Aziz Ternyata Tidak Gila
Rianto Masih Belum Pulang
SURABAYA – Abdul Aziz alias Si Nyong, pria yang diamankan di kompleks Ponpes Al Falah Ploso, Kediri, Senin (19/2), ternyata tidak gila. Kesimpulan itu didasarkan pada pemeriksaan tim dokter Polda Jatim dalam dua hari terakhir di Rumah Sakit Bhayangkara Surabaya. Kemarin (22/2) Aziz dibawa lagi ke Kediri untuk keperluan pengembangan pengusutan perkara.
’’Normal dia (Aziz), tidak gila,’’ kata Kabidhumas Polda Jatim Kombespol Frans Barung Mangera di Mapolda Jatim kemarin
Normal dia (Aziz), tidak gila.’’ KOMBES FRANS BARUNG MANGERA Kabidhumas Polda Jatim
Tidak banyak informasi yang dibagikan Polda Jatim soal perkembangan penyelidikan kasus di Ponpes Al Falah. Kapolda Jatim Irjen Pol Machfud Arifin mengungkapkan bahwa pihaknya masih berusaha merekonstruksi kasus tersebut. Rencananya, keluarga Aziz dikirim juga ke Kediri. Machfud berharap masyarakat bisa tenang. ”Itu (kasus Aziz, Red) sudah terang sebenarnya,” ucapnya.
Dokter spesialis kejiwaan Prof Dr dr Hanafi Muljohardjono SpS SpKJ(K) yang menangani Aziz menjelaskan, pria bertubuh ceking itu hanya mengalami halusinasi. Ketika dokter bertanya kepada dia soal tujuannya ke Kediri, Aziz menjawab dengan jelas. ”Dia cuma ingin bertemu dengan orang yang disebutnya guru Gus Robert,” terangnya.
Hasil observasi Aziz tersebut berbeda dengan Nandang Triyana yang ditangkap saat menyerang pengasuh ponpes di Lamongan. Pria asal Cirebon itu dinyatakan gila dan telah dipertemukan dengan keluarganya pada Rabu (21/2).
Aziz diamankan santri Gus Robert (Tijani Robert Saifun Nawas, putra almarhum KH Hamim Thohari Djazuli alias Gus Miek, pengasuh Ponpes Al Falah) karena mondar-mandir di dekat ponpes pada Senin sore lalu. Dari penuturan asisten Gus Robert, Aziz ditangkap beberapa saat setelah Rianto Gempol, salah seorang santri, diancam tiga orang misterius yang mencari rumah Gus Robert.
Pengakuan Rianto, kontraktor asal Ngawi, tentang adanya tiga orang misterius dalam peristiwa Senin sore itu membuat kejadian di Ponpes Al Falah tersebut menjadi perhatian publik. Apakah benar ada upaya-upaya untuk meneror kiai ataukah setting-an lain.
Sampai kemarin, Rianto belum pulang ke rumahnya di Ngawi. Dari laporan Jawa Pos Radar Ngawi, Isti Faiyah, istri Rianto, mengungkapkan bahwa suaminya sempat menelepon. Kepada istrinya, Rianto menyatakan masih akan berada di Kediri beberapa hari lagi untuk menyelesaikan urusan dengan Gus Robert. ”Bapak sudah menelepon pagi tadi. Kabarnya sehat-sehat saja,” kata Isti kemarin.
Setelah peristiwa di Kediri tersebut, Isti sempat meninggalkan rumahnya di Desa Katikan, Kecamatan Kedunggalar, Ngawi. Dia mengungsi ke rumah kerabat. Setelah mendapat telepon dari suaminya, dia kembali ke rumahnya.
PP Pagar Nusa Amankan Kiai Sementara itu, Ketua Pimpinan Pusat (PP) Pagar Nusa Nabil Haroen meyakini, serangan dan gangguan tersebut merupakan ulah pihak-pihak tertentu. ”Saya yakin seribu persen ada yang menggoreng isu menjelang pesta politik,” ungkapnya.
Para ulama yang dijadikan sa- saran teror bermotif politik, menurut Nabil, bukanlah hal baru. Para kiai NU, misalnya, telah mengalaminya pada 1965 saat bergesekan dengan PKI dan Orde Baru pada 1998. ”Makanya mau digoreng seperti apa, kami tidak akan tergoreng (terpancing, Red),” tegasnya.
Nabil memastikan bahwa para kiai tetap aman. Pagar Nusa telah memiliki mekanisme pengamanan khusus. ”Pengamanan kami melekat dan tertutup,” ucapnya.
Saat ini seluruh Pagar Nusa di seluruh tingkat telah diperintah untuk meningkatkan kewaspadaan. Namun, selama tidak ada perintah khusus dari kiai, kata Nabil, mereka tidak akan bergerak.
Dia juga optimistis anggotanya tidak akan kecolongan. Pengurus Pagar Nusa tetap menjalin silaturahmi dengan ulama di daerah masing-masing. Informasi soal situasi di sekeliling kiai juga terus di-update, baik dari internal maupun kerja sama dengan aparat. ”Jadi, kami pasti tahu apa yang terjadi,” katanya.
Soal gangguan terhadap keluarga Ponpes Al Falah pada Senin lalu, Nabil mengklaim sudah mendapat kabar sebelum gangguan terjadi.
Peminta Sumbangan Ganggu Ustad di Bekasi Gangguan yang kemudian menjurus menjadi teror kembali muncul. Di wilayah Tambun Utara, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, warga sekitar Pesantren Tarbiyatul Khoir dikejutkan oleh orang yang dicurigai akan menyerang ustad sekaligus pemimpin pesantren, RD, pada Rabu (21/2). Petugas kepolisian yang telah mengamankan pelaku terduga orang gila justru menemukan fakta mengejutkan.
’’Pelaku MWF bukan orang gila. Dia tengah melakukan penipuan berkedok mualaf yang meminta sumbangan ke masjid-masjid,’’ kata Kapolsek Tambun Kompol Rahmat Sujatmiko di Mapolres Metro Bekasi kemarin (22/2).
Dia membantah bahwa MWF merupakan orang gila yang tengah mengincar ustad di Bekasi. Rahmat juga membantah informasi adanya serangan terhadap ustad dengan senjata tajam yang dibawa di tas pelaku.
Rahmat menjelaskan, kemarahan warga bermula ketika MWF bersama temannya yang berinisial WN mendatangi kediaman Ustad RD di Bekasi pada pukul 09.30. Keduanya berniat ingin meminta sumbangan sebagai modal pulang menuju Pelabuhan Merak, Banten.
Pria asal Medan, Sumatera Utara, itu tiba-tiba berang lantaran tak bisa bertemu dengan sang ustad. MWF mengamuk. Para santri Tarbiyatul Khoir pun meresponsnya.
’’Santri tidak terima. Pelaku tidak sempat melakukan kekerasan ke ustad, hanya menggerutu karena tidak bisa bertemu dan tidak mendapatkan uang sumbangan,’’ jelasnya.
Polisi yang mendatangi tempat kejadian perkara (TKP) lantas mengamankan MWF dan WN. Keduanya kemudian dimintai keterangan di Polsek Tambun. Dari pemeriksaan itu, polisi menemukan kejanggalan. Yakni, WN merupakan korban penculikan MFW pada Desember 2016.
Warga Tangerang, Banten, tersebut menjadi korban penculikan setelah dua hari kabur dari rumahnya. Keduanya bertemu di salah satu warung internet (warnet). Pelaku menculik WN dengan modus ingin memberikan pekerjaan dengan gaji yang menggiurkan. Yakni, berpura-pura menjadi seorang mualaf dengan meminta bantuan dari masjid ke masjid.