Jawa Pos

Setiap 1,5 atau Maksimal 2 Jam Petugas Harus Istirahat

Di Balik ’’Dapur’’ Pengatur Lalu Lintas Pesawat di Soetta, Bandara Terpadat Ketiga Sedunia

-

Berhadapan dengan pesawat yang hanya berbentuk titik dan kode di monitor, air traffic controller dituntut bisa berkonsent­rasi penuh. Untuk itu, saat akan bertugas, mereka selalu diperiksa dokter. Tiap enam bulan sekali juga harus menjalani uji kompetensi.

FERLYNDA PUTRI, Tangerang

ADA 10 orang yang bekerja di ruangan itu. Masing-masing berfokus dengan mikrofon, layar, dan kertas-kertas laporan yang besarnya hanya selebar penggaris

Mereka harus mencatat dan memonitor pesawat yang berada di sekitar bandara. ”Harus hafal lokasi parkir, taxiway, runway,”

ungkap Lestari Catur Wulandari Rini, salah seorang air traffic controller (ATC).

Senin tiga pekan silam itu (19/2), Jawa Pos

berkesempa­tan mengintip ”dapur” para petugas pengantur lalu lintas pesawat di Bandara Soekarno Hatta (Soetta), Tangerang. Mereka memang seperti bekerja di balik layar. Jarang disorot.

Padahal, mereka memainkan peran vital dalam keselamata­n penerbanga­n. Dan, karena itu, dituntut konsentras­i sangat tinggi.

Untuk yang bertugas di Soetta, tantangann­ya malah lebih berat. Sebab, Soetta adalah bandara yang sangat sibuk. Terpadat ketiga di dunia. Hanya kalah dari Hartsfield–Jackson Atlanta Internatio­nal Airport dan Beijing Capital Internatio­nal Airport. Dalam satu jam maksimal ada 81 kali pergerakan pesawat di Soetta. Bahkan, pemerintah berencana menambah slot menjadi 100 kali pergerakan.

Di Soetta, para ATC atau pengatur lalu lintas udara dibagi dalam tiga bagian. ”Bagian tower (TWR), approach control (APP), dan area control center (ACC),” tutur Rini yang mendamping­i Jawa Pos berkelilin­g.

Peraturan pertama untuk masuk ke ruang kerja ATC adalah menghening­kan telepon. Sebab, mikrofon yang digunakan untuk berkomunik­asi dengan pilot sangat peka dengan suara.

Peraturan kedua adalah tidak boleh mengajak ngobrol yang sedang bekerja. Mereka harus benar-benar fokus karena berkaitan dengan keselamata­n pesawat. Ketiga, tidak boleh memotret dengan menggunaka­n flash. Cahaya dari flash bisa memecah fokus juga.

TWR berada di bagian paling atas tower. Jika dilihat dari luar, ruang kerja TWR mirip gardu pandang. Kaca-kaca besar mengelilin­gi ruangan tersebut. Petugas di situ memang bertugas memantau pesawat yang bisa terlihat dengan mata. Biasanya pesawat yang hendak landing, take off, dan sedang parkir.

Perempuan 43 tahun yang menjabat supervisor APP itu mencontohk­an pesawat Lion Air yang kebetulan akan parkir. Dari pantauan mata, terlihat ada garis bertulisan A1, A2, hingga A7.

A1, A2, hingga A7 itu merujuk pada slot parkir. Pesawat Boeing tersebut akan parkir ke A6. ”Berarti harus ada komunikasi dengan pilot agar pesawat itu parkir dan di sekitarnya tidak boleh ada pergerakan. Takutnya tidak cukup dan senggolan,” jelasnya.

Sementara itu, untuk daerah yang tidak terlihat dengan mata, misalnya sekitar Terminal 3 Soetta, petugas mengandalk­an CCTV. Nah untuk pesawat yang akan mendarat, petugas biasanya melihat dari monitor.

Di monitor, pesawat hanya berbentuk titik dan kode yang berupa angka serta huruf. Biasanya terdiri atas kode pesawat, ketinggian dan kecepatan, serta datang atau pergi.

Walaupun di udara tidak ada jalan seperti angkutan darat, petugas memiliki rute yang harus diikuti pesawat. Rute itu di monitor petugas digambarka­n sebagai titik-titik memanjang.

Di ruangan tersebut juga terdapat sofa besar. Bisa digunakan untuk tidur dua orang. Sofa krem itu memang digunakan untuk beristirah­at. Bekerja di tempat itu memang tidak boleh terlalu lelah. Kelelahan bisa menurunkan konsentras­i. ”Setiap 1,5 jam atau maksimal 2 jam harus istirahat,” katanya.

Karena itu pula, sebelum masuk ke ruang kerja TWR, ada ruangan yang memang disediakan khusus untuk beristirah­at. Ada sebuah TV dengan PlayStatio­n (PS).

Ada tiga petugas yang saat itu sedang beristirah­at dan main PS. ”Ada ruangan untuk tidur juga,” kata Rini.

Sebelum mereka bekerja, biasanya ada dokter yang memeriksa kesehatan. Dokter akan melakukan cek tensi darah. Kalau kurang fit, dianjurkan untuk beristirah­at lebih dahulu.

Untuk itu, setiap ATC diwajibkan menjaga kondisi tubuh. Misalnya, menjaga pola tidur. Mood juga mesti dijaga benar agar tidak sampai mengganggu konsentras­i.

Apa pun yang terjadi di rumah, misalnya, harus ditinggal di rumah. ”Kalau anak sakit, kita percayakan kepada yang di rumah saja. Kecuali dalam keadaan gawat seperti harus ke rumah sakit atau yang meninggal,” tutur Rini yang memiliki tiga buah hati.

Muhammad Guntawan, ATC senior yang kini bertugas di ACC, menyebutka­n bahwa bekerja di TWR lebih bikin deg-degan. Sebab, harus mengatur pesawat hendak landing dan take off. Sementara itu, Soetta adalah bandara yang padat. ”Saya punya penyakit jantung. Jadi, tidak cocok di TWR,” kelakar bapak satu anak itu.

Namun, tidak setiap jam dalam keadaan tegang. Siang hingga sore biasanya pergerakan pesawat di Soetta sedikit. Petugas pun bisa sedikit lebih santai.

Selain dengan rekan kerja, komunikasi dengan pilot juga harus terjalin baik. ”Ada juga yang tidak masuk bandara, tapi berada di kawasan udara kita. Itu juga harus ada komunikasi,” tegasnya.

Petugas ATC hanya memberikan informasi bagaimana pergerakan pesawat, cuaca, serta kondisi lalu lintas di udara maupun di bandara. Mereka lebih banyak berbicara dengan menggunaka­n sandi-sandi.

Misalnya, huruf A yang disebut alfa, C yang disebut charlie, dan angka yang diucapkan dalam bahasa Inggris. ”Harus benar-benar peka. Sebab, sering pelafalann­ya lain,” ungkap Rini.

Kemampuan bicara tersebut juga harus disertai kemampuan menulis yang cepat. Jadi, ketika mulut sedang berbicara, tangan harus menuliskan laporan. Pada saat-saat tertentu juga harus membuat solusi dengan singkat. Hitunganny­a hanya detik.

Dari ruang TWR, Rini lantas mengajak Jawa Pos ke ruang APP yang selantai dengan ACC. Tak ada kaca besar dan memang lebih gelap.

Di ruangan itu terdapat banyak monitor untuk memantau pergerakan pesawat. Hal yang dikerjakan para petugas hampir sama dengan ATC di TWR. Yang berbeda adalah ketinggian pesawat.

Tory Tri Ruknomo, manajer perencanaa­n dan evaluasi TWR-APP Kantor Cabang JATSC, menjelaska­n, pekerjaan sebagai ATC bergantung pada kekompakan tim. Sebab, satu pesawat tidak hanya ditangani satu ATC.

Upgrade kemampuan juga harus rutin dilakukan. Untuk meningkatk­an kapasitas, tiap enam bulan para ATC menjalani performanc­e check. Dalam kegiatan tersebut, kompetensi para ATC diuji. Dinilai oleh seorang check controller.”Passing mark nilai70,”tuturnya.(*/c5/ttg)

 ?? MUHAMAD ALI/JAWA POS ?? KONSENTRAS­I PENUH: Lestari Catur Wulandari Rini saat berada di ruang TWR Bandara Soekarno-Hatta.
MUHAMAD ALI/JAWA POS KONSENTRAS­I PENUH: Lestari Catur Wulandari Rini saat berada di ruang TWR Bandara Soekarno-Hatta.
 ?? MUHAMAD ALI/JAWA POS ?? MENCINTAI PEKERJAAN: Muhammad Guntawan yang kini bertugas di ruang area control center.
MUHAMAD ALI/JAWA POS MENCINTAI PEKERJAAN: Muhammad Guntawan yang kini bertugas di ruang area control center.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia