sementara itu, posisi PSI, Berkarya, dan Garuda masih berat. Butuh kerja keras untuk bisa bersaing melampaui parliamentary threshold.
Lantas, apa yang bisa mengubah peta persaingan secara signifikan? Pertama, isu korupsi. Anjloknya suara Demokrat pada Pemilu 2014 dan Golkar saat kasus Setya Novanto menunjukkan bahwa isu korupsi sangat berpengaruh. Kedua, isu pemerintahan. Jika kinerja pemerintahan positif, efek elektoral akan dinikmati partai pemerintah. Namun, jika dianggap gagal, partai oposisilah yang akan mengeruk suara.
Ketiga, personalitas kandidat. Perubahan sistem pemilu menjadi serentak antara pilpres dan pileg membuat kandidat presiden yang diusung sangat signifikan. Karena itu, munculnya calon presiden yang benar-benar baru, fresh, dan disukai sangat mungkin mengubah peta elektoral partai. Dengan waktu tersisa 14 bulan, semua masih bisa terjadi.