Jawa Pos

Aditya Mau Bersujud, Ibu Berurai Air Mata

Ketika Pemkot Jangkau Anak-Anak Putus Sekolah

-

Masih banyak anak Surabaya yang ternyata putus sekolah. Alasannya beragam. Puluhan di antara mereka kini berhasil ditangani lagi oleh pemkot. Mereka pun diberi wejangan di hadapan orang tuanya.

DEBORA DANISA S.

ADITYA FARDIANSYA­H, 16, malu-malu ketika namanya dipanggil ke depan. Dia maju, duduk tepat di depan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharin­i. Diajak ngomong oleh wali kota, jawabannya tidak begitu terdengar. Bahkan, ketika diminta sujud di depan ibundanya, Aditya masih tampak ragu-ragu.

Dengan gemas, Risma mengajak Aditya menepi sebentar. Memberikan wejangan. ”Kamu berani seperti itu sama orang tuamu? Kenapa diminta sujud nggak mau?” tanya Risma dengan nada bicaranya yang khas. Aditya hanya menunduk. Dia mengangguk-angguk sesekali, mengiyakan kata-kata Risma.

Hanya semenit setelah itu, Aditya kembali menghadap ke ibunya, Rusmina. Perempuan dengan kerudung hijau toska tersebut memandang anaknya dengan nanar. Sekali lagi, Aditya diminta sujud dan mencium tangan ibunya. Kali ini pemuda yang belum tamat SMP itu melakukann­ya. Sang ibu berurai air mata.

Tanpa sungkan, Rusmina memberikan nasihat kepada Aditya, disaksikan puluhan anak putus sekolah bersama orang tuanya kemarin pagi (10/3). Bahkan, di depan orang nomor satu di Surabaya. Beberapa kali Rusmina menanyakan kenapa anaknya tak berminat lagi sekolah. ”Jangan main PS (PlayStatio­n, Red) terus, Nak. Belajar,” tutur Rusmina. Dia pun meminta maaf jika tak kuat membiayai sekolah sang anak. ”Tapi, Ibu janji kalau kamu mau sekolah lagi, Ibu akan biayai, Nak,” lanjutnya kepada anak keduanya itu.

Aditya hanyalah satu di antara puluhan anak putus sekolah yang berhasil dijangkau pemkot. Masih ada 68 anak lagi dalam daftar. Namun, tidak semuanya hadir di pembekalan anak putus sekolah di lantai 4 Siola kemarin. Hanya sekitar 22 anak yang hadir. Usianya 15–17 tahun.

Sebagian anak-anak putus sekolah itu diamankan satpol PP. Ada yang ketahuan main game di saat seharusnya mereka belajar di sekolah. Ada yang ketemu ketika cangkrukan di warung kopi.

Sebenarnya, tidak semua anak putus sekolah itu bisa dibilang ”bandel”. Ada yang memang putus sekolah karena kesulitan biaya. Akhirnya, mereka memilih bekerja. Misalnya, yang dilakoni Mochamad Maulana Firmansyah, 17. Pemuda itu sudah lulus SMP, tapi tak mampu melanjutka­n pendidikan ke SMA. ”Sekarang kerja, ikut orang, jadi pegawai yang bagian pegang mesin,” tuturnya.

Oleh pemkot, Firmansyah disarankan ikut program kejar paket. Sebab, dia sudah punya pengalaman kerja. Tinggal mengasah kemampuan sekaligus melengkapi diri dengan ijazah. Supaya lebih mudah untuk cari pekerjaan yang lebih baik. Sementara itu, Aditya yang hingga kini belum bekerja disarankan untuk masuk lagi ke sekolah formal.

Anak-anak putus sekolah itu sebenarnya masih punya macammacam mimpi. Ada yang suka menggambar, kemudian ingin belajar membuat komik. Ada yang suka sepak bola, ingin bisa ikut klub.

Kepala DP5A Nanis Chairani mengungkap­kan, pemkot akan berupaya memfasilit­asi anak-anak putus sekolah itu sesuai minat masing-masing. Jadi, pilihannya tidak hanya kembali ke sekolah formal.

 ?? DEBORA DANISA SITANGGANG/JAWA POS ?? NASIHAT ORTU: Rusmina memberikan wejangan kepada putra keduanya, Aditya Fardiansya­h, yang putus sekolah. Sambil menahan tangis, dia berpesan agar anaknya semangat bersekolah kembali.
DEBORA DANISA SITANGGANG/JAWA POS NASIHAT ORTU: Rusmina memberikan wejangan kepada putra keduanya, Aditya Fardiansya­h, yang putus sekolah. Sambil menahan tangis, dia berpesan agar anaknya semangat bersekolah kembali.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia