Bisa Nonton Konser sampai Daki Gunung
Ajak Pasien Kanker Jalan-Jalan dengan Virtual Reality
Pasien kanker yang dirawat di unit perawatan paliatif Ashiya Municipal Hospital bisa jalanjalan sesuka hati. Bukan secara langsung. Melainkan lewat aplikasi yang terhubung dengan kacamata virtual reality (VR).
SUARA alunan musik itu terdengar samar-samar. Asalnya dari salah satu ruang unit perawatan paliatif Ashiya Municipal Hospital, Prefektur Hyogo, Jepang. Salah seorang penderita kanker yang dirawat di unit tersebut tengah mencoba kacamata VR. Lewat alat tersebut, pasien perempuan yang berusia 40 tahun itu melihat konser yang digelar setahun yang lalu.
”Saat ada suaranya, rasanya begitu nyata,” ujar perempuan tersebut seperti dilansir Asahi Shimbun kemarin (19/2). Gerakan para pemain di konser yang dilihatnya melalui VR itu selaras dengan suara seruling, piano, dan perkusi yang keluar dari headphone yang dikenakannya.
Untuk sesaat, pasien yang tak disebutkan namanya itu lupa bahwa dia tengah berada di rumah sakit. Pikirannya melayang.
Tak semua pasien kanker mendapatkan layanan tersebut. Sebab, itu memang bukan fasilitas rumah sakit, melainkan penelitian yang dilakukan asisten profesor Osaka University Kazuyuki Niki. Dia bekerja sama dengan Ashiya Municipal Hospital untuk melihat reaksi pasien sebelum dan setelah menggunakan alat VR tersebut.
”Saya berharap pengalaman menggunakan VR itu akan meningkatkan kualitas hidup pasien,” terang Niki. Dia meneliti perubahan fisik dan mental pasien sebelum dan setelah terapi dengan VR.
Pria yang juga berprofesi apoteker di Ashiya Municipal Hospital itu mengungkapkan bahwa dirinya mendapatkan inspirasi untuk penelitian tersebut setahun yang lalu. Kala itu ada seorang pasien yang sakit parah dan tak bisa kembali pulang ke rumahnya. Akhirnya ruangannya diubah sedemikian rupa untuk membuatnya serasa di rumah. Termasuk dengan membawa kelambu dan seprai dari rumah si pasien.
Saat itu Niki menyadari bahwa pasien-pasien yang harus tinggal lama di rumah sakit pasti merasa begitu bosan. Terlebih penderita kanker stadium akhir di unit pe- rawatan paliatif. Mereka tidak bisa sembuh dan hanya menunggu datangnya kematian. Dia akhirnya merancang alat yang terkoneksi dengan kacamata VR. Alat itu menghadirkan gambar 3 dimensi yang berorientasi pada gerakan kepala pasien.
Niki juga mengunduh perangkat lunak video Google LLC. Dengan aplikasi tersebut, pengguna bisa melihat lanskap pemandangan di berbagai penjuru dunia. Alat tersebut juga bisa menampilkan rumah si pasien dan tempat-tempat lainnya. Tentunya data gambar khusus itu harus direkam dan dimasukkan terlebih dahulu.
Begitu semua persiapan selesai, Niki mengajukan izin untuk uji klinis di Ashiya Municipal Hospital. Pasien diberi remote control untuk memilih tempat yang ingin mereka kunjungi. Pasien pertama yang mencoba alat tersebut adalah perempuan yang senang mendaki gunung. Dia memilih pemandangan berupa puncak gunung yang ingin sekali didakinya.
Permintaan tiap pasien tentu berbeda-beda. Ada yang ingin melihat taman di tempat asalnya, Kyushu. Si pasien ingin mendonasikan pohon sakura di taman itu. Pasien lainnya ”berkunjung” ke Kyoto dan menyisiri lagi tempat-tempat yang dia datangi saat masih menjadi pengantin baru.
Efektivitas alat itu masih dievaluasi berdasar saran dan reaksi dari para pasien. Misalnya, pasien perempuan yang melihat konser tadi. Dia mengaku lelah dan punggungnya sakit ketika harus duduk terlalu lama. Tapi, jika dia berbaring, yang terlihat hanyalah langit-langit ruang konser.
Meski begitu, pihak rumah sakit memberikan tanggapan positif untuk penelitian Niki. ”Sebagian besar pasien yang mencoba VR tampak puas,” terang Direktur Departemen Perawatan Paliatif Ashiya Municipal Hospital Yoshinobu Matsuda.