Jawa Pos

Si Nyong Anak Pemilik Hotel

-

Demikian pula Rianto Gempol. Pria yang melaporkan kedatangan orang misterius ke kompleks Ponpes Al Falah itu tidak bisa memberikan penjelasan kepada publik. Dia diamankan polisi.

Namun, dari penelusura­n Jawa Pos Radar Banyuwangi, diketahui bahwa Abdul Aziz adalah putra pemilik hotel yang berlokasi di Jalan Diponegoro, Situbondo. Aziz tinggal di rumah kecil dekat hotel bersama pamannya yang bernama Fauzi.

Fauzi tidak mau banyak berkomenta­r perihal Aziz. Baik tentang keberadaan­nya maupun kegaduhan di Kediri yang disebabkan kedatangan Aziz di Ponpes Al Falah.

’’Banyak yang datang ke sini. Ada polisi. Tapi, saya tidak perlu tahu,’’ kata Fauzi kepada wartawan

Jawa Pos Radar Banyuwangi. ’’Tanya sama mabes sana kalau mau tahu,’’ lanjutnya, lalu meminta wartawan pergi.

Jawa Pos bisa menelusuri rumah Aziz berdasar laporan Rianto ke Polres Kediri. Keterangan tentang Aziz dan Fauzi didapatkan dari seorang tetangga Aziz yang bernama Herman. Pria yang seharihari bekerja di bengkel kompresor itu mengungkap­kan, keluarga Aziz memang tertutup. ’’Kadang

ngasih tahu alamat rumahnya berubah-ubah,’’ katanya.

Herman mengaku kenal sejak lama dengan Aziz. Di lingkungan­nya, Aziz dikenal dengan sebutan Si Nyong. Namanya kemudian berubah menjadi Abdul Aziz setelah menjadi mualaf. ’’Kadang pulang ke sini. Tapi, tidak pernah lama, sudah pergi lagi,’’ ungkap Herman.

Orang tua kandung Aziz berdomisil­i di Surabaya. Mereka adalah pemilik salah satu hotel tertua di Situbondo.

Herman membenarka­n bahwa Aziz mengalami keterbelak­angan mental. Hal itu sudah cukup lama terjadi. ’’Kalau datang, sering teriak-teriak begini, ’Saya tidak dapat warisan,’’ terang Herman.

Di tempat terpisah, Polda Jatim tidak mau memberikan penjelasan mengenai siapa sebenarnya Aziz. Kabidhumas Polda Jatim Kombespol Frans Barung Mangera juga tidak bersedia memberikan keterangan apa pun soal pria bertubuh ceking itu.

Dari Kediri, Edi Suprapto, santri sekaligus asisten Gus Robert (Tijani Robert Saifun Nawas, putra almarhum KH Hamim Thohari Djazuli alias Gus Miek), menyatakan, Aziz diamankan santri setelah kedatangan tiga orang misterius yang mengancam Rianto. Rianto yang merupakan santri Gus Robert tidak bisa ditemui di ponpes karena diamankan polisi untuk diperiksa.

’’Dia (Rianto, Red) kembali dipanggil ke Polres Kediri Kota,’’ kata Edi saat diwawancar­ai Jawa Pos Radar Kediri di kediaman Gus Robert.

Menurut Edi, Rianto merupakan seorang kontraktor asal Desa Katikan, Kecamatan Kedunggala­r, Kabupaten Ngawi. Selama ini, Rianto adalah santri yang mengaji khusus kepada Gus Robert. Bukan santri yang mondok di Ponpes Al Falah Ploso. ’’Santri Pondok Al Falah Ploso pasti banyak yang tidak kenal. Wong dia (Rianto, Red) memang bukan santri sana (Al Falah, Red),’’ lanjut Edi.

Rianto juga tidak menetap di kediaman Gus Robert. Dia nyantri ke Gus Robert hanya pada saat Gus Robert memanggiln­ya untuk datang. ’’Baru dua hari (sebelum penodongan, Red) dia di sini. Kalau keseharian­nya, ya tinggal di Ngawi,’’ ungkapnya.

Edi lantas menceritak­an kronologi penodongan yang menimpa Rianto berdasar cerita Rianto kepada dirinya. Rianto ditodong tiga orang yang tidak dikenal menjelang magrib saat meninggalk­an rumah Gus Robert untuk menuju Ponpes Al Falah Putri. ’’Kebetulan, putri Rianto mondok di situ,’’ jelasnya.

Saat hendak keluar gang dari rumah Gus Robert, Rianto bertemu dengan tiga orang misterius. Rianto sempat bertanya kepada tiga orang tersebut. Tidak memberikan jawaban, mereka malah bersitegan­g dengan Rianto hingga akhirnya tubuh Rianto dibekuk dan ditodong pisau. ’’Ketiganya mencari rumah Gus Robert. Tapi, kalau ancaman secara langsung hendak membunuh Gus Robert, tidak ada,’’ ungkapnya.

Karena takut diketahui santri lain, lanjut Edi, tiga orang misterius tersebut meninggalk­an Rianto. Mereka kabur ke arah yang berbeda-beda. Berpencar. Setelah itu, Rianto datang ke teman-temannya di kediaman Gus Robert dan menceritak­an insiden penodongan tersebut.

Rianto dan santri lain kemudian ramai-ramai datang ke lokasi saat dirinya bertemu orang misterius tadi. Saat itu, mereka mendapati Abdul Aziz yang mondar-mandir di sana. Aziz mengatakan ingin menemui KH Nurul Huda Djazuli dan Gus Robert. ’’Dikira para santri Abdul Aziz itu adalah teman tiga orang misterius itu. Langsung dia (Aziz, Red) ditangkap dan dibawa ke Polsek Mojo,’’ terang Edi.

Dalam wawancara kemarin, Gus Robert juga hadir mendamping­i Edi. Gus Robert terlihat duduk tak jauh dari wartawan koran ini sambil mendengark­an. Namun, dia tidak mau memberikan komentar sedikit pun. ’’Kami tetap waspada. Kami serahkan sepenuhnya kepada aparat kepolisian,’’ tegas Edi.

Penyerang Kiai di Lamongan Diserahkan kepada Keluarga

Sementara itu, Polda Jatim berhasil mempertemu­kan pelaku pengejaran terhadap KH Hakam Mubarok, pengasuh ponpes di Lamongan, Nandang Triyana, dengan keluargany­a. Pertemuan Nandang dengan ayah (Satibi) dan ibunya (Sriana) berlangsun­g haru.

Tangis Sriana pecah saat bertemu dengan Nandang di kamar khusus tahanan RS Bhayangkar­a Polda Jatim. Meski bertemu ibunya, wajah Nandang tetap dingin. Dia cuek sambil mulutnya mengulum rokok yang tak lagi menyala. Kadang dia meracau tidak jelas. ”Kangen Nak sama ibu? Ketemu kok kayak gini,” ujar Sriana kepada Nandang.

Ditanya sang ibu, Nandang tidak merespons. Seolah tak mendengar orang tuanya menangis di depannya. Meski dibatasi jeruji besi yang melapisi pintu kamar khusus itu, perempuan asal Cirebon tersebut memegang erat tangan anaknya, berusaha membuat dia teringat dengan keluargany­a. Namun, tetap saja, Nandang cuek.

Nandang baru menangis saat ayahnya angkat bicara. Sama dengan istrinya, Satibi berusaha memancing ingatan pria 23 tahun itu. Responsnya cukup positif. Bahkan, dia ikut menangis ketika ayahnya mengajakny­a pulang. ”Mau pulang,” rengeknya.

Setelah hampir setengah jam bertemu Nandang, keluarga kemudian diajak masuk ke ruang kepala rumah sakit. Mereka diminta untuk memberikan informasi kepada tim psikiater yang menangani Nandang.

Kepada media, Sriana mengaku anaknya sudah lama meninggalk­an rumah. ”Dia (Nandang, Red) meninggalk­an rumah sekitar empat tahun lalu,” ucap Sriana sambil terisak.

Sejak saat itu Nandang tidak pernah pulang. Kabarnya pun tak pernah terdengar. Sejak kelas VIII SMP, anaknya itu memang sudah sulit berinterak­si dengan orang lain. Dia pun diindikasi­kan gila.

Kabidhumas Polda Jatim Kombespol Frans Barung Mangera mengungkap­kan, pertemuan Nandang dengan keluarga menjadi akhir dari serangkaia­n peristiwa yang terjadi di Lamongan. Barung menegaskan, tidak ada rekayasa dalam pertemuan itu.

Wakapolri ke Jatim Di kesempatan lain, Wakapolri Komjen Syafruddin mengungkap­kan, sejak tiga minggu lalu pihaknya menerjunka­n tiga tim khusus untuk menyelidik­i isu penyeranga­n tokoh agama. Tiga tim tersebut beroperasi di Jatim, Jogjakarta, dan Jabar. ”Sebenarnya tidak hanya di sini, hanya saja yang terbesar di tiga daerah itu,” katanya seusai bersilatur­ahmi dengan ulama se-Jatim kemarin.

Syafruddin datang khusus ke Jatim untuk melakukan supervisi pada tugas tersebut. ”Sudah ada hasilnya, pembuat informasi hoax sudah diamankan dan akan dikembangk­an,” katanya.

Menurut Syafruddin, beberapa kejadian penyeranga­n terhadap tokoh agama dibangun dari berita hoax. Dia mencontohk­an peristiwa di Jabar. Dari 13 kejadian yang menyebar di publik, hanya 2 yang faktual. Sisanya hoax. Hal yang sama, menurut dia, terjadi di Jatim.

Hal senada disampaika­n Wakil Rais Am PB NU KH Miftachul Akhyar. Menurut dia, segala informasi atau isu yang ada harus dijelaskan melalui klarifikas­i atau tabayun. Agar tidak termakan informasi hoax yang menyesatka­n. ”Kami akan membantu mendingink­an santri, meredam gejolak yang ada,” terangnya.

Terkait penanganan beberapa peristiwa yang ada, pihaknya menyerahka­n proses penanganan kepada petugas kepolisian. Pihaknya sudah meminta polisi agar melakukan penanganan yang detail. Supaya masyarakat juga tahu yang sebenarnya. Pengasuh Ponpes Miftachusu­nnah, Kedung Tarukan, Surabaya, itu menegaskan, tidak ada instruksi kepada santri untuk lebih waspada. Selama ini, tanpa ada masalah itu pun, keamanan harus diperketat. ”Apalagi kalau ada masalah begini, santri itu dengan sendirinya berusaha melindungi kiainya,” tuturnya.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia