Bentuk PD atau Kerja Sama
SIDOARJO – Untuk bisa menghapus kebijakan parkir berlangganan, Pemkab dan DPRD Sidoarjo harus sepakat mencabut Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 Tahun 2012 lebih dulu. Wacana pencabutan itu terus digelindingkan anggota dewan. Alasannya, sejauh ini tidak ada perbaikan layanan.
’’Mereka sendiri yang tidak mau memperbaiki layanan. Upah juru parkirnya saja rendah. Mana cukup upah Rp 750 ribu untuk biaya hidup sehari-hari,’’ ujar Wakil Ketua DPRD Sidoarjo Emir Firdaus.
Sejak dulu juru parkir hanya mendapat Rp 750 ribu per bulan. Adapun pengawas menerima upah Rp 1,4 juta. Dengan upah tersebut, ada ruang bagi petugas parkir untuk mendapatkan tambahan uang dengan tetap memungut biaya dari pengguna parkir berlangganan.
Kalau memang beriktikad memberikan layanan optimal dengan penerapan parkir berlangganan, mereka tentu diberi upah yang lebih layak. Paling tidak sesuai upah minimum kabupaten (UMK). ’’Kalau upahnya layak, tentu juru parkir akan bekerja lebih baik dan upaya memungut biaya dari pengguna parkir bisa ditekan,’’ papar Ketua Fraksi Golkar Bintang Persatuan DPRD Sidoarjo Hadi Subiyanto.
Selama gaji mereka rendah, peluang pelanggaran sangat tinggi. Artinya, kebijakan parkir berlangganan tidak bermanfaat bagi masyarakat. ’’Pilihan terbaiknya dicabut saja. Pengelolaan parkir nanti bisa dilakukan dengan membentuk perusahaan daerah (PD) parkir atau bekerja sama dengan pihak ketiga,’’ jelas Hadi.
Usul serupa dikumandangkan anggota Fraksi PDIP. ’’Zalim kalau ini diteruskan. Sebab, sudah tidak ada manfaatnya. Harus ada perubahan. Entah dengan PD atau cara lain dengan pelayanan yang jauh lebih baik,’’ tegas Sudjalil, anggota Fraksi PDIP.
Menanggapi itu, Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Pemkab Sidoarjo M. Bahrul Amig mengakui bahwa upah petugas parkir memang sangat rendah. Bahkan, upah tersebut juga tidak memenuhi standar hidup. Namun, dishub tidak bisa menaikkan upah mereka begitu saja. ’’Kalau disesuaikan dengan UMK, pendapatan yang masuk akan habis untuk operasional,’’ paparnya.(fim/c15/hud)