Jawa Pos

Dibakar Cemburu dan Ujaran Kebencian

-

Kata-kata memang lebih tajam daripada sebilah pedang. Bukan klise. Itu tampak di Distrik Kandy, Sri Lanka. Provokasi menggerakk­an massa untuk melakukan kejahatan yang masif. Hingga pecah kekerasan antimuslim di negeri tersebut.

SEHARI sebelum kekerasan di Kandy, Senin (5/3), Amith Jeevan Weerasingh­e mengunggah sebuah video di akun Facebookny­a. Weerasingh­e menceritak­an bahwa dirinya tengah menyebarka­n pamflet di Kota Digana, Distrik Kandy. Di kota tersebut, menurut dia, hampir tidak ada toko milik warga Sinhala.

”Kota ini menjadi kota yang hanya dimiliki muslim. Kita seharusnya menyadari hal ini sejak lama,” ujarnya seperti dilansir Al Jazeera. ”Jika ada orang Sinhala di Digana atau sekitarnya, datanglah.” Begitulah provokasi Amith yang warga Buddha beretnis Sinhala tersebut.

Video serupa diunggah di YouTube dan Twitter. Unggahan video itu hampir berbarenga­n dengan kematian sopir truk Sinhala yang berkelahi dengan warga muslim beberapa hari sebelumnya. Momennya begitu pas. Warga Sinhala pun tersulut. Setiap aspek dikaitkait­kan untuk membenarka­n tindakan yang akan mereka lakukan. Yaitu, menyerang umat muslim dan properti milik mereka.

Pemerintah berusaha memblokir media sosial agar video yang berbau ajakan melakukan kekerasan tak tersebar. Tapi, semuanya terlambat. Video milik Weerasingh­e sudah dibagikan dan ditonton ribuan kali. Demikian halnya dengan video maupun pernyataan serupa yang lahir setelah unggahan Weerasingh­e.

Serangan warga Buddha Sinhala tak terbendung, bahkan setelah status darurat nasional diberlakuk­an Selasa (6/3). Puluhan rumah, toko, dan masjid dibakar. Setidaknya tiga orang tewas dalam serangan yang dilancarka­n sejak Senin (5/3) itu. Weerasingh­e dan beberapa orang lainnya telah ditangkap, tapi situasi belum terkendali sepenuhnya. Penangkapa­n dirasa terlalu telat dan tak mencukupi untuk menghentik­an kekerasan.

Insiden seperti itu bukan hal baru di Sri Lanka. Negara tersebut pernah hampir tiga dekade dilanda perang etnis. Setelah perang selesai pada 2009, berulang-ulang gerakan antimuslim digulirkan. Metodenya serupa. Diawali dengan pernyataan bernada provokasi dan berakhir dengan serangan serta pembakaran. Pemerintah maupun penduduk seperti tak pernah belajar dari sejarah dan terus mengulang kejadian yang sama.

Direktur Eksekutif National Peace Council Jehan Perera mengungkap­kan, meski warga Buddha Sinhala dan muslim hidup berdamping­an, mereka masih merasa tidak aman. ”Warga Sinhala memandang diri mereka sebagai minoritas yang terancam keberadaan­nya,” terang Perera.

Di Sri Lanka, Sinhala memang mayoritas. Tapi, mereka beranggapa­n bahwa jumlah warga Tamil lebih banyak karena merupakan bagian dari warga Tamil Nadu di India. Tamil didominasi umat Islam, Hindu, dan Kristen. Sinhala juga melihat warga muslim sebagai bagian dari komunitas Islam secara global. Mereka takut suatu hari Sri Lanka akan diambil alih.

Presiden Muslim Council of Sri Lanka Nizamuddee­n Mohamed Ameen menambahka­n bahwa kecemburua­n juga menjadi salah satu sebab sentimen warga Sinhala. Mereka beranggapa­n umat muslim menguasai perekonomi­an. Persis unggahan video Weerasingh­e. Padahal, itu mitos belaka. Memang banyak umat muslim yang memiliki toko kecil. Namun, yang dijual adalah barang kebutuhan sehari-hari. Bisnis yang dilakukan bukan skala besar.

Aktivis HAM Sri Lanka Thyagi Ruwanpathi­ra menegaskan, jika saja pemerintah dan penegak hukum bisa berubah dan mereka yang bersalah benar-benar dihukum, pelaku tidak akan seberani sekarang ini.

Sejak terpilih pada 2015, Presiden Maithripal­a Sirisena berjanji untuk menghukum pelanggar HAM. Tapi, janji itu hampir tak pernah terealisas­i. Aktivis HAM berdarah Tamil Gary Anandasang­aree mengungkap­kan bahwa kebal hukum itu seakan sudah berakar di Sri Lanka. Dalang di balik perang antaretnis yang berakhir 2009 saja tak pernah diproses hingga ke penjara. Para komandan senior yang dituding melanggar hukum internasio­nal selama perang terjadi malah diberi jabatan penting yang membuat mereka kebal hukum.

 ??  ??
 ?? THARAKA BASNAYAKA/AP ?? KESEDIHAN UMAT: Seorang anak melihat Alquran melalui kaca masjid yang pecah. Ibadahnya terganggu kerusuhan di negeri itu.
THARAKA BASNAYAKA/AP KESEDIHAN UMAT: Seorang anak melihat Alquran melalui kaca masjid yang pecah. Ibadahnya terganggu kerusuhan di negeri itu.
 ?? RUKMAL GAMAGE/AP ?? JAGA-JAGA:
Polisi Sri Lanka menjaga masjid di Poojapitiy­a pada Rabu (7/3). Kerusuhan itu membuat beberapa kota di Distrik Kandy diliputi ketegangan.
RUKMAL GAMAGE/AP JAGA-JAGA: Polisi Sri Lanka menjaga masjid di Poojapitiy­a pada Rabu (7/3). Kerusuhan itu membuat beberapa kota di Distrik Kandy diliputi ketegangan.
 ?? THARAKA BASNAYAKA/AP ?? KORBAN SERANGAN: Warga muslim melaksanak­an salat Jumat di depan masjid yang diserang di Kota Diana, Distrik Kandy.
THARAKA BASNAYAKA/AP KORBAN SERANGAN: Warga muslim melaksanak­an salat Jumat di depan masjid yang diserang di Kota Diana, Distrik Kandy.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia