Tempat Usaha Mulai Terdampak
Buntut Penutupan Jembatan Kartini
SURABAYA – Amblesnya Jembatan Kartini pada Sabtu malam (10/3) menimbulkan spekulasi berbagai pihak. Pemkot menyebut Jembatan Kartini memang sudah waktunya diperbaiki. Namun, tidak sedikit juga yang beranggapan, amblesnya Jembatan Kartini disebabkan kendaraan berat yang rajin melintas selama dua tahun belakangan.
Maraknya kendaraan berat yang melintas di Jalan Kartini itu disampaikan Suhartono. Pria yang sehari-hari menjadi penjaga malam di sebuah klinik yang terletak 50 meter dari jembatan tersebut mengatakan, dump truck sering melewati jalan itu setiap malam. ”Yang pasti mulai pukul 21.00 ke atas, truk mulai berdatangan,” terang pria 66 tahun tersebut. Sekali melintas tidak hanya satu truk, melainkan 3–4 kendaraan
Biasanya truk datang dari arah Jalan Diponegoro menuju Jalan Pandegiling tanpa muatan. Selang beberapa jam, truk yang kosong itu melintas lagi melalui Jalan Kartini, kemudian terus ke barat menuju Jalan Diponegoro dengan membawa muatan penuh tanah. ”Kami tidak tahu, itu tanah dari mana,” terangnya.
Setiap truk membawa muatan tanah, Suhartono melihat kapasitasnya selalu overload. Tanahnya sampai menggunung. Hal itu terlihat jelas dari bak truk yang terbuka. Kalau sudah membawa muatan, jalan truk nggremet. Pelanpelan sekali. ”Aku mikir. Lak ngene terus, dalan ning kene, jelas cepet rusak (Saya berpikir. Kalau begini terus, jalan di sini pasti cepat rusak, Red),” terangnya.
Sejak bekerja di klinik pada 1989, Suhartono memang baru melihat seringnya truk besar lewat itu mulai dua tahun lalu. Tahun ini aktivitas truk muatan tanah masih ditemui, tapi tidak sesering dua tahun sebelumnya.
Amblesnya Jembatan Kartini tersebut tidak sekadar melumpuhkan arus lalu lintas di sekitar Jalan Diponegoro dan Jalan Raya Darmo. Akibat penutupan jalan di sekitar jembatan, pebisnis di Jalan Kartini juga mengalami penurunan pembeli.
Pantauan Jawa Pos kemarin (13/3), dari arah amblesnya jembatan menuju pertigaan Jalan Anwari, ada sekitar delapan tempat usaha. Mulai makanan, busana, travel, hingga alat elektronik. ”Penurunan pembeli mencapai 65 persen sejak jalan ditutup,” terang Prianto, salah seorang pegawai minimarket yang berlokasi 10 meter dari jembatan. Biasanya setiap hari pembeli yang berbelanja mencapai 500 orang. Kini jumlah- nya turun lebih dari separonya.
Pemuda asal Waru, Sidoarjo, itu pun khawatir dengan nasib pekerjaannya. Sebab, dari informasi yang dia peroleh, jembatan akan direnovasi selama tujuh bulan. ”Bisa-bisa usaha ini ditutup,” ujarnya.
Sementara itu, amblesnya Jembatan Kartini juga direspons pakar bidang struktur dan material baja beton ITS Surabaya Prof Tavio. Menurut dia, kerusakan konstruksi di Indonesia tersebut terjadi karena tidak adanya perawatan berkala dan sistem pengawasan. ”Bisa jadi, Jembatan Kartini ini termasuk yang kurang mendapatkan perawatan,” jelasnya.
Dia mengatakan, saat ini pemerintah sering kali eman menganggarkan biaya perawatan untuk infrastruktur yang dibangun. Pemerintah masih berpikir, anggaran perbaikan itu mahal. Padahal, berdasar analisisnya, jika umur jembatan tersebut memendek dan membutuhkan pembangunan ulang, biayanya akan semakin besar.
Untuk itu, agar kasus jembatan ambles tidak terjadi di tempat lain, Tavio menyarankan pemkot agar membuat standard operating procedure (SOP) yang terperinci. Termasuk menjadwalkan kapan jembatan itu membutuhkan perawatan dan pengecekan. ”Ini harus dilakukan jika ingin umur bangunan panjang,” tandasnya.
Di sisi lain, pemkot menyatakan belum pernah melakukan perbaikan total terhadap jembatan tersebut. Kabid Jalan dan Jembatan Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Pematusan (DPUBMP) Ganjar Siswo Pramono menyebutkan, perbaikan yang dilakukan sebatas perbaikan minor.
”Setahu saya belum pernah ada perbaikan, mungkin cuma perbaikan atau penggantian railing (pagar, Red),” terangnya kemarin.