Jawa Pos

Jadi Guru Ngaji, Dampingi Napi saat Mualaf

Slamet Untung Irredenta, Mantan Dirut PT Garam, Jalani Asimilasi

-

Sebelum kembali ke masyarakat, narapidana (napi) menjalani asimilasi. Slamet Untung Irredenta adalah salah seorang napi yang menjalani program tersebut. Pria 57 tahun itu melakukan kerja sosial dengan menjadi guru ngaji di luar bui.

SETIAP hari, sekitar pukul 07.15, Slamet Untung Irredenta meninggalk­an penjara. Sudah lebih dari lima bulan ini, napi Lapas Kelas II-A Sidoarjo tersebut berada di luar bui selama beberapa jam. Bapak tiga anak itu mengajar mengaji di Yayasan Al Chamzah di kawasan Magersari. Rutinitas tersebut dilakoni pagi hingga sore. ”Kalau pagi, biasanya bantu mengajar anak-anak TK di sini,” MAYA APRILIANI

katanya. Selepas asar, napi yang akrab disapa Slamet itu kembali ke lapas.

Tak hanya mengajari anak TK, Slamet tak segan membersihk­an tempat tersebut sebelum digunakan. Tak ada rasa berat hati, meskipun dia adalah mantan pimpinan perusahaan besar. Slamet justru senang jika dirinya bisa bermanfaat bagi sesama.

Saat mengajar, kakek satu cucu itu tak mau asal-asalan. Bacaan harus benar. Dia pun tak segan meminta anak didiknya mengulang. Misalnya, saat mengajari Lisah Maydah Sari. Siswi kelas IV tersebut harus berkali-kali mengulang lafal huruf Arab hingga tepat. ”Kurang tepat. Ayo diulang lagi,” ucapnya, seraya ikut melafalkan yang dibaca bocah 10 tahun itu.

Bagi Slamet, mengajar mengaji bukanlah pengalaman pertama. Sebelum dipindah ke Lapas Kelas II-A Sidoarjo pada 25 November 2016, Slamet aktif dalam kegiatan keagamaan di Rutan Kelas I Surabaya (Medaeng), tempat awalnya ditahan. Diawali dengan menjadi takmir masjid.

Lama-kelamaan, dia mengajari sesama tahanan dan napi. Mereka yang tidak paham mengaji akhirnya khatam Alquran. Bahkan, Slamet sering mendamping­i pelaku tindak pidana yang ingin memeluk agama Islam. Menjadi mualaf saat masih menghuni lapas. Momen tersebut merupakan pengalaman yang tak terlupakan baginya. ’’Rasanya senang sekali. Ada kepuasan tersendiri,” ungkapnya. Kepuasan itulah yang membuat pria kelahiran Pamekasan tersebut tak ingin berhenti melakukan kebaikan.

Sebelum menjalani asimilasi pada 2 Oktober 2017, Slamet juga menjadi guru ngaji. Dia mengajar di dalam bui pukul 07.00–09.00. Dilanjut lagi pukul 13.00–16.00.

Aktivitas Slamet di bidang keagamaan sempat membuat keluarga kaget. Anaknya tidak percaya bahwa sang ayah bisa mengajar. ”Awalnya, tidak yakin (mengajar). Soalnya, saya dulu dikenal tidak telaten,” ucapnya, lantas tertawa. ”Saya lakukan evolusi sekarang,” lanjut Slamet.

Kini, penghuni blok A-12 itu ingin melanjutka­n kegiatan mu- lia. Meski bebas sebentar lagi, dia tetap mengajar mengaji. Dia ingin menjalin silaturahm­i dengan penghuni bui. ”Tinggal menghitung hari. Sebentar lagi bebas,” tutur Slamet.

Pria yang berulang tahun tiap 13 Agustus tersebut bakal meninggalk­an lapas lebih dini karena permohonan pembebasan bersyarat (PB) disetujui pada 17 Maret mendatang. Dalam dua kasus dugaan korupsi yang membelitny­a, Slamet dipidana penjara empat tahun empat bulan plus denda Rp 100 juta.

Ketua Yayasan Al Chamzah HM Qosim menyatakan, Slamet merupakan sosok yang proaktif. ”Ada nilai tambahnya, juga memotivasi anak-anak,” katanya.

 ?? BOY SLAMET/JAWA POS ?? AMAL: Slamet Untung mengajar mengaji anak-anak di kawasan Magersari.
BOY SLAMET/JAWA POS AMAL: Slamet Untung mengajar mengaji anak-anak di kawasan Magersari.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia