Indonesia Harus Tiru Filipina
Lebih Tegas Lindungi Buruh Migran di Saudi
JAKARTA – Pemerintah Indonesia sepatutnya belajar dari Filipina dalam menjamin warga negaranya yang memiliki permasalahan hukum di Arab Saudi
Filipina memiliki kesepakatan lebih tegas yang mengikat dengan Saudi terkait notifikasi pelaksanaan hukuman terhadap warga negara yang terlilit masalah hukum.
Anggota Jaringan Buruh Migran (JBM) Citra Hamidah menyatakan, otoritas Saudi sengaja tidak memberikan pemberitahuan atau notifikasi pelaksanaan eksekusi mati M. Zaini Misrin Arsyad alias Slamet Kurniawan karena rapuhnya kesepakatan yang dibangun. Perjanjian tentang notifikasi saja, misalnya, hanya ada di memoran
dum of understanding (MoU). Padahal, jika dilihat dari aspek hukum, MoU hanya kesepakatan yang tidak memiliki implikasi.
Berbeda halnya jika kesepakatan pemberian notifikasi itu diatur dalam bentuk memorandum of agreement (MoA). ”Kalau MoA ada teknisnya seperti sanksi atau tuntutan jika salah satu pihak tidak menerapkan perjanjian,” ujar Citra kemarin (20/3). Karena itu, ke depan Indonesia perlu meningkatkan kesepakatan dari MoU ke MoA.
Citra lantas mencontohkan keberhasilan pemerintah Filipina memaksa Saudi menandatangani MoA dalam notifikasi warganya yang menjadi terpidana. Setelah perubahan tersebut, Filipina bisa menekan kasus-kasus buruh migran di Saudi. ”Menaker (menteri ketenagakerjaan, Red) sebut ingin ikuti Filipina, tapi sampai sekarang belum ditindaklanjuti,” ucapnya. Karena itu, pemerintah Indonesia harus belajar dari Filipina.
Pada Minggu (18/3) sekitar pukul 11.00 (waktu Saudi) Zaini dihukum mati. Warga Bangkalan, Madura, tersebut mengaku dipaksa mengakui melakukan pembunuhan setelah ditekan dan diintimidasi otoritas kepolisian setempat. Pada proses persidangan hingga vonis hukuman mati dijatuhkan, Zaini juga tidak mendapatkan penerjemah yang netral dan imparsial.
Menurut keterangan pihak Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI, otoritas Kerajaan Saudi sama sekali tidak memberi tahu soal eksekusi itu. Tidak ada penyampaian mandatory consular notification kepada perwakilan RI sebelum eksekusi.
Sementara itu, Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) berpandangan bahwa kasus eksekusi Zaini yang dilaksanakan tanpa notifikasi tidak akan mengganggu hubungan diplomatik Indonesia dan Saudi. Dia mencontohkan kemarahan Prancis terhadap Indonesia saat ada warga negaranya, Serge Atlaoui, yang dieksekusi mati setelah menjadi terpidana kasus narkoba. Serge menjadi terpidana mati karena menjalankan pabrik pembuatan ekstasi.
”Ya, awalnya memang marahmarah. Tapi, setelah itu dipahami, memang dia bersalah sesuai hukum kita,” ujar JK di Kantor Wakil Presiden kemarin.
Lebih lanjut JK mengungkapkan bahwa pemerintah sudah berusaha keras mengupayakan bantuan hukum bagi Zaini. Sudah ada puluhan kali pertemuan dengan pihak Saudi. Bahkan, Presiden Jokowi sudah bertemu dengan Raja Salman untuk membahas perkara tersebut.
Sementara itu, harapan keluarga untuk memulangkan jenazah Zaini Misrin gagal terwujud. Itu terjadi setelah Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) memastikan bahwa tenaga kerja Indonesia (TKI) yang dieksekusi mati di Arab Saudi tidak bisa dipulangkan ke tanah air.
Kasubdit Kawasan II Direktorat Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Bantuan Hukum Indonesia (WNI-BHI) Kemenlu RI Arief Hidayat mengatakan, siapa pun yang mendapat hukuman kisas harus dimakamkan di Saudi, baik TKI maupun warga Saudi. ”Direktur kami sudah menemui pihak keluarga. Jenazah tidak bisa dipulangkan. Sudah dikebumikan di pemakaman umum Makkah,” ujarnya.
Arief menyesalkan tidak adanya pemberitahuan resmi kepada pihak pemerintah Indonesia mengenai eksekusi Zaini. Informasi baru diterima setelah almarhum dimakamkan. ”Intinya, kami menyesalkan adanya eksekusi tanpa pemberitahuan,” ungkapnya kemarin.
Padahal, lanjut Arief, Indonesia dan Saudi sejauh ini memiliki hubungan baik di sejumlah bidang. Dia mengemukakan, Indonesia ke depan mengharapkan pemberitahuan sebelum pelaksanaan eksekusi bisa dipertimbangkan pihak Saudi. ”Tidak adanya pemberitahuan itu jadi bahan protes kami. Duta besar Arab Saudi di Jakarta juga sudah dipanggil Kemenlu untuk menyampaikan posisi pemerintah Indonesia,” kata Arief melalui sambungan telepon.
Berdasar catatan di lembaganya, sejak 2015 hingga 2018 ada dua WNI asal Madura yang dieksekusi karena kasus hukum. Keduanya berasal dari Bangkalan. Yakni, Siti Zainab yang dieksekusi pada April 2015. Dia dihukum karena dugaan membunuh istri majikannya pada 1999. Pemerintah RI saat itu juga tidak menerima pemberitahuan perihal eksekusi tersebut. Kemudian, Zaini yang dikisas pada 18 Maret 2018 atas kasus serupa. Dia diduga membunuh majikannya pada 2004.