Jawa Pos

Pada 1998, Ninja Dulu, Baru Orang Gila

- Oleh CHOIRUL ANAM *)

KEKERASAN yang terjadi di sejumlah pondok pesantren (ponpes) akhir-akhir ini membawa ingatan saya ke masa dua dekade silam. Persisnya peristiwa pembantaia­n para ulama dan guru ngaji yang dituduh sebagai dukun santet

Sebab, ada sejumlah kemiripan dalam dua peristiwa tersebut.

Ketika itu, sekitar Agustus 1998, setelah reformasi, saya ditunjuk memimpin PKB Jatim untuk menghadapi Pemilu 1999. Selain itu, saya ditunjuk pak gubernur waktu itu (Imam Utomo, Red) serta ketua-ketua partai di Jatim untuk menjadi ketua forum komunikasi partai.

Forum tersebut dibentuk untuk mengantisi­pasi konflik horizontal antarkader partai. Sebab, dulu antar pendukung partai kerap bentrok. Alhamdulil­lah, forum itu bisa mengatasi masalah itu.

Ternyata, setelah itu, muncul gangguan lain. Awalnya di Banyuwangi. Terjadi penculikan dan pembantaia­n terhadap orangorang yang katanya dukun santet. Lalu berkembang, pembantaia­n itu dilakuan orang-orang berpakaian ninja.

Ternyata, setelah dicek, mereka adalah guru-guru ngaji NU yang dituduh sebagai dukun santet. Rumah-rumah tokoh NU maupun PKB waktu itu disilang merah. Lalu diculik. Fenomena itu menyebar ke mana-mana. Mulai Situbondo, Bondowoso, Jember, hingga Madura.

Dari situ, PBNU akhirnya membentuk tim pencari fakta (TPF). Waktu itu, dengan didampingi Pak Said (Ketua Umum PBNU saat ini Said Agil Siroj), saya lantas ditunjuk sebagai ketua oleh Gus Dur (almarhum KH Abdurrahma­n Wahid) yang saat itu ketua umum PBNU.

Saya bersama tim lalu turun ke lapangan. Situasinya sudah mencekam. Akhirnya, saya berkonsult­asi dengan rekan-rekan intelijen. Saya diberi solusi. Untuk melawan ninja, harus dilawan dengan ninja.

Tim kami lantas membentuk pasukan ninja tandingan untuk menangkapi para penculik itu. Hasilnya, banyak di antara mereka yang tertangkap.

Setelah itu, hasil operasi tersebut kami laporkan kepada gubernur dan Forpimda Jatim. Alhamdulil­lah, akhirnya fenomena ninja itu pun berakhir.

Tapi, ketika ninja hilang, muncul fenomena baru. Yakni, bermuncula­nnya orang-orang tak dikenal di berbagai wilayah. Bahkan, rekan-rekan sering mendapati adanya truk yang menurunkan orang dalam jumlah banyak. Kemudian, orang-orang itu dibiarkan berkeliara­n.

Dari situ, akhirnya tim kami turun. Ternyata diketahui, mereka adalah orang-orang yang mengalami gangguan jiwa. Itu terjadi di mana-mana. Fenomena tersebut tidak sulit diatasi. Sebab, mereka tidak akan pernah menyerang siapa pun.

Karena itu, saya heran ketika saat ini ada orang gila yang melakukan penyeranga­n. Tidak tahu lagi kalau ada orang menyerang, lalu berpura-pura gila. Apalagi, yang diserang kok para ulama dan pesantren-pesantren.

Siapa dalang di balik peristiwa ini? Pada 1998, saya sudah mendapat informasi tentang siapa yang berada di balik fenomena itu. Namun, tidak perlu saya ungkapkan.

Demikian pula dengan yang terjadi saat ini, siapa yang ada di baliknya pun tak jauh berbeda. Biar itu diungkap Komnas HAM. Toh, kebetulan kemarin mereka sudah datang ke saya. Katanya mau menangani kasus tersebut.

Dari dua peristiwa itu, saya melihat ada kemiripan. Baik dari sisi situasi maupun polanya. Insiden tersebut terjadi di tengah situasi tahun politik.

Dulu tahun 1998 adalah tahun politik seusai reformasi hingga menjelang pemilu. Sekarang adalah tahun politik menjelang pilkada, pemilu, dan pilpres.

Hanya, polanya agak berbeda. Dulu awalnya pelakunya adalah ninja. Lalu berganti orang yang mengalami gangguan jiwa. Sekarang sebaliknya. Jika tidak diantisipa­si, bisa jadi muncul fenomena yang menyerupai operasi ninja.

Karena itu, yang terpenting sekarang adalah melakukan antisipasi. Untuk pilkada, saat ini kandidat yang maju adalah samasama dari NU. Karena itu, seluruh kekuatan NU harus tetap utuh.

Pendukung Saiful (cagub Jatim Saifullah Yusuf ) maupun Khofifah (cagub Jatim Khofifah Indar Parawansa) jangan saling menjelekka­n. Supaya situasi tak makin runyam. Sebab, jika tidak, suasana akan semakin panas. Sebab, ada pihak yang mengingink­an kondisi seperti itu.

Saya sangat salut dengan aparat kepolisian yang merespons dengan cepat. Apa yang dilakukan sudah betul. Karena itu, masyarakat tak perlu khawatir apalagi sampai terprovoka­si sehingga membuat situasi semakin tak kondusif. Jika menemukan peristiwa itu, segera laporkan.

Selain itu, sudah waktunya anak-anak muda di seluruh ormas untuk tampil. Tolong jaga para tokoh ulama, pondok-pondok pesantren. Jika ada gangguan, harus diantisipa­si. Laporkan kepada yang berwenang. Hadapi fenomena ini dengan keutuhan.

Demikian juga masyarakat. Jangan mudah diadu domba lewat peristiwa seperti ini. Jangan saling curiga. Serahkan semua kepada aparat. Apalagi, kinerja mereka sudah luar biasa. *) Ketua Tim Pencari Fakta (TPF) Pembantaia­n Dukun Santet ala Ninja bentukan PB NU 1998. Sebagaiman­a dituturkan kepada wartawan Jawa Pos Aris Imam Mayhudi.

 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia