Gandeng KPK untuk Bebaskan Jatim dari Korupsi
JAWA Timur (Jatim) harus bebas korupsi terintegrasi. Untuk itu, Gubernur Jatim Dr H Soekarwo, ketua DPRD Provinsi Jatim, Kapolda Jatim, kepala Kejaksaan Tinggi Jatim, kepala perwakilan BPKP Provinsi Jatim, serta bupati/ wali kota dan ketua DPRD kabupaten/kota se-Jatim menegaskan komitmen bersama dalam memberantas korupsi terintegrasi di Jatim.
Penandatanganan komitmen bersama tersebut berlangsung kemarin (7/3) di Gedung Negara Grahadi, Surabaya. Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Dr Laode Muhammad Syarif SH LLM menyaksikan prosesi tersebut.
Pakde Karwo, sapaan akrab Soekarwo, mengatakan bahwa ada lima area rawan korupsi menurut kajian Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Pertama, penyusunan APBD. Orang nomor satu di Jatim itu mendorong penyusunan anggaran melalui e-planning dan e-budgeting.
”Saat e-budgeting harus jelas secara detail uang dan kegiatannya. Untuk itu, perlu dilakukan e-new budgeting yang menjamin program dan pendanaan sinkron dan tidak ada program selain yang telah disepakati bersama,” kata Pakde Karwo.
Kedua, pengelolaan pajak retribusi daerah. Terkait hal itu, Pakde Karwo mengusulkan multiple channel dalam pembayaran pajak dan retribusi.
Ketiga, pengadaan barang dan jasa. Dia mengusulkan adanya moratorium kepmen menjadi keppres sehingga hal yang induknya masih di sektor bisa dialihkan ke keppres. Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif mengatakan bahwa modus korupsi terbanyak ada pada pengadaan barang dan jasa karena sering dilakukan markup.
Ke depan, ia ingin ada unit layanan pengadaan (ULP) yang mandiri dan profesional. ”Saya melihat Jatim secara infrastruktur jauh lebih siap dibanding provinsi lain di Indonesia,” ucapnya.
Keempat, belanja hibah dan bantuan sosial. Sesuai arahan KPK, selama pilkada sampai masa kampanye dan penentuan pemenang, Pemprov Jatim menghentikan hibah serta bansos untuk sementara. Kelima, belanja perjalanan dinas.
Berbagai upaya telah dilakukan Pemprov Jatim untuk memperbaiki penyelenggaraan pemerintahan. Misalnya, membentuk pelayanan terpadu satu pintu (PTSP), mengintensifkan pengawasan melalui aparat pengawasan intern pemerintah (APIP), dan menerapkan tunjangan perbaikan penghasilan yang sesuai.
Di antara 38 kabupaten/kota di Jatim, 35 daerah sudah menerapkan aplikasi e-planning dan e-budgeting. PTSP telah tersedia di seluruh kabupaten/kota.
Pengelolaan dana desa pun dimonitor dan dievaluasi agar tak terjadi temuan. Tahun lalu, Pemprov Jatim melalui inspektorat provinsi bekerja sama dengan pemerintah daerah untuk membuka klinik pengelolaan keuangan desa di Kabupaten Bangkalan, Sampang, Sumenep, dan Sidoarjo.
”Klinik konsultasi ini agar para perangkat desa sebagai pengelola dana desa benar-benar mengerti dalam mengelola keuangan sehingga mampu mencegah terjadinya penyimpangan,” ucap Pakde Karwo.