Jawa Pos

Sehari Ada 375 Anak Nikah Dini

-

JAKARTA – Pernikahan usia dini masih melanda banyak anak di berbagai wilayah Indonesia. Merujuk pada data Kementeria­n Pemberdaya­an Perempuan dan Perlindung­an Anak (KPPPA) akhir tahun lalu, dalam sehari ada 375 anak usia kurang dari 18 tahun yang melangsung­kan pernikahan.

Wakil Ketua Komisi Perlindung­an Anak Indonesia (KPAI) Rita Pranawati menyatakan, tingginya jumlah pernikahan anak itu disebabkan kompleksny­a problem. Bukan hanya sosiologis dan ekonomis, pandangan agama yang keliru juga memberikan sumbangan.

Dari aspek sosiologis, minimnya pemahaman orang tua berperan paling signifikan. Berdasar pengalaman­nya meneliti, Rita menyatakan, masih banyak orang tua yang menilai anak, khususnya perempuan, sebagai aset. Pernikahan pun dinilai sebagai momen mengais keuntungan atas aset itu.

’’Sehingga dikawinkan muda. Harapannya dapat mahar, dapat uang. Padahal, anak kan bukan aset yang diperjualb­elikan,’’ ujarnya kepada Jawa Pos tadi malam.

Namun, dia mengakui, problem sosiologis tersebut tak lepas dari persoalan ekonomi yang melatarbel­akanginya. Sebab, paradigma anak perempuan sebagai aset tumbuh subur di kalangan masyarakat dengan ekonomi

lemah yang beririsan dengan minimnya tingkat pendidikan. ’’Orang tua nggak mau tanggungan lagi. Maka anaknya ya udah dinikahin saja, dapat mahar,’’ imbuhnya.

Padahal, pernikahan dini berdampak negatif yang tidak sedikit. Mulai meningkatn­ya angka kematian ibu dan anak akibat fisik yang belum siap, tingginya angka perceraian imbas belum siapnya kondisi psikologis, hingga masalah jangka panjang seperti kegagalan mendidik anak di kemudian hari. Jika kasus tersebut terus terjadi secara masif, Rita menilai, kualitas dan kemajuan bangsa secara umum akan terdampak.

Karena itu, dibutuhkan langkahlan­gkah strategis untuk menanggula­nginya. Selain peningkata­n kapasitas ekonomi, aspek sosiologis perlu disiasati. Mulai pemahaman dan sosialisas­i di daerah yang rawan pernikahan dini hingga upaya kebijakan politik. Misalnya, menaikkan angka wajib belajar yang tidak hanya sembilan tahun.

Sehingga dikawinkan muda. Harapannya dapat mahar, dapat uang.”

RITA PRANAWATI Wakil Ketua KPAI

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia