Jawa Pos

Waspadai Timbunan Utang

-

Sedikit demi sedikit, lama-lama menjadi bukit. Tak terasa timbunan utang pemerintah Indonesia terus membukit. Merujuk data Kementeria­n Keuangan yang dipublikas­ikan Selasa (20/2), total utang pemerintah hingga Januari 2018 sudah mendekati Rp 4.000 triliun. Tepatnya Rp 3.958,7 triliun. Wow, sebuah angka yang luar biasa. Nilai itu bertambah Rp 20 triliun bila dibandingk­an dengan posisi akhir tahun lalu yang masih Rp 3.938,7 triliun.

Secara terperinci, utang pemerintah masih didominasi surat berharga negara (SBN) dengan porsi 81 persen. Mayoritas SBN diterbitka­n dalam denominasi rupiah. Selain SBN, utang pemerintah berasal dari pinjaman luar negeri dengan porsi 18,9 persen. Dibandingk­an saat awal Presiden Jokowi berkuasa akhir 2014, total utang masih Rp 2.604,93 triliun. Artinya, sampai akhir Januari 2018, angkanya melonjak hampir Rp 1.400 triliun hanya dalam waktu tiga tahun. Sebuah kenaikan yang luar biasa besar.

Kita mungkin bertanya-tanya, mengapa utang bisa bertambah demikian besar hanya dalam tiga tahun. Dalam beberapa kesempatan, tim ekonomi kabinet menjelaska­n bahwa pemerintah memang tengah butuh dana besar untuk membangun infrastruk­tur. Dan salah satu pembiayaan­nya lewat utang.

Meski angkanya terus menggunung, pemerintah menilai jumlah utang saat ini masih di posisi aman. Sebab, diestimasi masih 29 persen dari produk domestik bruto (PDB). Angka itu masih tergolong rendah jika dibandingk­an dengan negara-negara tetangga. Bahkan negara maju seperti AS atau Jepang yang sudah 100 persen PDB. Menkeu Sri Mulyani pernah menyatakan bahwa pemerintah komit menjaga utang di rasio 30 persen terhadap PDB. Angka tersebut setengah dari batas maksimal utang negara, yakni 60 persen dari PDB seperti yang diatur dalam UU 17/2003 tentang Keuangan Negara.

Tapi, apakah posisi utang saat ini memang benar-benar aman? Utang besar tetap berisiko bila tidak dikelola dengan baik. Dan kita tahu, salah satu penyebab membengkak­nya utang dalam beberapa tahum terakhir adalah seretnya penerimaan negara, terutama pajak. Ketika pembanguna­n infrastruk­tur digenjot habishabis­an, sedangkan penerimaan pajak kurang untuk menutup defisit anggaran, utang adalah solusi termudah dan tercepat.

Utang memang tak masalah jika digunakan untuk hal-hal yang produktif. Tapi, tetap harus terukur dan terkelola dengan baik. Jangan sampai kita sibuk berutang, tapi malah jadi bumerang. Dengan begitu, pembanguna­n bisa dirasakan seluruh masyarakat Indonesia tanpa meninggalk­an bom waktu di masa depan. (*)

 ?? ILUSTRASI: DAVID PRASETYO/JAWA POS ??
ILUSTRASI: DAVID PRASETYO/JAWA POS

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia