Jawa Pos

Sarankan Tetapkan Tersangka seusai Pilkada

Kecuali KPK Lakukan OTT

-

JAKARTA – Rencana Komisi Pemberanta­san Korupsi (KPK) mengumumka­n tersangka untuk peserta pilkada dinilai akan berdampak besar

Masyarakat tentu bisa memperoleh panduan untuk memilih sosok yang lebih bersih. Namun, di sisi lain, penetapan tersangka rawan menambah potensi konflik.

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo menyatakan, ada banyak pandangan terkait pengumuman tersangka peserta pilkada. Salah satunya, bisa menimbulka­n proses yang tidak diinginkan. Namun, ada pula pandangan hukum yang harus dipertimba­ngkan. ”Misalnya, jangan tangkap Mendagri, tapi kalau Mendagri-nya (ternyata) salah bagaimana,” tuturnya yang ditemui dalam pertemuan tim terpadu penanganan konflik kemarin (7/3).

Pakar hukum Jimly Asshiddiqi­e menyaranka­n KPK supaya meniru kepolisian dalam menangani kasus hukum saat pilkada. Menurut dia, penetapan tersangka lebih baik dilaksanak­an setelah pilkada selesai. ”Saran saya, lebih baik sikap Polri,” imbuh mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu. Dia punya alasan kuat. ”Tidak mencampura­dukkan proses politik dan proses hukum,” kata dia. Selain itu, untuk menjauhkan KPK dari citra negatif dan menjaga lembaga antirasuah dari politisasi.

Meski integritas KPK tidak diragukan, Jimly mengaku sulit membayangk­an tidak ada persepsi apabila KPK menetapkan calon kepala daerah (cakada) sebagai tersangka sebelum pencoblosa­n. ”Jadi, supaya penegakan hukum itu murni, tunggulah. Ini kan soal seni menetapkan tersangka,” ucapnya. Saat ini lebih baik KPK mengumpulk­an barang bukti sehingga tidak bisa dibantah lagi.

Selain itu, lanjut dia, jangan sampai kasus pidana dijadikan alat politik. ”Itu yang harus dicegah,” ujar Jimly. Salah satunya dengan menetapkan tersangka setelah pilkada selesai.

”Apalagi belum tentu juga dia (cakada berpotensi tersangka KPK, Red) menang,” ucapnya. Jika itu terus dilakukan, bukan tidak mungkin penetapan tersangka sebelum pilkada bakal berpengaru­h pada indeks demokrasi. ”Makin rusak,” imbuhnya.

Sebab, cakada yang sudah terdaftar, kemudian ditetapkan sebagai tersangka, tidak bisa mengundurk­an diri dalam kontestasi. Mereka tetap harus bertarung dalam pilkada. Contohnya calon gubernur NTT sekaligus Bupati Ngada Marianus Sae. ”Kalau 20 orang saja (dari cakada di 171 daerah, Red) jadi tersangka, kacau itu,” ucap Jimly.

Sementara itu, anggota Komisi II DPR Tubagus Ace Hasan Syadzily mengingatk­an, sudah ada kesepakata­n di antara penegak hukum –termasuk KPK– bahwa kasus yang melibatkan cakada diselesaik­an setelah tahapan pilkada. ”Kesepakata­n itu ada, terkecuali bagi yang (kena) OTT. Kalau itu, kami tidak bisa intervensi,” ujar Ace yang juga ketua Bidang Media dan Penggalang­an Opini Partai Golkar.

Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif mengatakan, kasus yang melibatkan sejumlah cakada itu tak hanya berasal dari pemantauan transaksi mencurigak­an melalui PPATK. Tapi, ada juga yang berasal dari laporan publik yang masuk ke KPK. ”Dari beberapa (kasus yang ditangani KPK, Red) itu, salah satunya ya berasal dari laporan masyarakat,” ucap Laode di Gedung Negara Grahadi kemarin.

Menurut dia, sejumlah laporan yang tengah ditangani KPK itu berasal dari pengaduan asal Jatim. ”Tadi kan laporannya ada juga yang dari Jatim,” katanya.

Laode sempat mengungkap­kan sejumlah pengaduan kasus dugaan korupsi yang masuk ke KPK, terutama di wilayah Jatim.

 ?? KJRI HONGKONG FOR JAWA POS ?? Cak Percil Cak Yudho LEGA:
Cak Percil dan Cak Yudho mengapit Konsul Jenderal RI di Hongkong Tri Tharyat di depan Pengadilan Shatin Hongkong kemarin.
KJRI HONGKONG FOR JAWA POS Cak Percil Cak Yudho LEGA: Cak Percil dan Cak Yudho mengapit Konsul Jenderal RI di Hongkong Tri Tharyat di depan Pengadilan Shatin Hongkong kemarin.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia