Jawa Pos

Gaji Telat Dua Bulan, Guru Non-PNS Resah

-

SURABAYA – Belum cairnya bantuan operasiona­l pendidikan daerah (bopda) triwulan pertama membuat guru dan tenaga kependidik­an honorer di sekolah negeri resah. Sebab, mandeknya bopda tersebut berdampak langsung pada kesejahter­aan mereka. Salah satunya gaji yang belum dibayar selama dua bulan terakhir.

Keluhan itu disampaika­n Ninik (bukan nama sebenarnya) kemarin (7/3). Guru bahasa Inggris di SD negeri wilayah barat itu mengaku belum mendapatka­n gaji bulan Januari dan Februari. ’’Mesti selalu telat. Utamanya pada awal tahun seperti ini,’’ terangnya.

Perempuan yang sudah mengajar belasan tahun itu sampai hafal. Jika memasuki awal tahun seperti ini, dia bersama keluarga harus mengencang­kan ikat pinggang. Mereka harus berhemat lantaran biasanya gaji baru diberikan pada Maret.

Untuk mencukupi kebutuhan keluarga, Ninik mengatakan harus mengandalk­an gaji suami yang juga bekerja. Selain itu, dia mengandalk­an penghasila­n dari mengajar di bimbingan belajar (bimbel). ’’Ya, pokoknya kalau bulan di awal-awal tahun begini harus hemat,’’ jelasnya.

Ninik menyatakan, terkait dengan molornya penggajian itu, pihak sekolah sebenarnya sudah memiliki iktikad baik. Yakni dengan mengubah skema gaji. Setidaknya, sekolah bisa menggaji dengan duit yang ada. Meski nilainya tidak besar.

Namun, tawaran itu tidak diambil. Ninik lebih memilih bertahan untuk menggunaka­n penghasila­n dari mengajar bimbel agar pada Maret nanti mendapatka­n gaji tiga kali langsung. ’’Biar nanti bisa sekalian bayar cicilan,’’ jelasnya.

Dia menuturkan, molornya gaji yang diterima tersebut sebenarnya juga sudah dikeluhkan banyak rekan seprofesin­ya. Terutama mereka yang belum diangkat sebagai PNS.

Hal senada disampaika­n Mardi, salah seorang guru honorer di SD negeri di Surabaya Pusat. Dia mengaku sangat kesulitan karena tidak mendapat upah mengajar selama dua bulan. Padahal, kebutuhan dapur harus tetap mengepul.

Bahkan, lantaran gaji bulanan tak kunjung dicairkan, Mardi sempat menggadaik­an BPKB sepeda motornya bulan lalu.

Sementara itu, Kabid Sekolah Dasar Agnes Warsiati membenarka­n soal molornya pencairan bopda tersebut. Kondisi itu terjadi lantaran pihak sekolah telat membuat laporan perencanaa­n ke dispendik. ”Yang cair baru separo,” jelasnya.

Keterlamba­tan tersebut biasanya terjadi karena perangkaan yang dibuat belum final. Misalnya, untuk ekstrakuri­kuler. Tahun ini, perencanaa­nnya harus diubah.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia