Jawa Pos

Bangkit karena Malu sama Penjaja Koran yang Difabel

Ahmad Zakariah, Buktikan Kebenaran Kalimat Tak Ada Kata Terlambat

- MARIYAMA DINA

Menyerah adalah kosakata yang tak dipunyai Ahmad Zakariah. Meski pernah tak naik kelas berkali-kali, stres, hingga berkawan dengan minuman keras, dia melihat ada harapan untuk menjadi orang baik. Dia pun bangkit dan memperbaik­i diri hingga sukses mengukir prestasi.

AHMAD Zakariah berusia 16 tahun, tapi masih tercatat sebagai siswa SMP Muhammadiy­ah 11 Surabaya kelas VIII. Usianya terpaut sekitar tiga tahun dengan teman-teman di kelasnya. Perbedaan itu ada karena Zaka harus melalui episode kelam dalam hidupnya sebelum menjadi sekarang ini. Siswa berprestas­i yang mengharumk­an nama sekolah.

Dia berhasil menjadi juara ketiga pada ajang Sport and Art Competitio­n yang diselengga­rakan Muhammadiy­ah Boarding Area Spartans (SMPM 2 dan SMAM 10 Genteng Surabaya) pada Februari lalu.

Zaka mengaku awalnya tidak begitu berminat dengan pencak silat. Tapi, karena dorongan dan kepercayaa­n gurunya, Yudi Marhendraj­an, dia pun menjadi percaya diri untuk menunjukka­n kemampuann­ya. ’’Saya awalnya malah nggak bergabung dengan ekskul Tapak Suci, dulu gabung Bina Vocalia, ekskul rapping,’’ ceritanya.

Dia bercerita bahwa guru yang mengajar bahasa Inggris tersebut melihat potensi dalam dirinya untuk bergabung dalam tim Tapak Suci. ’’Pak Yudi memaksa. Katanya, ’fisikmu lho kuat, coba dulu saja’,’’ ungkapnya. Benar saja, pada lomba perdana yang diikutinya pada 2017 lalu, Zaka bisa merebut juara ketiga.

Kemenangan itu membuatnya semangat sekolah. Hal yang dulu tak disukainya. Ketika berusia 11 tahun, dia mengalami broken home. Sang ayah meninggalk­an dia dengan ibu dan kedua adiknya karena terlibat masalah hukum. Bocah kelahiran 3 September 2001 tersebut pun mengaku kekurangan kasih sayang dari orang tuanya.

’’Saya dulu sempat tidak naik kelas sampai tiga kali. Lalu, saat kelas VI, sama ayah disekolahk­an di pondok di Madura,’’ terangnya.

Namun, di sana Zaka hanya bertahan selama sebulan dan kabur pulang karena tidak kerasan. Akhirnya, dia tidak menyelesai­kan sekolah dasarnya pada tahun tersebut dan memilih kerja serabutan.

Zaka juga bercerita sempat sangat stres dan terjerumus dengan rokok dan minumminum­an keras. ’’Pokoknya, selama empat tahun dari usia 11 itu, saya nakal banget,’’ tuturnya. Lalu, suatu hari saat berada di pangkalan ojek di daerah Wonokromo, dia bertemu dengan anak kecil yang cacat fisik namun tetap bekerja berjualan onde- onde dan koran.

’’Dia nggak punya kaki kiri dan lengan kanan. Terus saya mikir, dia saja yang kekurangan bisa sedikit berguna. Setidaknya untuk membantu beban keluarga,’’ paparnya. Dari situ, Zaka merasa sangat tidak berguna dan mulai merenung. ’’Malamnya saya langsung salat Tahajud,’’ sambungnya. Dalam doanya, kalau memang bisa menjadi orang yang berguna ke depan, dia benarbenar berubah dan bertobat.

Setelah itu, Zaka memutuskan mengikuti ujian kejar paket A agar bisa melanjutka­n sekolah. Bocah yang tinggal di Dupak Bangun Sari tersebut kemudian mendapatka­n bantuan biaya sekolah dari Yayasan Panti Asuhan Rumah Pintar Matahari. Kini dia bertekad untuk mewujudkan impiannya menjadi seorang profesor di bidang sosial humaniora. ’’Saya juga ingin menghajika­n orang tua meski mereka sudah berpisah,’’ ujarnya.

 ?? MARIYAMA DINA/JAWA POS ?? SEMANGAT: Zaka menunjukka­n penghargaa­n yang diperolehn­ya.
MARIYAMA DINA/JAWA POS SEMANGAT: Zaka menunjukka­n penghargaa­n yang diperolehn­ya.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia