Pelayanan Prima untuk Pasien BPJS
Khofifah Indar Parawansa-Emil Elestianto Dardak
UNTUK mewujudkan Bhakti Jatim Cerdas dan Sehat, pembangunan sektor kesehatan akan menjawab tantangan terkait beberapa hal.
Terkait jaminan kesehatan, direncanakan pembentukan kantor gabungan (joint office) Pemprov Jatim-BPJS Kesehatan. Fungsinya adalah crisis center 24 jam untuk menindaklanjuti kesulitan pasien BPJS.
Prinsipnya, pasien BPJS tidak boleh mendapat pelayanan berbeda dengan pasien non-BPJS. Pemprov pada posisi dapat menjamin kelanjutan pelayanan (guarantor) apabila ada kendala pengobatan yang urgen. Menyikapi kendala arus kas akibat selisih waktu pencairan klaim rumah sakit ke BPJS, diprogramkan sistem dengan memanfaatkan perbankan untuk kesinambungan kas operasional berbasis piutang BPJS.
Untuk pelayanan kesehatan primer, dilakukan penguatan tenaga medis di daerah yang relatif kurang dari segi aksesibilitas. Itu termasuk tunjangan tambahan untuk dokter umum yang mengabdi di kecamatan yang relatif jauh dari akses. Pemprov juga mendorong penugasan dokter spesialis untuk kabupaten dan kota agar tercapai keandalan pelayanan. Hal tersebut termasuk penguatan program beasiswa dokter spesialis.
Puskesmas dengan cakupan strategis yang bisa ditingkatkan menjadi RS pratama, termasuk dengan konsep dokter spesialis tamu (visiting specialist), juga di-support melalui sinergi pemprov dan pemkab. Program penugasan perawat ponkesdes di desadesa yang belum memiliki puskesmas pembantu (pustu) diperluas secara signifikan. Untuk melayani daerah kepulauan, unit pelayanan terapung (poliklinik terapung) menjadi solusi.
Khusus untuk RSUD dr Soetomo, diprogramkan peningkatan menuju RS berstandar internasional. Program tersebut diperkirakan membutuhkan investasi Rp 2 triliun hingga 2024. Itu akan menjadi embrio sentra pengobatan (medical center) yang diharapkan bisa bersaing dengan Penang, Malaysia; dan Singapura.
Lahan 50 hektare di kaki Jembatan Suramadu juga diprogramkan menjadi lokasi masa depan untuk kawasan pelayanan medis terintegrasi (integrated medical complex). Estimasi investasinya sekitar Rp 10 triliun. Dengan program tersebut, keterbatasan kapasitas tampung saat ini dapat teratasi.
Kearifan lokal terkait pengobatan tradisional juga mendapat perhatian sembari menjaga kepatuhan terhadap standar prosedur tindakan medis.