Jawa Pos

Ada Yang Naik, Ada Yang Turun

Single Salary dalam RPP Gaji PNS Tunjangan Kinerja Maksimal 5 Persen Gaji

-

JAKARTA – Bukan hanya sistem pensiun baru yang akan diberlakuk­an kepada pegawai negeri sipil (PNS). Pemerintah kini juga tengah membahas rancangan peraturan pemerintah (RPP) tentang gaji, tunjangan, dan fasilitas PNS

Dalam RPP itu, remunerasi yang jumlahnya sangat besar dan diberikan kepada PNS di beberapa kementeria­n dan lem baga tertentu akan disesuaika­n. Sebaliknya, gaji PNS golongan rendah akan dikatrol naik.

RPP itu mengatur sistem gaji tunggal (single salary). Saat ini sistem tersebut sedang dibahas di lintas kementeria­n. Pro-kontra terkait penyesuaia­n remunerasi tersebut membuat pembahasan berjalan alot dan lama. Meski, pembentuka­n PP tentang gaji, tunjangan, dan fasilitas PNS adalah salah satu amanat dari Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (ASN).

Rencana penyesuaia­n remunerasi itu muncul dalam paparan sosialisas­i RPP gaji, tunjangan, dan fasilitas PNS yang dirilis Kementeria­n PAN-RB. Dalam paparan tersebut, item penghasila­n PNS hanya tiga. Remunerasi yang jumlahnya sangat besar tidak ada lagi.

”Yang jelas, nantinya komponen penghasila­n PNS ada tiga: gaji, tunjangan kinerja, dan tunjangan kemahalan,” kata Kepala Biro Hukum, Komunikasi, dan Informasi Publik Kementeria­n PAN-RB Herman Suryatman kepada Jawa Pos kemarin (8/3).

Pembahasan tentang sistem gaji baru PNS itu ada di bawah komando Kementeria­n Koordinato­r Bidang Perekonomi­an. ’’Nanti tunggu ditetapkan. Baru bisa dielaboras­i lebih jauh,’’ ucap Herman.

Rem u n era si membuat penghasila­n PNS di beberapa kementeria­n jauh di atas PNS di kementeria­n dan lembaga lain. Sebut saja Kementeria­n Keuangan (Kemenkeu), Mahkamah Agung (MA), dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Sebagai contoh, PNS kelas jabatan terendah (kelas jabatan 4) di Direktorat Jenderal Pajak menerima remunerasi Rp 5,3 juta. Sementara itu, yang tertinggi, yakni kelas jabatan 27, mencapai Rp 117 juta. Ketentuan tersebut diatur dalam Perpres 37/2015. Nah, dalam materi sosialisas­i skema gaji tunggal Kementeria­n PAN-RB, disebutkan bahwa total penghasila­n seorang pemegang JPT (jabatan pimpinan tinggi) maksimal Rp 76,86 juta. Turun puluhan juta rupiah!

Remunerasi pada dasarnya adalah tunjangan kinerja. Namun, besarannya sangat jomplang antara satu kementeria­n dan kementeria­n tertentu. Nah, dalam sistem single salary nanti, tunjangan kinerja dibatasi maksimal 5 persen dari gaji. Dengan begitu, perbedaann­ya tidak akan mencolok.

Bila kelompok berpenghas­ilan tinggi akan merasakan penurunan gaji, RPP itu akan mengatrol PNS yang selama ini gajinya rendah. Jika sebelumnya gaji PNS golongan terendah ada di kisaran Rp 4 juta, dalam RPP itu mencapai Rp 6 jutaan.

”Penyeragam­an” itulah yang kini menjadi pro-kontra di lintas kementeria­n. Sebab, ada pandangan kementeria­n yang selama ini menerima remunerasi tinggi menghadapi tantangan pekerjaan dan tanggung jawab yang lebih besar.

Pengamat kebijakan publik dari Universita­s Indonesia Lina Miftahul Jannah menyatakan, adanya ego sektoral dalam implementa­si single salary memang berpotensi membuat pembahasan­nya semakin lama. ’’Instansi satu merasa beban kerjanya berat. Kemudian, instansi lain apa mau dikatakan bebannya ringan,’’ jelasnya.

Lina mengungkap­kan, sistem pemberlaku­an skor alias nilai indeks penghasila­n yang menjadi penentu besarnya penghasila­n dalam sistem single salary sebenarnya cukup masuk akal. Indeks itu bisa dikaitkan dengan ke- langkaan profesi, tanggung jawab, dan risiko sebuah jabatan.

Dia mencontohk­an PNS dengan masa kerja sama, tetapi yang satu sebagai bendahara dan satunya lagi sekretaris, tentu memiliki indeks tanggung jawab dan risiko yang berbeda. Dengan begitu, meski eselonnya sama, pejabat yang menjadi sekretaris dengan bendahara keuangan bisa jadi mendapat penghasila­n yang beda.

Termasuk sampai presiden yang memiliki indeks penghasila­n sangat besar sehingga penghasila­nnya tinggi, menurut Lina, juga masuk akal. Dia mengatakan, sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintah­an, tugas, tanggung jawab, serta risiko seorang presiden sangat besar. Karena itu, menurut dia, tidak wajar jika ada pejabat –yang digaji APBN– yang gajinya lebih besar daripada presiden.

Selain itu, dia mengatakan, sistem single salary memudahkan pelaporan dan perencanaa­n keuangan. Sebab, penghasila­n PNS nanti hanya dari komponen gaji, tunjangan kinerja, dan tunjangan kemahalan. Sementara itu, saat ini masih ada sistem honorarium bagi PNS ketika mengikuti suatu rapat atau kegiatan.

Di tempat terpisah, Dirjen Ang- garan Kemenkeu Askolani tidak mau banyak berkomenta­r terkait single salary. Dia menegaskan, kebijakan pemberian gaji PNS saat ini belum berubah. Sesuai dengan anggaran yang ditetapkan dalam APBN 2018. ”Saya sudah cek ke kepala BKN, dan BKN tidak ada mengajukan kenaikan gaji PNS. Yang dilakukan hanya membuat kajian. Mengenai kebijakan penggajian PNS saat ini masih sama seperti dalam APBN 2018,” jelasnya kemarin.

Terkait rencana kenaikan gaji maupun perubahan sistem penggajian, Askolani menuturkan, hal tersebut masih dibahas di lingkungan internal pemerintah.

”Sedangkan untuk ke depan masih panjang prosesnya karena masih akan dilihat pemerintah secara keseluruha­n dan masih akan dibicaraka­n internal pemerintah dalam beberapa bulan ke depan.”

RPP tentang gaji, tunjangan, dan fasilitas PNS merupakan turunan dari UU 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). Secara keseluruha­n, pemerintah menargetka­n bakal ada enam PP sebagai turunan UU ASN.

PP yang saat ini sudah keluar adalah PP 70/2015 tentang Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian bagi ASN. Kemudian, PP 11/2017 tentang Manajemen PNS.

Sebaliknya, empat PP lainnya masih dibahas. Selain PP tentang gaji, tunjangan, dan fasilitas, ada tiga PP lainnya yang masih dibahas. Yakni, PP tentang manajemen pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK), PP tentang korps profesi pegawai ASN, serta PP penilaian kinerja dan disiplin PNS.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia