Perubahan Nama Jalan Masih Proses
Tahapan Pembuatan Perda di Tangan Pemkot dan DPRD
SURABAYA – Niat Gubernur Jatim Soekarwo mengganti nama dua jalan di Surabaya mendapat respons beragam. Jalan Dinoyo menjadi Jalan Sunda dan Jalan Gunungsari menjadi Jalan Prabu Siliwangi. Wakil Ketua DPRD Surabaya Masduki Toha menjelaskan bahwa pengubahan nama jalan harus melalui persetujuan DPRD Surabaya.
Hal itu diatur Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 Tahun 1975 tentang pemberian nama-nama untuk jalan, tempat rekreasi, taman, dan tempat lain untuk umum. ’’Enggak bisa ujug-ujug diubah. Harus lewat perda, bos,’’ jelas politikus PKB itu kemarin (7/3).
Dalam perda tersebut, disebutkan bahwa setiap pemberian atau perubahan nama jalan di wilayah Surabaya harus ditetapkan oleh kepala daerah setelah mendapat persetujuan dewan. Masduki menerangkan, perda itu masih berlaku karena hingga kini belum ada perubahan apa pun terhadap peraturan tersebut.
Pansus perubahan nama jalan pernah dibentuk pada 2012. Saat itu Masduki turut menjadi anggota pansus tersebut. Ada Jalan Darmo Permai III, Jalan Darmo Baru Barat 12, dan Sukomanunggal Jaya yang diubah menjadi Jalan Pattimura
Warga dilibatkan dalam rencana perubahan tersebut karena alamat rumah mereka juga berubah.
Wakil Ketua Komisi A DPRD Surabaya Adi Sutarwijono sepakat dengan Masduki. Panitia khusus (pansus) harus dibentuk sebelum nama diubah. Tugas pansus ialah menjaring pendapat warga atas usul tersebut. ’’Bukan hanya alamat di KTP yang berubah. Alamat usaha dan aspek sosial lainnya juga berubah,’’ jelas politikus PDIP itu.
Awi –sapaan Adi– mengatakan bahwa masyarakat bisa saja menolak usul tersebut. Apalagi, penamaan jalan di Surabaya memiliki latar belakang sejarah dan sosiologi. Jika pemprov ingin memberikan nama, ada baiknya pemberian nama dilakukan pada jalan baru. Dengan begitu, dampaknya tidak terlalu besar.
Menurut Awi, alasan perubahan nama jalan harus kuat. Jika latar belakangnya adalah kisah Perang Bubat, dia menyatakan kurang kuat. Perang tersebut terjadi pada 1357 antara Kerajaan Majapahit dan Kerajaan Sunda. ’’Kalau alasannya itu, ya diguyu generasi milenial. Wong Bonek sama Bobotoh dan Viking saja akur, kok bawa-bawa perang yang lama banget? Hubungan Pemprov Jatim dengan Jabar kan juga sangat baik,” lanjut ketua badan pemenangan pemilu DPC PDIP Surabaya tersebut.
Pemerhati sejarah Kuncarsono Prasetyo mengatakan, upaya mengubah nama jalan tidak pantas dilakukan. Sebab, penamaan jalan dilahirkan dari kesepakatan bersama dari masyarakat dan ada sejarah panjang yang menyertainya. Bahkan, lanjut dia, Belanda tidak mengganti nama jalan yang telah memiliki brand lokal. Misalnya, Jalan Tunjungan, Gemblongan, Bubutan, Keputran, Kupang, Kedungdoro, Undaan, dan Kramat Gantung. ’’Saran saya sih ya, kalau enggak bisa bikin jalan baru, jangan bikin garagara di jalan lama,’’ ujarnya.
Pemprov Jatim menyatakan bahwa rencana perubahan nama dua jalan di Surabaya sudah melalui sejumlah tahapan. Rencana tersebut juga mendapat persetujuan awal dari pemkot. Meski demikian, masih ada beberapa tahapan lanjutan yang mesti dilalui. ’’Perencanaannya sudah cukup lama dan masih harus melalui tahapan lanjutan,’’ kata Kepala Dinas PU Binamarga Jatim Gatot Sulistyo Hadi.
Dia mengatakan, salah satu tujuan utama pengubahan nama jalan itu harmoni budaya antarprovinsi di Pulau Jawa. Terutama Jatim, Jabar, dan DIJ. Dari situ, kata Gatot, pemprov lantas menyampaikan usul ke pemkot. Hasilnya, mereka mendapat lampu hijau. ’’Namun, pengubahan nama jalan itu harus melalui perda. Saat ini penyusunannya diserahkan kepada pemkot dan DPRD,’’ katanya.
Dia menjelaskan, perubahan nama dua jalan itu hanya sebagian. Jalan itu tetap ada. Hanya sebagian jalan yang diganti nama anyar. Misalnya, Jalan Gunungsari. Yang rencananya berubah nama adalah mulai ruas pertigaan Gunungsari-Gajahmada hingga Gunungsari Wiyung. Untuk ruas Joyoboyo hingga pertigaan Gajahmada, namanya tetap.
Demikian juga halnya dengan Jalan Dinoyo. Yang rencananya diubah nama jalan sepanjang pertigaan Mojopahit sampai perempatan Dinoyo-Pandegiling. Untuk pertigaan MojopahitBung Tomo (jembatan BAT) namanya tetap.
Sayangnya, Wali Kota Tri Rismaharini enggan berkomentar soal perubahan nama jalan itu. ”Ah, soal itu no comment aku,’’ kata Risma saat ditemui di Masjid Muhajirin, Balai Kota, kemarin.