Kasus Wonoayu Jadi Pelajaran OPD Lain
Dewan Minta Pemkab Beri Sanksi Tegas
SIDOARJO – Kabar layanan buruk di Kecamatan Wonoayu yang viral terus menggelinding. Sejumlah anggota dewan berharap perkara itu mendapat perhatian serius dari pemkab. Sebab, kasus tersebut dinilai bisa menodai citra Kota Delta yang mendapatkan penghargaan dalam pelayanan publik.
Anggota Komisi A (hukum dan pemerintahan) DPRD Sidoarjo Wisnu Pradono menyatakan, insiden di Wonoayu menjadi satu bukti bahwa masih ada pelayanan publik yang belum berjalan sesuai standar. Karena itu, bupati atau organisasi perangkat daerah (OPD) terkait harus memberikan sanksi. Dengan demikian, itu bisa menjadi shock therapy bagi instansi pelayanan lain. ”Kasus (Wonoayu) harus menjadi pelajaran bagi OPD dan kecamatan-kecamatan lain,” kata Pradono.
Pelayanan prima terhadap masyarakat merupakan tugas utama aparatur sipil negara (ASN). Hal tersebut diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Dalam UU itu, juga sudah terang-benderang disebutkan ketentuan sanksi-sanksinya.
Sebetulnya, dalam hal pelayanan publik, Pemkab Sidoarjo mendapatkan banyak penghargaan. Di antaranya, meraih Top 25 Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik Provinsi Jawa Timur 2017 dengan kategori terbaik. Peng-
Komisi A DPRD Sidoarjo hargaan tersebut diserahkan oleh Gubernur Soekarwo bersama Deputi Bidang Pelayanan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Prof Diah Natalisa pada acara Jambore Inovasi Provinsi Jawa Timur pada Desember 2017.
Sementara itu, Yesi kemarin (8/3) buka suara. Dialah yang mengaku telah mendapatkan pelayanan tidak mengenakkan di Kecamatan Wonoayu. Yesi bercerita, Jumat lalu (2/3) dirinya tiba di Kecamatan Wonoayu pukul 11.30. Setelah parkir, ibu satu anak itu menuju ke ruang pelayanan. Namun, ruangan tersebut tertutup. Ada satu petugas kecamatan yang berjalan menuju warung. Saat berpapasan, petugas itu menyampaikan bahwa pelayanan kembali dibuka pukul 13.00.
Dia lantas menuju ke kendaraannya. Namun, Yessi kembali mendatangi petugas kecamatan untuk menanyakan apakah legalisasi bisa selesai dalam satu hari. Petugas mengatakan bisa. Mendengar jawaban tersebut, Yesi memutuskan untuk menunggu di kantor kecamatan. Harapannya, legalisasi e-KTP bisa langsung tuntas hari itu juga.
Hingga pukul 13.00, ruang pelayanan masih tutup. Baru pada pukul 13.30, ruangan buka. Yesi lantas duduk di kursi di ruang tunggu. Nah, di ruangan itu Kasi Pelayanan Kecamatan Wonoayu Nuningrum tampak ”bermain” HP. Setelah Yesi menyampaikan keperluannya, Nuningrum meminta petugas untuk segera memberikan pelayanan. Petugas justru melayani warga lain. Yessi lantas menyodorkan KTP kepada petugas.
”Petugas itu lantas bilang dengan nada keras,” ucapnya menirukan bentakan petugas kecamatan.
Yessi memutuskan kembali duduk. Selang beberapa menit kemudian, dia dilayani petugas lain. Namun, petugas itu menolak melayani legalisasi KTP. Alasannya, kecamatan tidak bisa melakukan legalisasi tersebut. Agar tidak sia-sia, Yessi lantas meminta petugas melegalisasi kartu keluarga (KK). Petugas lantas membawa KK, setelah itu kembali diserahkan. KK hanya distempel. Tidak ada tanda tangan camat.
Setelah itu, Yessi kembali menerima bentakan. ”Nyoh Mbak nek sampeyan ngak percoyo tak bukakno (kalau tidak percaya, saya bukakan ruang camat),” paparnya menirukan petugas.
Mendengar pelayanan yang dianggap tidak ramah itu, Yessi memutuskan untuk meninggalkan ruang pelayanan kecamatan. Karena menganggap tidak mendapat pelayanan ramah, akhirnya rekaman video itu keluar.
Kasus (Wonoayu) harus menjadi pelajaran bagi OPD dan kecamatankecamatan lain.”
WISNU PRADONO