Putin Siap Bantu Inggris
Racun Skripal Berwujud Gas
MOSKOW – Rusia dan Inggris masih tegang. Penyelidikan terhadap insiden yang membuat Sergei Skripal dan putrinya, Yulia, terbaring di rumah sakit sejak 4 Maret lalu segera melibatkan tim internasional Organisation for the Prohibition of Chemical Weapons (OPCW). Dan, Moskow bersikukuh tidak terlibat.
”Saat mendengar peristiwa itu dari media, hal pertama yang muncul dalam kepala saya adalah jika benar racun buatan militer itu yang digunakan, semua orang di lokasi kejadian pasti sudah akan mati sekarang,” kata Presiden Vladimir Putin dalam jumpa pers kemarin (19/3). Dalam kesempatan tersebut, dia juga menegaskan bahwa Rusia tidak lagi memiliki racun jenis itu. Sebab, semuanya sudah dimusnahkan.
Putin yang menang telak dalam pemilihan presiden (pilpres) Rusia Minggu (18/3) lantas menyindir negara-negara lain yang juga memiliki senjata kimia.
”Kami jelas sudah memusnahkan semuanya di bawah pengawasan lembaga yang berwenang. Tapi, siapa tahu negaranegara lain yang saat itu berjanji untuk memusnahkan senjata kimia mereka lupa,” ujarnya sebagaimana dikutip Reuters.
Kendati demikian, Putin menyatakan bahwa Moskow siap bekerja sama dengan London. ”Kami siap bekerja sama. Sejak awal, kami sudah mengatakannya kepada mereka. Tapi, kerja sama hanya bisa terwujud jika mereka punya keinginan untuk mengajak kami. Sejauh ini, ka- mi tidak melihat adanya keinginan itu,” papar pemimpin 65 tahun tersebut.
Dia lantas menanggapi tudingan Menteri Luar Negeri Inggris Boris Johnson akhir pekan lalu kepadanya. Yakni, Putin adalah dalang di balik serangan Novichok terhadap Skripal dan Yulia. ”Rusia tidak akan pernah melakukan aksi sampah, tak masuk akal, dan konyol seperti itu menjelang pemilihan presiden (pilpres),” tegasnya sebagaimana dilansir Associated Press kemarin.
Untuk kali pertama sejak insiden yang membuat Inggris dan Rusia saling usir diplomat tersebut terjadi, Putin bicara tentang Novichok secara terperinci. Dia menyatakan, Rusia tidak lagi punya racun mematikan yang diproduksi pada era Uni Sovyet tersebut. Maka, menuduh Rusia terlibat dalam percobaan pembunuhan Skripal adalah hal yang paling ngawur.
Novichok yang kabarnya delapan kali lipat lebih mematikan ketimbang senyawa VX bisa hadir dalam wujud cair, padat, maupun gas. Wujud yang paling berbahaya adalah gas. Kemarin ABC News melaporkan, besar kemungkinan Skripal dan Yulia menghirup racun yang melumpuhkan saraf tubuh mereka itu dari ventilasi mobil.
Menang Telak di Pemilu Sementara itu, Putin yang sukses meraup sekitar 76,66 persen suara dalam pilpres Minggu bakal kembali duduk di kursi presiden sampai 2024. Artinya, politikus yang menyandang sabuk hitam judo tersebut menjadi presiden lagi untuk kali keempat. Saat lengser nanti, usianya sudah 71 tahun. Konstitusi Rusia melarang seorang presiden mencalonkan diri lagi untuk kali ketiga.
Tapi, jika mau, Putin masih bisa mencalonkan diri sebagai perdana menteri alias PM. Itu pernah dilakukan pada 2008 setelah sebelumnya dua kali berturut-turut menjadi presiden. Itu menjadikan Putin sebagai politikus paling dominan di Rusia sejak era Josef Stalin. Kepemimpinan Putin dimulai pada 1999 dari kursi PM dan akan berakhir enam tahun mendatang.