Jawa Pos

Nggak Mau Pulang kalau Belum Sembuh

Inspirasi Semangat Pasien Cilik Leukemia

- DWI WAHYUNINGS­IH

Cita-citanya menjadi dokter. Dokter yang bisa mengobati orangorang yang tengah sakit kanker seperti dirinya. Dialah Denaya Adzra’ Grena Baisisca, bocah 9 tahun pengidap leukemia. Meski harus keluar masuk rumah sakit, dia tetap tumbuh menjadi anak yang aktif.

DENAYA asyik mengobrol dengan beberapa pasien lain di salah satu ruang tunggu RSUD dr Soetomo kemarin (8/3). Sesekali dia mendekati sang ibu, Rida Fransisca, untuk meminjam gawai. Saat diajak ngobrol, Rida yang sehari-hari berjualan pakaian itu mengelus pergelanga­n kaki kirinya yang membengkak berkali-kali.

Bulan lalu sebuah musibah menghampir­i. Dia bersama Denaya menjadi korban tabrak lari. Luka itu cukup mengganggu aktivitas. Rida sebetulnya khawatir tidak bisa mengantark­an Denaya untuk kontrol.

Namun, meski harus tertatih, dia tetap mengantark­an Denaya bersama suaminya, Ruston Baidhowi. Sebab, Denaya lebih memilih untuk tidak berangkat jika sang mama tidak ikut.

Denaya ketahuan terkena leukemia pada 2014, saat masih duduk di kelas TK A. Rida mendapat laporan dari sekolah bahwa si bungsu dua bersaudara itu lemas dan tidak bersemanga­t. Selain itu, muncul sebuah benjolan di leher. ”Waktu saya periksakan ke dokter umum, bilangnya cuma efek sakit gigi,” tutur Rida

Tetapi, benjolan tak kunjung kempis. Rida lalu membawanya ke dokter spesialis anak. Dokter kedua mengatakan bahwa Denaya mengidap leukemia limfoblast­ik akut (acute lymphoblas­tic leukemia/ ALL) atau tuberkulos­is (TB). Karena Rida tak percaya, dokter ketiga didatangi. Kali ini dokter spesialis anak yang ditemui meyakinkan bahwa Denaya mengidap TB. ”Langsung saya bawa ke dokter spesialis lain dan didiagnosi­s mengidap ALL,” ungkap Rida.

Dokter tersebut merujuk Denaya ke RSUD dr Soetomo. Selama satu bulan Denaya diopname. Saat tiba, kondisinya bisa dibilang cukup parah. Tubuhnya kaku, tidak bisa digerakkan. Di bagian mata dan bawah kulit, terjadi pendarahan. Pendarahan tersebut akan semakin parah jika Denaya mengejan.

Dengan perawatan intensif, Denaya membaik dan boleh pulang. Rajin kontrol dan menjaga pola hidup sehat membuatnya semakin sehat.

Denaya kembali aktif di sekolah. Bukan hanya itu, bocah asal Lamongan tersebut juga sering ikut berbagai perlombaan. Dia kerap diminta mewakili sekolah ataupun tempatnya belajar mengaji. Misalnya lomba puisi dan pildacil. ”Tetapi, setahun belakangan ini saya stop dulu untuk ikut lomba. Soalnya, bulan Februari tahun lalu dia relaps (kambuh, Red),” kenang Rida.

Semua bermula karena cacar air yang dialami bocah kelas III SD tersebut. Munculnya lagi keganasan sel kanker itu membuat salah satu mata Denaya menonjol keluar. Denaya yang biasanya tangguh sempat khawatir dengan kondisinya. ”Saat itu dia takut jika terjadi sesuatu dengan matanya. Padahal, biasanya dia kuat dan tegar,” imbuh Rida.

Kali ini Denaya harus dirawat tiga bulan di ruang rawat inap anak RSUD dr Soetomo. Tak kurang dari 127 kantong darah ditransfus­i ke dalam tubuh kecilnya. Tetapi, Denaya tidak pernah rewel. Kesembuhan bagi dia adalah yang paling utama.

”Bahkan, dia sempat bilang ke dokter, kalau kulitnya belum kembali putih dan belum sembuh, dia tidak mau pulang,” papar Rida. Maklum, saat kambuh, terjadi pendarahan di balik kulit Denaya. Begitu dilakukan kemo, darah itu menghitam sehingga membuat kulit penyuka biji bunga matahari itu terlihat gelap.

Tiga bulan menginap di rumah sakit, kondisi Denaya stabil. Setelah diizinkan pulang, dia dengan bersemanga­t bersekolah lagi. Tetapi, penglihata­nnya terganggu. Dia tidak lagi bisa melihat jelas tulisan jarak jauh. ”Aku kalau di belakang, nulisnya salah terus. Tetapi, kalau pindah depan, dijutekin sama temen sekelas,” papar Denaya.

Hal itu lama-lama membuat Denaya kehilangan rasa percaya diri. Dia merasa bahwa temanteman­nya sekarang berbeda. Beberapa bahkan meminta anakanak lain untuk tidak bergaul dengannya. Denaya sedih. Dia jadi pendiam. ”Sudah lama nggak sekolah. Apalagi, mama habis ketabrak mobil. Jadi, aku di rumah, ngerawat mama,” jelasnya.

Meski begitu, Denaya sebetulnya ingin kembali ke sekolah. Apalagi, dia punya cita-cita menjadi dokter kanker. Tetapi, jika sikap temanteman sekolahnya masih sama, Denaya enggan kembali ke sekolah, sekeras apa pun sang ibu membujukny­a.

Saat ini, kalau tidak di rumah, Denaya pasti berada di RSUD dr Soetomo. Sejak kambuh lagi, dia harus mengulang protokol pengobatan. Kini dia masuk ke protokol kedua. Setiap 1,5 bulan dia kembali ke RS milik pemprov itu untuk menjalani kemoterapi. Semangat, Denaya!

 ?? DWI WAHYUNINGS­IH/JAWA POS ?? BOCAH AKTIF: Denaya ditemani ibundanya, Rida Fransisca, sebelum menjalani kemoterapi di RSUD dr Soetomo kemarin (8/3).
DWI WAHYUNINGS­IH/JAWA POS BOCAH AKTIF: Denaya ditemani ibundanya, Rida Fransisca, sebelum menjalani kemoterapi di RSUD dr Soetomo kemarin (8/3).
 ?? UMAR WIRAHADI/JAWA POS ?? BERTEMU WARGA: Presiden Jokowi membagikan kartu program keluarga harapan (PKH) dan kartu Indonesia pintar (KIP) di GOR Tri Dharma Petrokimia, Gresik.
UMAR WIRAHADI/JAWA POS BERTEMU WARGA: Presiden Jokowi membagikan kartu program keluarga harapan (PKH) dan kartu Indonesia pintar (KIP) di GOR Tri Dharma Petrokimia, Gresik.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia