Memburu Kemenangan agar Kerja Tak Membosankan
Gary Evan, Fotografer Pernikahan dengan 45 Penghargaan Internasional
Sejak awal menekuni karir sebagai fotografer, Gary Evan memilih menjadi fotografer pernikahan. Sejauh ini pilihan itu terasa benar. Tidak hanya bisa menjadi mata pencaharian, tetapi juga tempat meluapkan hobi yang menghasilkan prestasi.
RETNO DYAH
GARY Evan mulai menekuni dunia fotografi saat kuliah di jurusan Desain Komunikasi Visual UK Petra. Dia sering mempraktikkan ilmunya dengan menjadi fotografer acara kampus. ’’Terus diajak bekerja freelance sebagai fotografer pernikahan,’’ ujar pria kelahiran 1984 tersebut ditemui di kantornya, All Seasons, Perumahan Chris Kencana, pada Selasa lalu (6/3).
Sejak itulah Gary fokus memotret acara-acara pernikahan. Foto-fotonya sukses menuai banyak penghargaan. Yang terakhir pertengahan tahun lalu. Hasil fotonya diapresiasi International Society of Professional Wedding Photographer (ISPWP) dalam kompetisi Summer 2017 Contest kategori Bride Portrait
J
Fotonya terpilih menjadi salah satu pemenang dari 20 karya foto kategori Bride Portrait dari seluruh dunia.
Penghargaan itu bukan yang pertama bagi Gary. Dia sudah mengoleksi 44 penghargaan lain dari berbagai kompetisi fotografer pernikahan tingkat internasional. Selain ISPWP, Gary mengikuti kompetisi fotografi Junebug, The Prix de la Photographie Paris (PX3), dan Fearless Awards. Bahkan, beberapa karya fotonya mendapat penghargaan dari tiga kompetisi sekaligus.
Dalam Fearless Award, Gary hingga kini mengumpulkan total 14 penghargaan. Pada 2015 dia dinobatkan sebagai Top 100 Fearless Photographers of All Time. Adapun dalam kompetisi Junebug, dia masuk jajaran World’s Best Wedding Photographer dua tahun berturut-turut mulai 2014.
Untuk mendapatkan hasil foto terbaik, Gary selalu maksimal dalam melakukan persiapan. Selain mengantisipasi momen-momen mengharukan dalam sebuah acara pernikahan, dia terbiasa melihat visual keadaan sekitar. ’’Salah satu foto tersulit yang saya ambil itu siluet ketika mempelai laki-laki membuka v e i l mempelai perempuan di Gereja Hati Kudus Yesus. Momennya hanya beberapa detik dan harus rebutan posisi foto dengan keluarga,’’ ungkapnya. Sebelumnya, dia berlatih mengambil foto bersama asisten. Dia mengatur peletakan flash dan mencari posisi hingga pendaran cahaya lilin dan warna biru dari jendela gereja terlihat jelas dalam foto.
Tidak selalu mudah, Gary pernah hampir gagal mewujudkan visual foto yang diinginkan. ’Ada lukisan gereja yang menggambarkan Yesus membuka tangan terbuka seperti ingin memeluk. Saya mau foto momen lempar buket bunga seakan Yesus menangkap buket juga,’ paparnya.
Dia berkali-kali mendokumentasikan pernikahan di gereja tersebut, tetapi gagal mendapatkan foto yang diinginkan. ’’Akhirnya dapat fotonya. Waktu diikutkan lomba ternyata malah gak dapetdapet,’’ ucap ayah dua anak yang tinggal di daerah Wiyung itu. Setelah diikutkan dalam periode ketiga kompetisi, foto tersebut baru memenangkan penghargaan.
Gary mengakui, beberapa hasil fotonya merupakan keberuntungan. ’’Saya fokus foto ekspresi mempelai laki-laki yang sedang ditenangkan pendeta. Waktu dilihat hasil fotonya, ada gambar malaikat di pakaian pendeta. Seakan malaikat yang menenangkan,’’ ucap pria kelahiran Bojonegoro tersebut.
Bahkan, ada juga foto yang digunakan untuk pelengkap, tetapi malah meraih penghargaan. Foto tersebut menampilkan mempelai perempuan yang berdandan dan ada dua pantulan dirinya di sebelahnya. ’’Foto itu iseng aja aku masukkan karena ada slot sisa. Eh malah menang, sampai bingung kenapa menang?’’ jelasnya, lantas terkekeh.
Awalnya, penghargaan-penghargaan tersebut berusaha diraih untuk meyakinkan klien. Seiring waktu, penghargaan justru dijadikan tantangan agar bekerja tidak membosankan. ’’Kalau sudah tahu mau ambil momen ini itu, ya jadi robot. Kalau kompetisi kan menuntut kita mencari visual yang baru,’’ jelasnya. (*/c15/ayi)