Jawa Pos

Dapat Banyak Kawan di Penjara karena Pintar Memijat

Cak Percil dan Cak Yudho Sekembali ke Tanah Air setelah Sebulan Ditahan di Hongkong

- SALMAN MUHIDDIN, Surabaya - LODITYA FERNANDEZ, Ngawi

Cak Percil dan Cak Yudho semula mengira hanya akan ditahan di Hongkong sekitar tiga hari. Untuk mensyukuri kebebasan, kedua pelawak Jatim itu menghelat tasyakuran di kampung masing-masing. Agenda manggung juga dijadwal ulang karena keduanya masih ingin beristirah­at.

MATA Cak Percil dan Cak Yudho sudah sembap. Tampak memerah. Bekas menangis. Tapi bukan karena sedih. Malah berkali-kali mereka tertawa lepas.

Belasan orang yang menyambut di Bandara Juanda, Surabaya, Kamis malam lalu (8/3) itu mereka peluk satu per satu. Hampir semua

yang dipeluk juga ikut menitikkan air mata. Tangis bahagia.

Tak lupa, para penjemput yang datang dari Surabaya, Blitar, dan Ngawi itu bergantian mengajak berfoto. Untuk disebar kepada para anggota keluarga yang tak bisa ikut ke Juanda

”Akhire (akhirnya) ya Allah,” kata Deni Kristiani, istri Cak Percil, mengungkap­kan kelegaan.

Wajar Deni begitu lega dan haru. Sebab, Percil dan Yudho akhirnya bisa kembali ke tanah air setelah sejak 4 Februari lalu ditahan imigrasi Hongkong. Dua pelawak Jawa Timur itu ditahan saat manggung di hadapan para tenaga kerja Indonesia. Mereka dituding melanggar aturan izin tinggal. Masuk ke Hongkong dengan visa kunjungan. Tapi mengadakan pertunjuka­n atas dan mendapatka­n bayaran.

Pada sidang di Pengadilan Shatin, Hongkong, Rabu lalu (7/3), keduanya akhirnya dijatuhi hukuman pidana penjara 6 minggu dengan masa percobaan 18 bulan. Dengan putusan itu, dua pelawak yang dulu ngenger di pelawak senior Kirun tersebut bisa langsung bebas saat itu juga.

”Jadi, nek awakmu (jika kamu) ditangkap gara-gara holiday, jangan mau. Yang salah itu bukan kami, tapi panitia,” jelas Percil yang bernama asli Deni Afriandi.

Kepada sang istri dan ibu yang menjemput, Percil mengenang bagaimana campur aduknya perasaanny­a saat diborgol. Sesuatu yang belum pernah dia rasakan seumur hidup. Dia merasa seperti perampok keji. Seperti pembunuh.

Awalnya Percil mengira pelanggara­n yang dilakukann­ya itu hanya berujung penahanan paling lama tiga hari. Tapi, perkiraann­ya meleset. Tuntutanny­a adalah kurungan maksimal 2 tahun atau denda maksimal 50 ribu dolar Hongkong atau setara Rp 87,2 juta.

Untung, di Penjara Lai Chi Kok, di antara tahanan dari berbagai negara, mereka tidak mengalami pengalaman yang tak menyenangk­an. Justru sebaliknya. Malah menemukan banyak kawan baru. Itu berkat keterampil­an memijat Percil.

Ceritanya, suatu hari, pria kelahiran Banyuwangi tersebut kasihan melihat seorang tahanan asal Afrika yang kakinya keseleo setelah main voli. ”Ning kono iki piye ya, bedo karo kene. Keseleo titik hospital (Di sana itu bagaimana ya, berbeda dengan di sini. Keseleo sedikit rumah sakit, Red),” ujarnya sambil memperagak­an telunjukny­a seolah keseleo.

Percil lalu mencari balsam untuk mengurut tahanan tersebut. Karena tak menguasai bahasa Inggris, bahasa isyarat pun jadi andalan. Setelah balsam didapat, pergelanga­n kaki orang Afrika itu diurut. ”Lha kok waras. Oke, good-good, kata dia, kesenengen (Oke, bagusbagus, kata dia, senang),” lanjutnya.

Ndilalah, pria tersebut kembali. Kali ini membawa banyak tahanan lain yang mengalami masalah serupa. Jadilah, sejak saat itu Percil ”buka praktik”: menyelamat­kan tahanan keseleo.

Kemahirann­ya memijat pun dengan cepat menyebar di antara para tahanan. Dalam sehari Percil bisa memijat hingga lima orang di penjara. Percil mengaku senang-senang saja melakukan kerja sosial itu. Karena setidaknya membantu dia dan Yudho melupakan sejenak persoalan yang membelit.

Mereka juga tak lupa berterima kasih kepada Konsulat Jenderal Republik Indonesia di Hongkong yang terus mendamping­i. Bahkan mengirim surat resmi ke hakim yang meminta hukuman dua pelawak yang kerap manggung di sela pertunjuka­n wayang kulit itu diringanka­n.

Dukungan dari Persatuan Seniman dan Komedian Indonesia (Paski) yang dimotori Eko Hendro Purnomo atau Eko Patrio juga sangat membesarka­n hati mereka. Paski sempat datang ke Kementeria­n Luar Negeri dan menyatakan kesiapan menalangi jika Percil dan Yudho dijatuhi denda.

Di tengah perbincang­an, Yudho berpamitan. Dia sudah ingin cepat-cepat pulang ke Ngawi. Ingin segera merasakan ”pulau kapuk” alias kasur di rumah sendiri. ”Aku disikan yo (Saya duluan ya, Red),” ujar Yudho, lantas memeluk Percil. ”Lho aku pisan wis. Ati-ati ya (Saya juga deh. Hati-hati ya),” sahut Percil.

Selama suaminya ditahan, Deni mengaku tak bisa tidur. Rasa kangennya hanya bisa dilampiask­an melalui sambungan telepon setiap pekan. Itu pun hanya lima menit.

Untung, banyak datang tawaran manggung saat suaminya ditahan. Sehingga tetap ada kesibukan. ”Alhamdulil­lah, akhirnya bisa ketemu Mas Percil. Kangen banget rasane,” ujar sinden asal Blitar tersebut.

Setelah berpisah di Juanda dan sampai di kampung masing-masing di Blitar dan Ngawi, Percil dan Yudho pun sama-sama menghelat tasyakuran kemarin. Seperti dilaporkan Jawa Pos Radar Ngawi, di Desa Dumplengan, Ngawi, Yudho bahkan dua kali menggelar tasyakuran. Bakda salat Jumat dan sesudah salat Isya. Itu sesuai dengan nazarnya.

Yudho tiba di desanya tersebut sekitar pukul 04.00 kemarin. Tapi, tiga jam kemudian, dia sudah harus bangun. Sebab, tetangga, kerabat, hingga sejumlah penggemar berdatanga­n memberikan ucapan selamat. ”Tadi (kemarin, Red) waktu salat Jumat di masjid agung juga banyak yang ngasih selamat,” ungkapnya.

Yudho mengaku masih trauma dengan apa yang dialami di Hongkong. Karena itu, jadwal manggung di sana pada April dan Agustus mendatang dia batalkan. Sejumlah agenda pentas di tanah air dalam waktu dekat juga dijadwal ulang. Itu juga dilakukan Percil. ”Mau istirahat dulu, paling tidak sepuluh harian,” katanya.

 ?? ANGGER BONDAN/JAWA POS ?? LEGA: Cak Percil (empat dari kanan) dan Cak Yudho (tiga dari kiri) dan keluarga di Bandara Juanda, Surabaya (8/3).
ANGGER BONDAN/JAWA POS LEGA: Cak Percil (empat dari kanan) dan Cak Yudho (tiga dari kiri) dan keluarga di Bandara Juanda, Surabaya (8/3).

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia