Operator 304 Juta, Kemendagri 350 Juta
Data Registrasi Kartu Prabayar Jomplang Jauh
JAKARTA – Sistem registrasi kartu seluler prabayar yang digulirkan pemerintah ternyata menyimpan potensi masalah
J
Jumlah SIM card yang diregistrasi dengan jumlah validasi nomor induk kependudukan (NIK) dan nomor kartu keluarga (KK) jauh berbeda. Tidak tanggung-tanggung, perbedaannya mencapai 45 juta aktivasi.
Perbedaan data registrasi kartu prabayar itu terungkap dalam rapat bersama antara Menkominfo Rudiantara dan Komisi I DPR kemarin (19/3). Rekapitulasi hingga 13 Maret 2018 menyebutkan, kartu SIM yang berhasil diregistrasi dan tercatat di operator sebanyak 304,86 juta. Sedangkan jumlah validasi NIK dan KK di Ditjen Dukcapil Kemendagri mencapai 350,78 juta.
Anggota Komisi I DPR Roy Suryo Notodiprojo menyayangkan kondisi tersebut. Dia masih menilai wajar jika perbedaan hanya 5 juta. Tapi, jika perbedaan mencapai 45 juta, artinya ada persoalan. ”Saya lihat secara teknis ada salah sistem atau kurang rapi sistem,” kritiknya.
Mantan Menpora itu menjelaskan, persoalan perbedaan data yang sangat masif tersebut bisa saja terjadi karena masalah teknis sistem teknologi informasi (TI). Seharusnya TI bisa langsung menolak ketika ada aktivitas registrasi yang menggunakan NIK-KK sama. Jika ada penolakan registrasi, pelanggan akan datang ke gerai resmi operator untuk mencocokkan data.
Selain itu, Roy melihat pemerintah kurang memberikan kemudahan dalam proses tersebut. Pelanggan masih harus mengecek sendiri untuk memastikan NIKKK-nya tidak dipakai pihak lain. Peran itu seharusnya bisa dilakukan operator atau Kemenkominfo. Mereka mengirim notifikasi SMS kepada pelanggan yang NIKKK-nya digunakan untuk mendaftarkan banyak nomor.
Penggunaan NIK-KK oleh orang yang tidak semestinya sangat membahayakan. Bisa digunakan untuk tindak kejahatan dan yang ditangkap adalah orang yang punya NIK-KK meski dia bukan pelakunya.
Menyikapi perbedaan yang sangat besar itu, Menkominfo Rudiantara menyebutkan, ada empat hal yang bisa menjadi penyebab. Pertama, ada satu NIK-KK yang digunakan untuk registrasi lebih dari satu nomor SIM card. Kedua, ada satu NIKKK dan satu nomor SIM card yang digunakan untuk registrasi lebih dari satu kali.
Ketiga, ada satu nomor kartu SIM diregistrasi lebih dari satu kali dengan nomor NIK-KK yang berbeda-beda. Keempat, proses validasi yang tercatat berhasil di data Dukcapil Kemendagri, tetapi tercatat tidak berhasil di operator seluler.
Dalam waktu dekat, Rudiantara berjanji melakukan konsolidasi bersama operator dan Kemendagri terkait perbedaan itu. ”Tunggu (sampai, Red) bulan Mei. Sabar kenapa,” ucapnya. Pada Mei nanti data registrasi disajikan secara final.
Pada pertemuan itu Rudiantara juga membantah adanya kebocoran data NIK dan KK pemilik kartu prabayar yang digunakan untuk registrasi. Apalagi jika disebut sumber kebocoran itu terjadi di Kemenkominfo. Rudiantara mengatakan, Kemenkominfo tidak mempunyai data NIK dan KK serta nomor seluler yang diregistrasi.
”Kemenkominfo hanya memonitor jumlah pelanggan yang registrasi. Hari ini berapa yang registrasi. Itu saja,” tegasnya.
Rudiantara mengakui bahwa potensi munculnya kegiatan registrasi menggunakan identitas yang bukan miliknya sendiri tetap ada. Untuk itu, perlu ada upaya penegakan hukum. Sebab, pelakunya bisa dikenai pidana.
Misalnya yang diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan (Adminduk) dengan ancaman kurungan 2 tahun atau denda Rp 25 juta. Kemudian UU 19/2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dengan ancaman 12 tahun atau denda Rp 12 miliar. Juga ada UU 36/1999 tentang Telekomunikasi dengan ancaman pidana 2 tahun atau denda Rp 200 juta.
Sementara itu, anggota Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Ahmad Alamsyah Saragih mengungkapkan bahwa pihaknya menerima informasi penggunaan satu NIK untuk ribuan nomor seluler. Sayang, dia enggan menyebutkan detail temuan itu karena menganggap operator seluler masih punya waktu hingga akhir Maret untuk menyelesaikan kasus tersebut.
”Satu nomor NIK dipakai ratusan ribu nomor. Hampir semua jenis produk (seluler). Bahkan, ada indikasi mesin atau robotik untuk melakukan itu,” ungkapnya.
Tindakan tersebut, tambah Alamsyah, bisa dilakukan pihak di tingkat distributor hingga outlet. Nah, pihak operator seluler bisa dianggap membiarkan pendaftaran satu NIK untuk ribuan nomor itu. ”Ada pembiaran, yang melakukan atau mengetahui bisa kena. Mumpung ada waktu untuk bisa benahi,” tutur dia.
Alamsyah berharap ada pengusutan terhadap penjual maupun operator telekomunikasi yang tidak melakukan upaya perbaikan terhadap manipulasi registrasi kartu prabayar hingga akhir Maret 2018. Selain itu, harus segera diupayakan pencabutan semua regulasi yang memberikan peluang untuk melakukan praktik pemberian, pertukaran, dan jual beli data pribadi yang berpotensi merugikan warga negara.
”Mempercepat proses legislasi Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi yang memastikan hak subjek data terlindungi dalam penyimpanan, pemrosesan, pemanfaatan, hingga pemusnahan data pribadi mereka.”