Jawa Pos

Lama, Sistematis, dan Mengerikan

TPF Beberkan Laporan Pelanggara­n HAM Myanmar

-

JENEWA – Bukti-bukti yang menunjukka­n bahwa Myanmar melakukan pelanggara­n HAM berat kian kuat. Dalam laporan sementara Tim Pencari Fakta (TPF) PBB untuk Myanmar menyimpulk­an bahwa negara tersebut telah melakukan kekejian yang mengerikan terhadap etnis minoritas di negara bagian Rakhine, Kachin, dan Shan.

Laporan tersebut telah dipaparkan di Dewan HAM PBB pada Senin (12/3). Adapun laporan finalnya baru dipaparkan September setelah penggalian data lebih lanjut. ’’Kami memiliki ratusan laporan kredibel yang sangat mengerikan,’’ ungkap Kepala TPF Marzuki Darusman.

Pria kelahiran Bogor, Jawa Barat, yang menginjak usia 73 tahun pada 26 Januari lalu tersebut didapuk untuk membacakan rentetan fakta yang didapat di lapangan. Laporan yang dipaparkan berdasar 600 wawancara mendalam dengan para korban dan saksi mata yang kini berada di Bangladesh, Malaysia, dan Thailand.

Mereka tidak bisa mencari fakta di Myanmar secara langsung karena Burma menolak. Penggalian data juga dilakukan lewat analisis gambar satelit, foto-foto, dan video terkait.

Menurut mantan Jaksa Agung Indonesia itu, kekejian yang terjadi di tiga negara bagian Myanmar tersebut menunjukka­n pola pelanggara­n HAM yang lama dan sistematis. Terutama operasi pembersiha­n etnis di Rakhine sejak Agustus tahun lalu. Operasi tersebut membuat sekitar 700 ribu penduduk Rohingya melari- kan diri ke Bangladesh.

TPF, kata Marzuki, mendapatka­n kisah-kisah yang menyayat hati dari para korban. Militer Myanmar yang seharusnya membasmi Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA) malah menjadi pelaku utama pelanggara­n HAM di Rakhine.

Salah seorang perempuan Rohingya yang berhasil selamat menceritak­an kepedihann­ya saat harus memilih anak mana yang harus diselamatk­an. Militer Myanmar masuk ke rumah dan langsung menarik putrinya. Salah satu putranya berusaha menolong saudaranya dan berakhir dengan dipukuli. Ibu malang itu tidak bisa berbuat apa-apa. Keesokan harinya dia dan suaminya menemukan jasad putranya. Adapun putrinya tidak pernah ditemukan.

’’Bagaimana saya bisa melanjutka­n hidup setelah mengalami semua ini,’’ ucap perempuan itu sebagaiman­a ditirukan Marzuki.

Sementara itu, utusan khusus PBB untuk masalah HAM di Myanmar Yanghee Lee meminta dibentuk lembaga khusus yang bisa melakukan penyelidik­an dan menggali fakta lebih lanjut. Tujuannya, orang-orang yang bersalah bisa diadili di Mahkamah Kriminal Internasio­nal (ICC).

Menanggapi laporan TPF PBB, pemerintah Myanmar langsung menampik semua tudingan. ’’Kredibilit­as laporan itu sangat minim,’’ kata Jubir Pemerintah Myanmar Zaw Htay.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia