Serahkan Pilihan ke Hati Nurani Keluarga
Dari lima paslon di pilkada Katingan, ada hubungan saudara yang mempertautkan. Untuk menghindari gesekan, masing-masing menahan diri untuk tidak mengerahkan keluarga demi kepentingan kampanye. Cerita Minggu
HINGGA masa kampanye sudah berjalan sekitar sebulan, belum pernah ada musyawarah di keluarga besar Arin. Tentang siapa yang akan dipilih pada hari pencoblosan nanti.
Bukan karena tak kenal dengan lima pasangan calon (paslon) yang mengikuti pemilihan bupati dan wakil bupati Katingan, Kalimantan Tengah. Justru sebaliknya: kenal sekali J
Dan, di situlah masalahnya. Sakariyas, calon bupati yang berpasangan dengan Sunardi Lintang, dan Ali Sameon Anom, kandidat wakil bupati yang digandeng Ade Supriadi, adalah keluarga sendiri. Keduanya adalah sepupu.
”Kami menyerahkan pilihan sesuai dengan hati nurani saja,” kata Arin yang merupakan sepupu dua kandidat itu kepada Kalteng Pos.
Tapi, bukan hanya Arin sekeluarga yang menghadapi dilema di hari pencoblosan nanti. Banyak keluarga lain di kabupaten berpenduduk 147 ribu jiwa itu yang akan bernasib serupa.
Sebab, Pilkada Katingan 2018 ini tak ubahnya ”urusan keluarga”. Sepupu berhadapan dengan sepupu. Paman melawan keponakan. Juga, cucu keponakan menghadapi sang kakek (lihat grafis).
Cabup nomor urut 2 Fahmi Fauzi, misalnya, terhitung masih keponakan cabup nomor urut 3, Surya. Kakek buyut Fauzi merupakan adik kakek Surya.
Pasangan Surya, Winda Natalia, merupakan cucu keponakan Elman Dangan, cawabup yang digandeng Wiwin Susanto. Ibunda Winda merupakan keponakan Elman. Tapi, sehari-hari Winda memanggil ”kakeknya” itu paman.
”Kami kan tidak mungkin melarang orang atau keluarga kita untuk maju. Tidak mungkin,” ucap Sakariyas.
Ada 171 pilkada yang dihelat serentak pada 27 Juni mendatang. Aroma dinasti politik, entah istri yang maju karena sang suami sudah dua periode, anak penguasa atau mantan penguasa yang mencalonkan diri, atau adik incumbent yang ikut perburuan kursi memang ada di sana-sini.
Tapi, barangkali cuma di Katingan lima paslon masih memiliki hubungan keluarga. Untung, tak seperti berebut warisan pada umumnya, urusan berebut kekuasaan melalui pilkada itu tak sampai memutus persaudaraan. Setidaknya sampai sekarang.
”Jangan sampai karena beda pilihan membuat kita hancur lebur,” kata Fahmi yang maju lewat jalur perseorangan itu.
Menurut Fahmi, sejak awal mengetahui dirinya dan Surya mencalonkan diri, dirinya sudah berpesan kepada keluarga besar: berdemokrasilah dengan gembira.
Adapun di keluarga besar Sakariyas-Ali Sameon, seperti diakui Sakariyas, memang ada yang tidak setuju keduanya sama-sama maju. Sebab, khawatir akan menimbulkan gesekan antarsaudara.
”Ya, intinya kami serahkan kepada pilihan masing-masing,” katanya.
Sedangkan Ali mengakui, keputusan maju dalam pilkada diambil di detik-detik terakhir sebelum pendaftaran. Meski demikian, dia yakin itu tak akan menimbulkan persoalan di keluarga besar.
”Kami bersaing sehat dan tidak saling menjatuhkan. Kita keluarga ya tetap keluarga, tidak ada yang bisa memecahkan hubungan itu,” tuturnya.
Winda pun mengaku tak lantas kikuk bersaing dengan kakek sendiri yang biasa dia panggil paman. ”Saya enjoy saja,” katanya.
Silaturahmi di antara keluarga besar pun selama ini tetap terjaga. Tak lantas putus hanya karena bingung akan memilih siapa pada 27 Juni. ”Kami harus membedakan antara politik dan keluarga. Keluarga tetap keluarga,” tuturnya.
Siren D. Dangan, adik Elman, hanya berharap agar satu di antara Elman atau Winda yang nanti menang. ”Terus terang, Pak Elman itu kan kakak saya, lalu ibu Winda itu keponakan saya. Kami tidak mungkin mendukung keduanya, pasti salah satu nanti yang kita dukung sesuai hati nurani,” kata Siren.
Berdasar pantauan Kalteng Pos, selama kampanye, lima paslon rata-rata tidak melibatkan keluarga besar. Atau mengerahkan massa dari pihak keluarga. Karena memang sejauh ini kampanye yang dilakukan masih bersifat dialog dari rumah ke rumah.
Pada awal tahun lalu Katingan pernah jadi ramai pemberitaan. Sang bupati kala itu, Ahmad Yantenglie, tersandung persoalan ”keluarga”. Persisnya, dia tertangkap basah saat selingkuh dengan istri seorang polisi.
Yantenglie akhirnya dilengserkan. Posisinya lantas digantikan sang wakil, Sakariyas, yang kini mencalonkan diri lagi.
Kini warga Katingan akan kembali dihadapkan dengan ”urusan keluarga”. Siapa pun yang menang kelak, mereka tentu berharap jangan sampai sang pemimpin terpilih kembali terbelit urusan keluarga.