Jawa Pos

Terus Berinovasi Menghadirk­an Lakon Kekinian

Meimura Setia pada Ludruk

- BRIANIKA IRAWATI

Ludruk tidak akan mati. Prinsip itu dipegang erat oleh Meimura. Bukan hanya sekali pertunjuka­nnya tanpa satu pun penonton. Meski begitu, dia terus membuat bermacam lakon. Tanpa lelah. Usaha itu kini membawa hasil yang indah.

TOBONG atau gedung ludruk Irama Budaya di kawasan Taman Hiburan Rakyat (THR) menjadi saksi perjuangan Meimura dan kawankawan­nya dalam mengembang­kan ludruk. Panggung terletak persis di tengah gedung. Sebanyak 300 kursi ditata rapi di depannya. Terdapat gamelan di sisi kiri panggung.

Meimura duduk bersantai di salah satu kursi penonton kemarin (13/3). Dia asyik ngobrol dengan beberapa pemain ludruk. Segelas kopi dan gorengan menjadi teman mereka. Aktivitas tersebut rutin dijalani Meimura bersama seniman ludruk Irama Budaya Sinar Nusantara. ’’Akhir pekan kami tampil. Kalau tidak tampil, ya diskusi untuk pertunjuka­n selanjutny­a,’’ ujar pria 54 tahun tersebut

Ludruk kini bisa dinikmati hampir setiap akhir pekan. Tempatnya bergantian antara Balai Pemuda dan THR. Meimura dan teman-temannya mendapat dana Rp 250 juta dari Pemkot Surabaya untuk menghelat pertunjuka­n sepanjang tahun ini. ’’Sudah ada dananya. Jadi harus tanggung jawab untuk memberikan yang terbaik,’’ tegasnya.

Menurut dia, banyak potensi anak-anak Surabaya untuk menjadi pemain ludruk. ’’Bahkan, mereka lebih jago. Hanya perlu diarahkan ke yang lebih baik,’’ tutur Meimura. Sebut saja nama Panji Agung Prayogi dan Gibran Gunawan. Pemain ludruk anak-anak itu langganan mengisi panggung. Mereka dikenal dengan guyonan-guyonan yang hampir tidak pernah gagal membuat penonton tertawa.

Debut Meimura sebagai sutradara ludruk ditandai dengan pertunjuka­n berjudul UmangUmang di Gedung Kesenian Cak Durasim, Taman Budaya Jawa Timur, pada 1988.

Sebagaiman­a roda berputar, karir Meimura kadang di atas, kadang di bawah. Berbagai pengalaman mengisi hidupnya. ’’Saya pernah mendapat hujatan dari orang se-Indonesia karena produksi ludruk saya,’’ ungkap pendiri Teater Ragil tersebut.

Ceritanya, pada 1993 Meimura menampilka­nludrukber­judulKuman di Solo. Saat itu ada kecelakaan di atas panggung. Semua pakaian pemain terlucuti secara tidak sengaja. Penonton pun terkejut.

Kritik pedas dan cercaan menghampir­i Meimura. Dia hampir menyerah tidak mau membuat ludruk lagi. Namun, teman-temannya terus memberikan semangat agar Meimura bangkit lagi. Suami Ria Adam itu lantas kembali memproduks­i ludruk. Bahkan, pada 1994 dan 1996 video ludruk Kuman dimainkan di Perth, Australia. Ketika itu ada peneliti dari Australia yang datang ke Surabaya untuk melakukan riset kesenian di Indonesia. Salah satunya, ludruk di Jawa Timur. ’’Ternyata di sana apresiasin­ya luar biasa. Kursi penonton penuh. Tiket ludes terjual,’’ papar Meimura.

Meimura terjun mengelola ludruk Irama Budaya Sinar Nusantara sejak 2013. ’’Pemilik sebelumnya, Sunaryo, telah meninggal. Tapi, saya kenal beliau sejak lama sekali,’’ ucapnya. Meimura bertekad mempertaha­nkan ludruk. Dia membuat konsep ludruk tobong. Artinya, pentas dilakukan menetap. Mau tidak mau, dia harus memproduks­i ludruk secara rutin.

Pergelaran terus berlanjut. Cerita-ceritanya semakin variatif. Sayangnya, publik tetap tidak berminat. Tidak jarang, Meimura dan teman-temannya mendapatka­n bangku kosong. Tidak ada penonton sama sekali. Sepi. Tiket yang dijual Rp 5 ribu tidak ada yang beli. Meski begitu, pertunjuka­n tetap berlanjut.

Kegigihan Meimura mempertaha­nkan ludruk mendapat balasan positif. Mereka mendapat apresiasi dari pemerintah. Setiap kali tampil ada alokasi dana Rp 5 juta. Dengan dana seperempat miliar rupiah itu, Meimura bisa membuat 50 pertunjuka­n.

Itu merupakan titik awal kebangkita­n kesenian ludruk di Surabaya.

 ?? BRIANIKA IRAWATI/JAWA POS ?? BAK RUMAH KEDUA: Meimura menunjukka­n panggung ludruk di Tobong Irama Budaya Sinar Nusantara, kompleks THR, kemarin (13/3). Selain pentas, di tempat itu para pemain menghabisk­an waktu untuk berdiskusi atau berlatih bersama.
BRIANIKA IRAWATI/JAWA POS BAK RUMAH KEDUA: Meimura menunjukka­n panggung ludruk di Tobong Irama Budaya Sinar Nusantara, kompleks THR, kemarin (13/3). Selain pentas, di tempat itu para pemain menghabisk­an waktu untuk berdiskusi atau berlatih bersama.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia