Urgensi Penguatan Pendidikan Keluarga
PERISTIWA kekerasan (bullying) yang menimpa sebagian pelajar belakangan ini –yang terekspos di media cetak (Jawa Pos, 14/3/2018, hal 29) maupun elektronik– sungguh memprihatinkan. Baik sebagai pendidik, orang tua/wali, maupun siapa pun yang menyukai kedamaian. Kekerasan yang selama ini dalam budaya patriarki biasa terjadi pada anak laki-laki justru menimpa pelajar sesama perempuan.
Kejadian itu kian menyadarkan kita betapa pentingnya peran pendidikan keluarga di samping pendidikan formal di sekolah dan pendidikan nonformal di masyarakat. Peletak dasar pendidikan Indonesia modern, Ki Hajar Dewantara (2 Mei 1889–26 April 1959), sejak awal menekankan betapa pentingnya sinergitas trisentra pendidikan, yakni keluarga, sekolah, dan masyarakat. Sayang, akibat dinamika perubahan sosial dan tuntutan ekonomi global, pendidikan keluarga terabaikan dan pendidikan formal menjadi tumpuan. Sementara itu, pada saat yang bersamaan, pendidikan nonformal di masyarakat belum juga dapat dijadikan andalan.
Pendidikan keluarga, bagi Ki Hajar Dewantara, adalah pendidikan yang pertama dan utama. Dikatakan pertama karena sebelum anak mengenal pendidikan di sekolah dan masyarakat, terlebih dahulu anak mengenal pendidikan budi pekerti atau akhlak mulia dari orang tua/wali. Dikatakan utama karena sebagian besar waktu anak adalah di rumah dan masyarakat. Pendidikan di sekolah hanya berlangsung maksimal sekitar sepertiga waktu dari total rentang sehari semalam. Dengan kata lain, pendidikan keluarga, menurut Ki Hajar Dewantara, masih gedifferentieerd, belum terpisah-pisah. Orang tua berfungsi sebagai pendidik, pengajar, sekaligus teladan atau pemberi contoh bagi anak. Karena itu, pendidikan keluarga menjadi fondasi yang sangat penting.
Untuk itulah, dalam upaya memantapkan peran pendidikan keluarga, ditjen PAUD dan dikmas melaksanakan pembinaan pendidikan keluarga di beberapa kabupaten/kota sebagai piloting atau rintisan program. Hal tersebut berdasar Permendikbud RI Nomor 11 Tahun 2015. Rintisan program itu terus diperluas dan dikembangkan di kabupaten/kota yang lain dengan dikeluarkannya Permendikbud RI 30-2017 tentang pelibatan keluarga pada penyelenggaraan pendidikan dan Perdirjen PAUD dan Dikmas 46-2018 tentang juknis bantuan pokja pendidikan keluarga.
Untuk 2018, pembinaan pendidikan keluarga akan menyasar tidak kurang dari 240 kabupaten/ kota. Dengan dibentuknya pokja pendidikan keluarga di tingkat provinsi maupun kabupaten/ kota, diharapkan pelibatan keluarga dalam penyelenggaraan pendidikan akan dapat berjalan secara optimal.
*Sekretaris serta ketua Pokja Pendidikan Keluarga Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Sidoarjo