Dibuka, Keran Impor Garam Industri
Presiden Pereteli Kewenangan KKP
JAKARTA – Setelah Presiden Joko Widodo meneken PP Nomor 9 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pengendalian Impor Komoditas Perikanan dan Pergaraman sebagai Bahan Baku dan Bahan Penolong Industri, Kemenperin langsung menurunkan rekomendasi izin impor garam untuk industri. Peraturan pemerintah tersebut mengalihkan kewenangan pemberian izin rekomendasi impor garam dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) ke Kemenperin.
Pelaku usaha pun bernapas lega mengingat sebelumnya sempat ada perbedaan data kebutuhan bahan baku garam antar kementerian. Pengusaha menganggap bahwa Kemenperin adalah pihak yang paling mengerti akan kebutuhan bahan baku garam untuk industri.
Sekretaris Jenderal Kemenperin Haris Munandar mengatakan, pihaknya akan menyesuaikan sisa kuota dari total impor garam yang sudah disetujui, yakni 3,7 juta ton. ”Saat ini kan sekitar 2,3 juta ton yang sudah terbit izinnya. Sisanya 1,3 juta ton ini yang harus diterbitkan,” ujar Haris kemarin (19/3).
Dia menegaskan, dalam perubahan kewenangan penerbitan rekomendasi izin impor, Kemenperin hanya menangani terkait garam industri. Sementara itu, garam konsumsi beserta pengawasannya tetap menjadi ranah kewenangan KKP.
”Kalau bahan baku garam industri ini kan memang domainnya Kemenperin. Pemerintah harus menjamin ketersediaan garam untuk pelaku usaha. Ini sudah krisis, jadi kami langsung terbitkan,” tambah Haris.
Dirjen Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka (IKTA) Kemenperin Achmad Sigit Dwiwahjono menambahkan, untuk tahap awal, rekomendasi izin impor yang dikeluarkan Kemenperin adalah 670 ribu ton. ”Sisanya akan dilakukan bertahap dengan memperhatikan serapan garam dalam negeri,” ujar Sigit.
Di sisi lain, Ketua Asosiasi Industri Pengguna Garam Indonesia (AIPGI) Tony Tanduk menyambut baik adanya kebijakan baru yang memastikan mengenai ketersediaan pasokan bahan baku garam industri. ”Kami memberikan apresiasi kepada pemeritah karena serius menyelesaikannya. Ini sesuai dengan harapan di kalangan industri dalam negeri yang membutuhkan garam sebagai bahan baku produksinya,” ujarnya.
Di samping itu, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi) Adhi S. Lukman menguraikan, industri mamin membutuhkan setidaknya 550 ribu ton garam sebagai bahan baku setiap tahunnya. ”Angka tersebut naik 22 persen daripada kebutuhan tahun lalu yang hanya 450 ribu ton,” katanya.
Sebagai salah satu industri penopang yang mengandalkan bahan baku garam, laju pertumbuhan industri makanan dan minuman pada 2017 mencapai 9,23 persen, jauh di atas pertumbuhan PDB nasional sebesar 5,07 persen. Peran sektor itu terhadap PDB senilai 6,14 persen dan terhadap PDB industri nonmigas mencapai 34,3 persen, terbesar bila dibandingkan dengan sektor lainnya pada periode yang sama.
Direktur PT Asahimas Chemical Eddy Sutanto mengatakan, garam industri merupakan bahan baku utama di sektor industri kimia dasar yang dibutuhkan lebih dari 400 perusahaan nasional. Dia menjelaskan, untuk industri kimia, garam industri yang diimpor dilakukan langsung oleh industri kimia dan diterima di pelabuhan sendiri dan digunakan sendiri.