Jawa Pos

Bahaya Sebuah Kebencian

-

DAHULU kita kerap menyaksika­n kebencian terhadap Amerika Serikat. Terutama setelah badai krisis moneter menerjang pada 1998. Sedikit-sedikit salah Amerika. Ekonomi sulit, salah Amerika. Moral bejat, dianggap buah busuk hegemoni Amerika. Utang menumpuk, karena iming-iming Amerika.

Lalu tiba-tiba saja kebencian itu beralih. Gelombang kekesalan tersebut diarahkan ke Tiongkok. Di banyak isu. Mulai tenaga kerja, utang, hingga ke masalah-masalah yang lebih sensitif seperti pilihan pandangan politik.

Kebencian itu menjadi runyam ketika hadir di tengah-tengah maraknya berita bohong. Di saat hoax diproduksi setiap hari. Ketika kian banyak warga yang, tak peduli betapapun tingginya tingkat pendidikan­nya, menelan mentah kabar-kabar palsu.

Terkait masalah utang misalnya. Ada banyak hasutan yang menyebutka­n bahwa negara ini sudah digadaikan ke Tiongkok. Dengan utang yang menggunung. Yang sewaktu-waktu bisa tercaplok apabila kita sudah tak sanggup membayar.

Utang kita ke Tiongkok semakin besar memang bukan kabar bohong. Namun, tentu berlebihan apabila menyebut negara ini sudah tergadaika­n. Per Desember tahun lalu, utang ke Tiongkok mencapai USD 15,8 miliar. Masih kalah jauh dengan Jepang yang USD 29,3 miliar. Juga Singapura yang USD 53,8 miliar.

Bukankah tren utang ke Tiongkok terus meningkat? Memang. Dibanding 2010 yang baru USD 2,4 miliar, posisi utang dari Tiongkok saat ini sudah naik hampir enam kali lipat. Tapi, yang perlu dicatat, lonjakan itu sudah dimulai sejak 2012, di mana utang dari Tiongkok naik dua kali lipat menembus USD 5 miliar.

Mengapa mulai 2012? Ya karena itu adalah tahun di mana Tiongkok adalah negara dengan dana segar paling banyak di planet ini. Sampai saat ini. Mengalahka­n Amerika yang kini lebih sibuk memagari ekonominya.

Dengan linimasa seperti itu, pemerintah­an saat ini memecahkan rekor sebagai yang terbesar menarik utang dari Tiongkok. Namun, tren mengajukan utang ke Tiongkok itu sudah dilakukan sejak pemerintah­an sebelumnya. Jadi, ini bukan soal kedekatan dengan Tiongkok. Namun, ya memang Tiongkok-lah sekarang yang lebih punya banyak uang.

Kebencian ini berbahaya. Terutama apabila (dalam perkembang­annya) tidak hanya dialamatka­n kepada negara. Namun menjadi berkembang pada kebencian terhadap ideologi dan juga kesukuan. Isu-isu komunisme dan rasial kerap mendomplen­g. Terutama apabila disebarkan lewat kabar bohong dan berita palsu. Benci, boleh. Bodoh, jangan.

 ?? ILUSTRASI DAVID/JAWA POS ??
ILUSTRASI DAVID/JAWA POS

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia