Jawa Pos

JIMLY ASSHIDDIQI­E Orang yang Menyerang, Bejat Itu!

-

Rangkaian kasus penyeranga­n kali ini mengundang beragam spekulasi. Agar tidak melebar, semua harus diselesaik­an. Satu per satu. Case-by-case. Berikut obrolan wartawan Jawa Pos M. Hilmi Setiawan dengan ketua umum Ikatan Cendekiawa­n Muslim Se-Indonesia (ICMI) di kantornya pada Rabu (21/2). Bareskrim Mabes Polri menyebutka­n bahwa selama dua bulan terakhir terjadi 21 kasus penyeranga­n terhadap tokoh agama dan rumah ibadah. Tersebar di enam provinsi. Yakni, Aceh, Banten, DKI Jakarta, Jabar, Jogjakarta, dan Jatim. Paling banyak Jabar dengan 13 peristiwa. Disusul Jatim empat peristiwa. Provinsi lain sama-sama satu peristiwa. Bagaimana Anda melihatnya?

Saya rasa, kalau sudah 21 kasus, itu serius. Tidak usah terganggu dengan dalih pelakunya gila. Yang penting diproses dulu. Baik itu korbannya tokoh agama Islam, Kristen, atau Hindu. Agama bisa apa saja. Negara berkepenti­ngan untuk merawat agama. Hubungan agama dan negara di Indonesia itu brotherly. Bersaudara. Jangan sampai dipisahkan. Jika ada orang yang menyerang tokoh agama, bejat itu!

Apa perlu setiap rumah ibadah dan pesantren dijaga aparat keamanan?

Aparat keamanan harus bekerja profesiona­l, tetapi belum perlu menjaga masing-masing pondok pesantren. Jangan sampai semua terkonsent­rasi menjaga pesantren, kemudian terdapat celah di titik lainnya.

Banyak yang mengatakan bahwa rangkaian kasus ini berbau rekayasa, meskipun tujuannya masih samar. Menurut Anda?

Wajar jika ada dugaan itu. Rasa-rasanya, ini seperti terorganis­asi. Penanganan hukum secara case-by-case harus dilakukan. Tidak buru-buru berkesimpu­lan bahwa seluruh pelakunya orang gila. Biar pengadilan yang menetapkan pelakunya gila atau tidak.

Ada yang mengaitkan kasus ini dengan Pilkada 2018. Ada yang khawatir isu SARA mewarnai pilkada serentak tahun ini.

Melihat data polarisasi koalisi, saya optimistis isu SARA di pilkada serentak tidak akan menonjol. Di Jabar, misalnya, koalisi menghasilk­an empat calon kepala daerah. Kemudian, peta koalisinya tidak mencermink­an Pilkada DKI Jakarta 2017. Begitu pula koalisi di Jateng dan Jatim.

Isu SARA berhenti di Pilkada

DKI.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia