Faktor Vikander
Tomb Raider Kalah oleh Black Panther
LOS ANGELES – Eric Francisco, kolumnis Inverse, pernah menyebut soal kutukan video game. Bukan, ini bukan soal video game yang diguna-guna. Namun, kutukan yang menghantui film-film yang diangkat dari game. Di luar Resident Evil (yang lumayan dari sisi komersial), film-film yang diadaptasi dari permainan biasanya punya dua opsi. Gagal aja atau gagal banget.
Yang terbaru adalah Tomb Raider. Digarap dengan ambisi tinggi, film yang dibintangi Alicia Vikander itu tak berhasil memenuhi target Warner Bros.. Sepanjang akhir pekan lalu, ia hanya mengumpulkan USD 23,5 juta (Rp 323,5 miliar) di Amerika Utara. Kalah oleh Black Panther yang sudah lima pekan bercokol di bioskop. Lansiran Marvel Studios itu masih mampu meraih USD 27 juta (Rp 371,6 miliar).
Kepala Distribusi Domestik Warner Bros. Jeff Goldstein membela diri dengan fakta bahwa Tomb Raider sukses di luar negeri. Dalam box office global, film garapan Roar Uthaug itu mengumpulkan total USD 84,5 juta (Rp 1,2 triliun) dari 65 negara. Padahal, ini terhitung wajar karena di pasar internasional (termasuk Indonesia) Tomb Raider tayang sejak 16 Maret.
’’Aku berharap kami bisa mendapat lebih dari USD 25 juta (Rp 344,1 miliar) secara domestik. Tapi, fakta bahwa kami nomor satu di box office global adalah berita yang luar biasa,’’ papar Goldstein kepada The Hollywood Reporter. ’’Pasar internasional adalah bagian kunci dari strategi,’’ imbuhnya.
Pendapatan di akhir pekan pertama itu juga jauh di bawah versi sebelumnya, yakni Lara Croft: Tomb Raider (2001). Dibintangi Angelina Jolie, film tersebut memperoleh USD 47,7 juta (Rp 656,5 miliar) pada weekend perdana. Total, ia mengantongi pendapatan USD 274,7 juta (Rp 3,8 triliun).
Sejak premiere pekan lalu, reboot versi Vikander ini memang kurang mencuri per- hatian. Di Rotten Tomatoes, Tomb Raider hanya mendapat skor 49 persen.
Moviegoers juga hanya memberi skor B di
CinemaScore. Penonton yang memberi skor di IMDb agak lebih murah hati, yakni 6,9.
Banyak faktor yang membuat Tomb Raider gagal menarik penonton. Pertama, soal Vikander. Banyak kritikus mengatakan, peraih Oscar 2016 itu kurang menjiwai perannya sebagai Lara Croft. Tidak seperti Jolie yang terlihat super-badass dan berani.
Padahal, istri Michael Fassbender itu sudah habis-habisan membentuk tubuhnya. Sebelum syuting, dia melahap latihan kekuatan dan bela diri selama tiga bulan. Perannya juga dibuat lebih realistis. Lara adalah gadis yang smart. Outfit dia dibuat lebih menyerupai manusia, bukan karakter game.
’’Vikander tidak bisa nyaman masuk ke dalam karakter Lara. Aku ragu apakah dia sedang menyampaikan dialog kosong atau menjalankan rintangan tanpa akhir dari film itu,’’ tulis Manohla Dargis, kritikus film di New York Times. Pendapat itu diamini sejumlah moviegoers.
Namun, faktor terbesar adalah faktor Tomb Raider itu sendiri. Studio menganggap fans game yang dikembangkan Crystal Dynamics tersebut adalah
captive market. Anggapan itu salah besar. Umumnya, mereka justru skeptis film yang diangkat dari
game kesayangan mereka bisa bagus. Alhasil, mereka ogah ke bioskop.