Baru Penuhi Separo Kebutuhan Minimal
Alutsista merupakan kebutuhan mutlak TNI. Namun, pemerintah belum sepenuhnya mampu merealisasikannya, bahkan hanya untuk memenuhi kebutuhan minimum essential force (MEF). Berikut wawancara wartawan Jawa Pos TRI MUJOKO BAYUAJI dengan ketua Komisi I DPR.
Seberapa jauh posisi komisi I mendorong politik anggaran terkait alutsista?
Komisi I selama ini selalu memberikan dorongan kepada pemerintah. Kami mendorong agar kebutuhan anggaran bisa mencapai MEF, tapi itu selama ini tidak pernah sampai.
Misalnya pada 2018, berapa anggaran yang diajukan Kementerian Pertahanan?
Rp 107 triliun. Tentu ini belum mencapai MEF.
Kendala komisi I selama ini?
Kami terikat aturan undang-undang. Sesuai dengan putusan MK, kami tidak boleh membahas hingga satuan tiga. Karena itu, jika dilihat dari anggaran Kemenhan, untuk pos alutsistanya berapa, membeli alutsista apa saja, itu sepenuhnya kewenangan satuan masing-masing. Kami tidak bisa ikut campur.
Dengan anggaran yang ada, apa dampaknya pada alutsista TNI?
Tentu dampaknya ada pada pengawasan. Tidak hanya pemenuhan alutsista yang terlambat, untuk pemeliharaan juga sangat minim. Itulah mengapa banyak alat tua yang masih digunakan. Namanya alat tua sampai ada kecelakaan, seperti yang terjadi beberapa minggu ini.
Melalui mekanisme pengawasan, apa saja catatan komisi I terkait alutsista?
Komisi I selalu aktif melakukan pengawasan. Sebagai contoh saat pesawat F-16 tergelincir di Pekanbaru. Kami ke sana, kami berpendapat perlu ada penggantian komponen maupun suku cadang. Itu ternyata baru bisa diperbaiki 2019. Lalu, ada juga masalah penggunaan spare part. Misalkan baling-baling helikopter, ratarata sudah expired, tapi jam terbangnya belum tercapai. Harusnya dipakai 3.000 jam dalam setahun usia baling-baling, namun ini cuma dipakai 1.000 jam dalam setahun. Artinya, ini ada dua masalah, yakni anggaran pemeliharaan yang minim, termasuk anggaran biaya operasional terbatas. Kami tentu prihatin.